Bongkar Masjid Penerima Bansos
BENGKULU, BE - Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial yang dianggarkan dalam APBD Kota Bengkulu tahun 2013 terus menuai pro dan kontra. Guna membedah masalah ini, kemarin (5/2), bertempat di salah satu Kota Bengkulu, Institute of Social Justice (ISJ) menggelar dialog publik dengan mengundang para ahli yang berkompeten dalam permasalahan ini. Dialog ini pun tak luput dari pedebatan keras, terutama mengenai imbauan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu agar penerima aktif dan penerima pasif mengembalikan dana tersebut. \"Bilamana memang harus dikembalikan, konsekuensinya masjid-masjid yang menerima dana Bansos tahun 2013 itu harus dibongkar semua. Termasuk sajadah, sarung, seng, keran air, dan semua yang dibeli melalui dana Bansos harus diserahkan kepada Kejari. Juga semua anak-anak yatim, korban kebakaran, Lansia, dan mereka yang sebenarnya oleh konstitusi kita UUD 1945 sudah secara tegas harus dilindungi oleh negara,\" kata praktisi hukum Kota Bengkulu, Usin Abdi Syaputra Sembiring SH, yang bertindak sebagai pembicara dalam dialog ini. Ia menilai, proses penyelidikan Bansos harus ditinjau kembali. Sebab, bagi Usin, penegakkan hukum harus memiliki manfaat dan dilaksanakan tanpa emosional. Ia menyayangkan adanya penetapan tersangka tanpa dasar-dasar hukum yang kuat. \"Ada bahkan orang yang tidak sengaja ditetapkan sebagai tersangka. Misalnya tersangka ES. Memang ia menerima Bansos untuk disalurkan kepada seorang peternak ikan. Lantas peternak ikannya itu dipanggil Kejari dan diperiksa. Dia benarkan bahwa ES memang memberikan dana itu kepada dirinya secara utuh. Jadi hanya karena ES ini dititipkan uang saja, karena kekhilafan prosedur, ia ditetapkan tersangka. Wajar semua orang, baik pemerintahan maupun masyarakat, takut menggunakan uang negara bilamana proses hukum berjalan seperti ini,\" ungkapnya. Sementara pembicara lainnya yang juga anggota DPRD Kota Bengkulu, Heri Ifzan, mengungkapkan, proses penganggaran dana negara harus dilaksanakan dengan prinsip ketelitian dan kehati-hatian. Ia menyatakan, ketika dana Bansos dalam APBD Kota Bengkulu tahun 2013 sudah disepakati oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan DPRD Kota Bengkulu, maka anggaran tersebut sah secara konstitusi untuk digunakan. \"Saya menilai Bansos tahun 2013 itu sudah sesuai dengan proses. Tidak ada yang dilanggar mulai dari pembahasan KUA PPAS, Banggar DPRD, evaluasi gubernur hingga disahkan menjadi APBD. Ketika palu sudah diketuk, tidak ada masalah lagi Bansos itu digunakan,\" sampai politisi PPP ini. Karenanya ia merasa heran dengan menguatnya opini publik bahwa DPRD Kota Bengkulu merupakan lembaga yang ikut menyalahgunakan dana Bansos dengan banyaknya anggota DPRD Kota yang dipanggil oleh pihak Kejari Bengkulu untuk dimintai keterangan terkait hal ini. Sebagai lembaga legislatif, ia berharap sinergisitas antar lembaga pemerintahan dapat kembali utuh dengan mendudukkan perkara Bansos ini secara objektif. \"Banyak diantara kami yang khawatir karena dipanggil karena alasan-alasan yang tidak jelas. Tidak sedikit staf kami juga mengeluh tidak bisa menjalankan tugas dengan tenang. Padahal lembaga DPRD merupakan lembaga yang merepresentasikan rakyat. Kalau DPRD sudah tidak dinilai berharga lagi, artinya pilihan rakyat itu sendiri tidak dihargai,\" tukasnya. Kemudian, pembicara dari akademisi Universitas Bengkulu (Unib), Prof Dr Herlambang SH MH, mengatakan, dana negara yang ditujukan untuk kemaslahatan umum seperti Bansos tidak bisa dipidanakan. Namun hukum pidana bisa ditegakkan bilamana dalam pelaksanaan anggaran tersebut terdapat penyelewengan-penyelewengan. \"Makanya ketika dinyatakan anggaran ini total lost, salah semua, masak iya? Coba diperiksa betul. Ini buktinya ada orang yang rumahnya terbakar, anak yatim piatu dan korban kecelakaan yang menerima dana Bansos. Harus dihitung betul berapa sebenarnya yang tidak sesuai dengan target? Sehingga kita tidak perlu menghukum mereka yang tidak bersalah,\" tegasnya. Ia menjelaskan, Indonesia bukan negara liberal yang acuh tak acuh dengan kesejahteraan dan suasana kebatinan rakyatnya. Karenanya ketika pemerintah membantu warganya yang terkena musibah, berada dalam ancaman bahaya kematian maupun memberikan bantuan kepada masjid-masjid dan kehidupan beragama lainnya, maka hal itu tidak bermasalah secara hukum. \"Bahkan bagi saya sebagai akademisi, Bansos ini masih perlu dianggarkan. Karena salah satu kunci untuk menekan korupsi adalah negara berperan aktif dalam mensejahterakan rakyatnya. Yaitu caranya, memberikan subsidi yang besar untuk pendidikan, kesehatan, warga yang tertimpa musibah, singkatnya memperkaya umum, bukan memperkaya diri sendiri atau pun orang lain,\" imbuhnya. Sementara Koordinator Bidang Politik dan Kebijakan Publik ISJ, Agus Pranata SE, menyayangkan ketidakhadiran Kejari Bengkulu dalam dialog ini. Ia menyampaikan, sikap Kejari Bengkulu tersebut menciderai amanah reformasi tentang transparansi publik yang termaktub dalam Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. \"Ini menunjukkan keengganan aparat penegak hukum dalam melakukan transparansi. Kita tahu ada beberapa negara yang indeks korupsinya sangat rendah seperti Denmark. Dan salah satu kunci keberhasilan mereka adalah adanya transparansi publik. Publik diberikan ruang seluas-luasnya untuk menilai dan mengawasi, baik itu lembaga eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif sekalipun. Sayang penegak hukum kita tidak seberani Denmark dalam masalah ini,\" ujarnya. Dialog berlangsung cukup dinamis dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para audiens. Sejumlah organisasi mengaku mengalami keringat dingin dengan derasnya arus informasi publik mengenai dugaan korupsi dalam kasus Bansos itu. Beberapa audiens memberikan dukungan moril kepada Kejari Bengkulu atas gebrakannya dalam mengusut berbagai kasus dugaan korupsi di Bengkulu. (009)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: