Proyek Transmigrasi Putus Kontrak
CURUP, BE - Tuntutan puluhan pekerja untuk penuntasan pembayaran sisa upah kerja pembukaan lahan Transmigrasi Bukit Merbau tahun anggaran 2013, tampaknya akan menjadi harapan hampa. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Rejang Lebong (Dinsosnakertrans RL) setidaknya telah melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap PT Pirsa Cara Berkarya sebagai pihak ke tiga yang dilibatkan dalam proyek tersebut. Kepala Dinsosnakertrans RL Bambang Irawan, SH kepada wartawan belum lama ini membenarkan pemutusan kontrak tersebut. \"Kegagalan karena gangguan cuaca dan lain-lain membuat pekerjaan selesai 55.69 persen, meski begitu kita bersyukur telah menyelesaikan 50 unit rumah bahkan telah ditempati 50 kepala keluarga, tempat lain belum tentu selesai,\" tegasnya. Dijelaskan Bambang, mulanya anggaran proyek tersebut mencapai Rp 6 miliar lebih, untuk 100 unit rumah, namun ada pemotongan sekitar 2,3 persen membuat anggaran hanya bersisa Rp 4 miliar lebih sehingga hanya bisa membangun 50 unit rumah. \"Sisa anggaran tidak kita cairkan, sudah kita setorkan kepada pemerintah pusat,\" terangnya. Apakah Dinsosnakertrans akan melanjutkan proyek tersebut, Bambang tidak menjamin hal tersebut. \"Kalau begini jadinya siapa yang akan melanjutkan, kita ingin membangun malah orang di Lembak meributkannya,\" sesal Bambang. Soal tuntutan pembayaran sisa upah kerja pembukaan lahan Transmigrasi Bukit Maerbau tahun anggaran 2013, Bambang menegaskan, hal itu wewenang kontraktor. \"Tanyakan ke kontraktornya, kami ini hanya teknisnya saja.\" jawabnya. Begitu juga soal tuntutan jatah hidup, Bambang menegaskan hal itu kewenangan pemerintah Provinsi Bengkulu. Hanya saja untuk dari Rejang Lebong memang belum bisa dibayarkan karena anggaran masih terganjal. \"Anggaran jatah hidup masih dibintang, jadi belum bisa dibayarkan. Kami juga tidak bisa berbuat banyak, tidak mungkin kami harus berhutang,\" jelasnya. Sementara itu Dasrul (42) warga asal Semarang Jawa Barat mengaku mulai menempati rumah hasil transmigrasi pada bulan Desember 2013. \"Bulan pertama kami dapat jatah hidup beras dan sembilan bahan pokok, bulan ke dua 85 gram beras dan alat pertanian, tempat tidur, bulan ke 3 kami belum dapat apa-apa memang,\" terangnya. Dasrul yang juga dilibatkan dalam pekerjaan pembukaan lahan mengaku mempertanyakan dana tebas tebang sebagai ganti rugi. \"Perjanjian saat sosialisasi kalau dikerjakan sendiri dana diambil, kalau tidak terima siap tanam, hanya saja kami yang mengerjakan sendiri menerima upah bervariasi, ada yang Rp 1,8 juta, ada Rp 700 ribu, ada Rp 300 ribu bahkan ada yang tidak dapat sama sekali, selain itu gaji 6 bulan kami belum dibayarkan sebagai hak kami,\" sesal Dasrul. (999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: