Pulau Tikus Dilarang, Injatama Transhipment di Sumbar
Bengkulu Dapat Apa?
BENGKULU, BE – Banyak jalan menuju Roma, begitulah pepatah mengatakan. Akibat larangan transhipment di Pulau Tikus oleh Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, PT Injatama yang berlokasi di Ketahun Bengkulu Utara melakukan ekspor batu bara melalui Selat Tinopo Pulau Pagai Sumatera Barat. Tentu saja bea cukai, agency dan pajak serta pendapatan Dinas Perindag yang dapat nama adalah Sumatera Barat bukan Provinsi Bengkulu. Ini dilakukan karena alur Pulau Baai yang tidak bisa dimasuki kapal besar dengan kapasitas 60 ribu ton. Kalau sudah seperti ini, siapa yang salah? Hampir tiap hari tongkang yang mengangkut batu bara tersebut antara lain: TB SMS Sakti BG LL 2704, TB LL Jaguar BG, LL TB Anugerah 8 BG Sentosa Jaya 2707, TB Anugerah 12 BG Sentosa Jaya, TB Barlian BG LL, yang melakukan transhipment ke Pulau Pagai. Juga TB Marina 18 BG Marine Power plant. Hal ini dibenarkan pimpinan PT Injatama Jose Sumardi melalui percakapan BBM kepada Bengkulu Ekspress. Sayangnya ketika hal ini dikonfirmasi kepada UPP Linau, Sahrul membantah jika Injatama masih melakukan pengiriman batubara ke Padang. Menurutnya sejak 2 bulan terakhir sudah tidak melakukan pengiriman batu bara ke Padang Sumatera Barat. Tentu saja hal ini berbeda dengan kejadian di lapangan dan pernyataan pimpinan PT Injatama. Ada apa UPP Linau menutup-nutupi hal ini. Yang semestinya sebagai aparatur negara yang digaji oleh uang rakyat harusnya melakukan tugas sebagai abdi negara. Melakukan pengawasan dan melakukan tugasnya kepada negara. Jose Sumardi mengatakan telah mengalami kerugian hingga Rp 25 miliar akibat demurage di Pulau Tikus yang mendadak dilarang. Dampaknya sangat luar biasa, karena lebih dari 5 hari harus membayar denda US$ 12.000 dan pada bulan Agustus 2012 dan tiba tiba distop, sementara Injatama punya kontrak 9 kapal. Karena itu untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, pihaknya mengambil keputusan melakukan pengapalan melalui Padang Sumatera Barat. Tentu biaya yang timbul akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan melakukan transhipment di Pulau Tikus. Meski demikian sudah melalui kajian yang terbaik. Karena jarak tempuh ke Pulau Pagai Sumatera Barat kurang lebih 80 mil atau sekitar 30 jam, sedangkan ke Pulau Baai sebenarnya bisa ditempuh kurang lebih 10 jam. Saat disinggung apakah tidak mengganggu jalur rencana pengeboran minyak di lepas pantai yang direncanakan akan dilakukan tahun ini. Menurut Jose jalur batu bara tidak melewati rencana pengeboran. \"Sepanjang tidak ada solusi, Pelindo juga tidak bisa dimasuki kapal 60 ribu ton dan Pulau Tikus dilarang digunakan, mau tidak mau harus melalui Sumatera Barat,\" tuturnya. Kelihatannya aneh memang, Bengkulu Punya laut dan potensi yang luar biasa, karena kepentingan kepentingan tertentu, sehingga Bengkulu tinggal jadi penonton saja. Menurut Jose Sumardi kendati melakukan transhipment di Pagai Sumbar, tetap saja PAD masuk ke Bengkulu, bukan ke Sumbar. Bahkan kabupaten asal barang dalam hal ini Bengkulu Utara mendapatkan royalti 30% atau 40 % begitu juga dengan Provinsi Bengkulu juga mendapatkan. Karena royalti setiap kapal besar Rp 1,5 miliar. Pemprov Harus Tegas Pemerintah Provinsi Bengkulu kembali gagal memanggil petinggi PT Pelindo pusat untuk hadir di kantor gubernur untuk membahas persoalan alur yang mencuat belakangan ini. Sebelumnya, Pemprov sudah menjadwalkan pemanggilan Pelindo Selasa (18/3) lalu, namun karena petinggi Pelindo pusat tengah mengikuti suatu acara di Sumbar akhirnya pertemuan ditunda hingga kemarin (24/3). Namun kali ini pertemuan kembali ditunda, karena Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Provinsi Bengkulu, Drs Eko Agusrianto tengah dinas luar (DL) ke Bangka Belitung. \"Masih dijadwal ulang, karena saya sedang ada kegiatan di luar kota,\" ungkap Eko saat dihubungi, kemarin. Eko sendiri belum bisa memastikan kapan pertemuan dengan petinggi Pelindo membahas masalah kedalaman alur Pelabuhan Pulau Baai tersebut. Karena pihaknya masih menunggu kesiapan dari petinggi Pelindo pusat. Sementara itu, Advisor Pengendalian Kinerja dan PFSO sekaligus Humas PT Pelindo II Bengkulu, Mattasar SR SE mengakui tidak mendapat undangan dari Pemprov. \"Kalau diundang, kami pasti akan datang. Tapi sama sekali tidak ada undangannya. Kemungkinan pemprov menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkan Pelindo II Bengkulu, makanya kami tidak diundang. Kalau mereka mau menyelesaikan sendiri, silahkan saja,\" ungkap Mattasar. Ia menegaskan, pihaknya tetap tidak mengakui hasil sounding yang menyebutkan bahwa kedalaman alur 10 meter tersebut. Karena kedalaman alur sesungguhnya adalah 13,5 sampai 14 meter. \"Kalau KSOP dan tim sounding tidak mau berubahnya dan tidak mau melakukan sounding ulang, silahkan saja. Yang jelas kami tetap menolak hasil yang menyatakan kedalaman alur hanya 10 meter itu,\" sampainya. Terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Khairul Anwar BSc meminta Pemprov harus tegas memanggil pihak Pelindo untuk menyelesaikan masalah kedalaman alur tersebut. Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan miss masalah itu semakin besar hingga meruhikan perekonomian Bengkulu. \"Pemprov jangan tunda-tunda terus. Pemprov harus tegas demi kebaikan dan kepentingan bersama,\" ungkap politisi PDIP ini. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah itu, antara pemprov, Pelindo, KSOP dan anggota tim sounding lainnya memang harus duduk bersama. Karena kedalaman alur yang tidak sesuai dengan faktanya merupakan masalah besar yang harus segera dituntaskan. \"Kalau memang Pemprov tidak mampu menyelesaikan masalah ini, nanti Komisi III yang akan memanggil Pelindo. Namun tunggu selesai Pemilu dulu, karena saat ini semua anggota dewan tengah fokus menghadapi Pemilu 9 April mendatang,\" ujarnya. Di sisi lain, Khairul juga sangat menyayangkan sikap Pelindo tidak melibatkan Komisi III dalam sounding tersebut. Karena Komisi III sendiri merupakan mitra sekaligus pengawas PT Pelindo II Cabang Bengkulu dan ikut mengetahui persoalan yang sebenarnya di pelabuhan tersebut. \"Harusnya kami dilibatkan dalam sounding, jika tidak dilibatkan seperti ini, kami juga tidak mendapatkan data hasil sounding sehingga kami tidak mengetahui kedalaman alur Pelabuhan Paulau Baai, padahal sebagai mitra kami berhak mengetahuinya,\" sesalnya.(400)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: