Bermain dan Belajar Sama Penting
DUNIA anak adalah dunia bermain. Sebab bagi anak, bermain sama pentingnya dengan belajar. Nah, bermain yang baik bagi anak adalah bukan melulu sibuk dengan gadget dan peranti elektronik lainnya, namun bermain bersama orang tua, saudara, dan teman-temannya. \"Main itu proses belajar secara kinestetik pada anak. Baik main dengan Anda ataupun main dengan teman sebayanya itu sama pentingnya,\" kata psikolog anak, Anna Surti Ariani., M.Si di acara Talkshow yang diadakan Sarihusada. Di Restoran Kembang Goela, Jl. Jend. Sudirman Kav. 47-48, Jakarta Selatan, Kamis (5/9/2013). Menurut Anna, bermain bagi anak ada beberapa tipe, yakni bermain dengan orang yang lebih tua ataupun bermain dengan anak yang lebih muda. Jika bermain dengan orang yang lebih tua, maka anak akan belajar mengikuti dan tunduk pada aturan. Sedangkan jika bermain dengan anak yang lebih muda, maka anak akan belajar mengalah dan belajar memimpin. \"Kemudian belajar mengasuh atau menenangkan adik-adiknya. Dengan yang sebaya, proses itu bisa bergantian. Jadi kadang dia jadi pemimpin. Kadang dia mengikuti aturan. Sebetulnya kegiatannya ya sederhana aja, intinya ya main,\" tutur Anna. Anna juga menambahkan, \"Selain itu anak juga bergerak, aktif. Kalau dia bergerak, maka ada proses belajar secara kinestetik. Dan kita tahu bahwa proses belajar kinestetik itu nempelnya di kepala tuh nempel banget. Daripada sekadar membaca, atau cuma dikasih tau aja sama orang lain.\" Ia menyatakan bahwa ada baiknya anak bermain terjun ke lapangan daripada hanya diam di rumah atau kamar dan bermain gadget. Orang tua juga perlu memperkenalkan anak pada permainan tradisional. \"Selain itu di saat dia bermain pasti dia akan menemukan yang namanya konflik. Misalnya temannya malas main, dia akan cari cara supaya temannya tidak malas main. Atau pada saat dia main justru marahan. Ia akan belajar menyelesaikan konflik. Itu akan jadi pekerjaan anak-anak di masa depan, menyelesaikan masalah,\" tutur Anna. Dengan bermain bersama orang lain, kecerdasan anak pun akan meningkat. Sebab sensitivitasnya pada orang lain akan terasah sehingga meningkatkan perasaan yabng dimilikinya. \"Sehingga tidak hanya menjadi orang yang egois saja tapi juga bisa berbagi,\" tambah Anna. Dalam pengasuhan anak, sambungnya, ada tantangan yang juga akan dihadapi oleh orang tua. Misalnya adalah kekhawatiran perbedaan pandangan dengan orang tua lain. Karena tidak bisa menemukan hal unik yang dimiliki anak, terkadang orang tua jadi mengikuti pengasuhan yang dilakukan orang tua lainnya. \"Selain itu dia juga tidak bisa berpikir, apa yang betul-betul tepat untuknya, betul-betul unik bagi dirinya yang memang dia butuhkan, menghilangkan pemikiran itu yang sebetulnya penting buat dia. Tantangan yang lainnya juga memberikan ketegasan, misalnya anak nangis jadinya kita kasihan dan tidak bisa tegas,\" tutur Anna. \"Padahal ada baiknya pada saat anak nangis, biarkan dia nangis lalu setelah nangis ajak dia untuk memikirkannya lagi. Itu saja lebih positif, anaknya akan belajar mengendalikan emosinya yang kelak juga jadi bisa mengatur dirinya,\" lanjut dia. Dia menjelaskan bahwa anak yang bisa mengatur dirinya kelak bisa membuatnya \'naik kelas\' dalam perkembangan emosional dan itu akan jadi lebih luar biasa lagi. \"Pada saat dewas apun kalau dia lagi malas kerja, ia tetap bisa atur diri dan semalas malasnya dia bisa tetap selesaikan tugasnya dengan baik,\" tuturnya. Jadi, yang terpenting bukanlah aktivitasnya namun kebersamaan antara orang tua dan anak. Namun harus dipahami juga bahwa orang tua bukanlah pengatur anak, melainkan bertugas mendampingi dan membantu hanya ketika dibutuhkan. (vit)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: