MENDIDIK ATAU MENGHUKUM? KONTROVERSI PENGIRIMAN ANAK BERMASALAH KE BARAK MILITER

Ditengah krisis moral dan sosial yang menimpa generasi muda, pendidikan militer bisa menjadi solusi yang patut dipertimbangkan. -sumber: Instagram @dedimulyadi71 (5 mei 2025)-
Remaja adalah masa pencarian jati diri, masa-masa membutuhkan pengakuan, penuh gejolak dan ketidakteraturan. Namun beberapa waktu terakhir sering kita mendengar bahwa banyak sekali remaja yang tenggelam dalam perilaku menyimpang seperti tawuran, miras, bahkan tindak pidana yang serius. ketika nasihat tak mempan, konseling gagal, dan sekolah menyerah, apakah barak militer jawabannya?
Pemerintah saat ini membuat kebijakan untuk menempatkan remaja yang bermasalah di barak militer. tentunya kebijakan ini memunculkan berbagai tanggapan di kalangan masyarakat. Sebagian pihak menolak keras dengan alasan pelanggaran hak asasi anak dan resiko adanya kekerasan. Namun, bagi saya kebijakan ini tentunya patut di dukung sebagai upaya penyelamatan yang tegas, terarah, dengan berbasis kedisiplinan.
Salah satu masalah utama yang di hadapi remaja adalah ketidakteraturan dalam kehidupan mereka. Banyak dari mereka yang tumbuh di lingkungan yang permisif, tanpa adanya otoritas yang tegas dan konsisten. Sedangkan di barak militer, mereka diajarkan untuk bangun pagi, merapikan tempat tidur, menjaga kebersihan, dan tepat waktu. kebiasaan kecil ini membentuk sikap tanggung jawab yang selama ini hilang. Mereka diajarkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi dan keberhasilan berasal dari kedisiplinan.
BACA JUGA:3 Polisi Gugur Di Arena Sabung Ayam, Intelijen yang Buruk dan Benarkah ada Sinergitas TNI-Polri?
BACA JUGA:Tren Ujaran Kebencian di Media Sosial dan Dampaknya
Lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter remaja. Ketika mereka di biarkan terus bergaul dan berada pada lingkungan yang buruk, maka rehabilitasi akan sulit berhasil. Program pendidikan militer tentunya akan memutus rantai tersebut. Remaja yang di tempatkan di barak militer di pisahkan dari pengaruh buruk, kemudian diarahkan pada komunitas yang melatih kerjasama, loyalitas, dan berdaya juang.
Di dalam barak militer, remaja juga mengikuti pelatihan fisik. Pelatihan fisik yang intensif membantu menyalurkan energi berlebihan yang selama ini digunakan untuk tidakan agresif dan destruktif seperti tawuran. Tidak hanya tubuh yang di perkuat tetapi mental dan daya tahan emosional mereka.
Beberapa negara telah menerapkan program militer dengan hasil yang positif. di Amerika serikat dengan adanya program “Juvenile Booth Camp” bagi remaja bermasalah, program ini terbukti menurunkan tingkat resividisme (pengulangan pelanggaran) pada peserta Camp tersebut. Di Korea Selatan bahkan mewajibkan militer bagi warganya yang terbukti meningkatkan kedisiplinan dan rasa nasionalisme pada generasi muda.
BACA JUGA:Harmoni dalam Keberagaman: Desa Air Petai Sebagai Desa Moderasi Beragama
BACA JUGA:Kejati Bengkulu Sita Mega Mall dan PTM Terkait Dugaan Korupsi PAD Puluhan Miliar
Tentunya ada kekhawatiran bahwa pendekatan militer akan menimbulkan trauma atau terlalu keras untuk remaja. Namun perlu diingat, pendidikan militer yang di maksud bukanlah penyiksaan fisik dan kekerasan. Melainkan pelatihan dengan pendekatan yang tegas dan terukur yang di padukan dengan konseling dan pendidikan karakter.
Argumen bahwa tidak semua remaja cocok dengan pendekatan militer juga dapat di benarkan. Namun perlu di catat bahwa kebijakan ini bukan untuk semua remaja, melainkan untuk mereka yang telah menunjukkan gejala kenakalan serius dan tidak peduli terhadap pendekatan konvensional
Barak militer bukanlah tempat untuk menghukum melainkan tempat untuk membentuk. Ditengah krisis moral dan sosial yang menimpa generasi muda, pendidikan militer bisa menjadi solusi yang patut dipertimbangkan. Dengan pengawasan yang tepat, dukungan psikologis, dan kurikulum yang seimbang, barak militer bisa menjadi tempat bagi anak- anak yang “hilang arah” untuk menemukan kembali tujuan hidupnya.
Masyarakat dan pemerintah perlu membangun sinergi untuk mendukung kebijakan ini. bukan karena kita ingin menghukum anak-anak kita. tetapi karena kita percaya bahwa mereka masih bisa di selamatkan.
Opini oleh: Sola Gracia Bernadine Mboeik
Mahasiswi Magister Pendidikan Matematika Universitas Bengkulu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: