MEMBANGUN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL

MEMBANGUN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL

\"\" Penulis : Marroli J. Indarto* Di tengah situasi yang memanas pasca ledakan kasus covid-19 variasi Delta. Informasi cairnya Bantuan Sosial (Bansos) menjadi harapan nyata masyarakat Berkaca dari pencairan bansos di tengah pandemi tahun 2020, ternyata sukses dan tidaknya pemberian bansos bukan hanya perihal teknis penyaluran, namun juga pengomunikasian pemberian bansos juga menjadi kunci tercapainya tujuan program bansos kepada masyarakat. Komunikasi yang dibangun mengenai program bansos harus lah tepat dan akurat. Jika tidak maka program bansos dapat menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. Harus dihindari  disinformasi dan misinformasi  dalam penyaluran bansos karena isu sensitif dan berpotensi menimbulkan percakapan di tengah masyarakat. Perlu disiapkan akses informasi yang terbuka dan mudah dijangkau masyarakat. Informasinya pun harus dikuasai oleh ujung tombak komunikasi pemerintah, yaitu para perangkat desa atau kelurahan. Pemerintah pengambil kebijakan terus  melakukan evaluasi terhadap kebijakan bansos, tentang sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap program tersebut. Survei terkait persepsi publik tentang bansos sembako sejak Juli sampai Agustus 2020 yang Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukkan komunikasi program bansos. Riset ini melibatkan 1.111 responden penerima bansos dari Kementerian Sosial RI pada 20 kabupaten/kota di Indonesia, dengan jumlah responden terbanyak adalah perempuan yakni 673 orang, sedangkan dari responden pria sebanyak 438 orang. Awalnya persentase survei berdasarkan jenis kelamin ini dibagi rata, namun kenyataan di lapangan berbeda. Hal ini disebabkan mayoritas penerima bansos adalah lansia dan janda. Adapun untuk metode yang digunakan berupa pengisian kuesioner dan wawancara tatap muka. Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified cluster sampling dengan margin of error 3%. Mengacu pada hasil survei, sesungguhnya masyarakat memiliki pemahaman yang cukup mengenai program bansos sembako. Mereka dapat mengerti jumlah nominal bantuan, asal muasal bantuan, faktor penyebab sehingga bantuan sembako disalurkan, dan pihak mana saja yang dikategorikan sebagai penerima. Masyarakat juga mengerti dimana letak perbedaan antara bansos sembako dengan bantuan lainnya. Jika dijabarkan lebih lanjut, terdapat 34,9% responden memiliki pengetahuan cukup tentang bansos, selanjutnya sebesar 15,9% lainnya memiliki pengetahuan baik, bahkan 4,8% responden sudah paham sangat baik tentang bansos. Survei juga menunjukkan bahwa di sisi berbeda, terdapat 28,2% responden masih kurang paham terkait bansos, bahkan 16,2% lainnya sangat kurang. Riset ini juga mengungkapkan, walaupun masyarakat memiliki pengetahuan tinggi tentang bansos sembako, akan tetapi mereka tidak cukup familiar dengan kanal aduan bansos yang disediakan pemerintah, juga minimnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan kanal aduan tersebut. Fakta ini mempertegas perlunya penyempurnaan strategi komunikasi terkait bansos. Ketidakpahaman masyarakat tentang kanal aduan bansos, dibuktikan dengan tingginya persentase responden yang tidak familiar dengan kanal aduan bansos, yaitu sebesar 35%, bahkan terdapat 32,3% mengaku sangat kurang tahu atau tidak tahu sama sekali. Responden yang memiliki pengetahuan cukup hanya sebesar 19,7%, sedangkan yang tergolong mengetahui dengan sangat baik jumlah sangat sedikit, yakni di kisaran 0,6%,. Hanya 10% yang memiliki pengetahuan baik tentang hal ini, serta sisanya 2,3% memilih tidak menjawab. Pada survei ini menunjukkan hanya 3.7% responden yang pernah menggunakan kanal aduan bansos sedangkan 94.7% sama sekali tidak pernah menggunakan portal pengaduan resmi pemerintah. Selain itu, ada 1.6% responden yang tidak menjawab pertanyaan ini. Persentase tersebut menunjukkan sangat kurangnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan kanal aduan bansos untuk melaporkan berbagai macam temuan atau permasalahan yang dialami, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam upaya mendapatkan informasi bansos, pemerintah desa dan televisi menjadi rujukan utama. Persentase responden yang menerima informasi tentang bansos dari pemerintah desa sebesar 67.35%. Penyebabnya dikarenakan pemerintah desa adalah jenjang birokrasi yang paling dekat dengan masyarakat. Sementara itu, Kementerian Sosial bertengger di posisi kedua dengan angka 16,8% diikuti oleh Pemerintah Daerah yaitu sebesar 14.51%. juga ada  12.55% mendapatkan informasi dari sumber-sumber lainnya. Meskipun media sosial menjadi tren kekinian, namun hal itu tidak berlaku dalam urusan mengakses informasi bansos. Faktanya hanya 20,69% responden menerima informasi bansos dari medsos, Televisi masih merupakan sumber informasi utama yakni sebanyak 40.68%. Hal ini dikarenakan masyarakat penerima bansos lebih akrab dengan saluran televisi. Sementara itu, masyarakat yang menerima informasi mengenai bantuan sosial melalui media online, media cetak/koran, dan radio jumlahnya jauh lebih kecil, yaitu masing-masing hanya 4,51%, 6,67%, dan 6,18%. Jika dilihat berdasarkan preferensi pilihan media responden pada survei ini, seolah mayoritas masyarakat Indonesia belu memanfaatkan media sosial. Hal ini terlihat karena sebagian besar responden masih mengandalkan televisi sebagai sumber informasi utama dan belum pernah memanfaatkan kanal aduan bansos, yang identik dengan platform modern. Namun sebenarnya tidak demikian. Jika ditinjau dari demografi masyarakat yang menjadi responden dalam survei ini, mayoritas responden sudah berusia 40 tahun lebih. Secara rinci, terdapat 31% responden beruusia 40-49 tahun, 26% responden berusia 50-59 tahun, 18% responden berusia 60 tahun ke atas, dan 25% sisanya memiliki usia kurang dari 40 tahun. Sehingga berdasarkan statistik kelompok usia, maka wajar jika mayoritas responden pada survei ini lebih mengandalkan televisi, karena sudah terlebih dulu dikenal dan tersebar luas di daerah-daerah dibandingkan dengan media informasi lainnya. Mengacu pada hasil survei, penting bagi Kemkominfo menyempurnakan strategi komunikasi terkait bansos dengan cara memperkuat  sosialisasi. Sosialisasi sebaiknya lebih difokuskan pada pengenalan kanal aduan bansos, dengan harapan kanal ini dapat lebih dikenal luas oleh masyarakat. Ada banyak cara sosialisasi yang dapat dipilih, mulai dari pemanfaatan perangkat desa, iklan layanan masyarakat di televisi nasional maupun lokal, dan penggunaan media sosial. Dengan cara ini, besar harapan agar masyarakat lebih memahami program pemerintah pusat khususnya bansos sembako dan kanal aduan bansos, agar masalah bisa diminimalisir dan ditangani sedini mungkin. *Penulis adalah Pranata Humas Madya Kementerian Komunikasi dan Informatika

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: