Ichwan Yunus Meninggalkan Kampung Halaman (Bagian 1)

Ichwan Yunus Meninggalkan Kampung Halaman (Bagian 1)

\"BupatiPerjalanan Menuju Bengkulu   Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa Ichwan merasa alam pedesaan yang hidup dari hasil pertanian itu kurang bersahabat dengannya. Hal ini disadari Ichwan setelah hampir semua pekerjaan yang pernah dicobanya selalu saja tidak mcmperoleh hasil yang memuaskan. Kekecewaan demi kekecewaan itulah yang membuat Ichwan berniat untuk pergi ke Bengkulu melanjutkan sekolahnya jika kelak sudah tamat sekolah SD di kampung halamannya. Kini saat yang dinanti-nantikan itu semakin dekat, karena tidak lama lagi ia harus berangkat ke Bengkulu untuk menempuh ujian akhir sekolah dasarnya. Setelah segala persiapan selesai, mulai dari bekal selama perjalanan, sedikit biaya hidup untuk beberapa lama di Bengkulu,sampai dengan persaratan  adminisratif untuk menempuh ujian akhir. Pada suatu hari,  Ichwan lupa tepat hari, tanggal dan bulan keberangkatan nya tahun 1953, untuk pertama kali nya ia meningal kan kampung halaman menuju bengkulu.  Walaupun kepergian Ichwan tidak disertai oleh orang tua atau saudaranya, tapi ia merasa senang. Ia  berangkat bersama-sama dengan 60 orang kawan sebaya dan seperjuangan.  Salah satu dari mereka yang tertua ditunjuk sebagai kepala rombongan. Jarak desa Mukomuko dan Bengkulu lebih kurang 300 km.  Jarak ini  ditempuh selama lebih kurang 7 hari, yang dibagi dalam dua tahapan perjalanan.  Tahap pertama, dari Mukomuko ke Ketahun, di tempuh dengan berjalan kaki selama lebih kurang lima hari. Tahapan ke dua adalah dari Ketahun sampai ke Bengkulu ditempuh, dengan menumpang mobil jenis truk selama kurang lebih dua hari. Perjalanan dari Mukomuko ke Ketahun sendiri biasanya di bagi dalam beberapa etape. Mukomuko-Bantal, Bantal –Ipuh, Ipuh-Air Rami,  Air Rami-Sebelat, dan Sebelat-Katahun. Etape ini dibuat bukan hanya karena perhitungan rasio antara jarak tempuh dengan daya tahan tubuh manusia berjalan kaki.  Untuk menempuh etape pertama dari Mukomuko ke Bantal, yang ada dibenak pejalan kaki selama menempuh etape ini hanyalah Bantal bukan Ipuh, Lais apalagi Bengkulu tidak beberapa lama kemudian hati mereka merasa lega karena sudah sampai ke Bantal. Selanjutnya untuk menumpu etape kedua, Bantal – Ipuh, mereka memulainya dengan semangat yang baru lagi menuju Ipuh, dan sampai ke Ipuh, begitulah seterusnya. Jika tidak di bagi lagi kedalam etape seperti tersebut, maka perjalanan selama 7 hari niscaya akan terasa capek, jenuh dan membosankan. Perjalanan dari Mukomuko ke Ketahun hanya di lakukan pada pagi dan sore hari karena sepanjang perjalanan mereka melewati hutan belentara, menyeberangi banyak sungai besar dan kecil, hanya sesekali saja melewati perkampungan.   Belum ada penerangan listrik sama sekali. Setiap malam tiba, rombongan mencari tempat yang aman untuk beristirahat dan mengingat, biasanya di kampung atau tempat yang tidak terlaluh jauh dari perkampungan. Pagi hari di saat fajar mulai menyingsing mereka melanjukan perjalanan lagi siang hari pada saat perut sudah terasa lapar mereka berhenti untuk beristirahat sejenak dan makan siang.  Kemudian mereka  melanjukan perjalanan lagi sampai malam hari tiba mereka beristirahat kembali begitulah seterusnya.  Sampai akhirnya hati mereka lega setelah memasuki desa Ketahun, karena perjalanan panjang mereka dangan berjalan kaki segera berakhir, dan selanjutnya mereka akan melanjutkan perjalanan ke Bengkulu dengan  mengunakan mobil truk. Selama perjalanan sebenarnya tidak ada peristiwa yang sanyat istimewa yang dialami Ichwan dan kawan-kawannya, tetapi yang jelas perjalanan selama 7 hari itu tentu saja sangat melelahkan. Akan tetapi karena dijalani dengan penuh suka cita, penuh canda ria dan tawa, serta semangat yang tinggi, Ichwan dan kawan-kawanya tidak begitu merasakan kelelahan yang berlebihan. Peristiwa yang cukup unik, menyedihkan dan sekaligus menggelikan dalam perjalanan tersebut yang tidak bisa dilupakan Ichwan adalah ketika menyeberangi Sungai Air Bulu. Seperti biasanya sebelum menyeberangi sungai, di bawah komando ketua rombongan, mereka terlebih dahulu memperhatikan situasi dan kondisi sungai, di samping kedalaman sungai dan kederasan arus, mereka juga memperhatikan ketinggian ombak, karena mereka menyeberangi melewati bibir pantai. Setelah semuanya  dipastikan aman untuk disebrangi, maka mulailah mereka menyeberang dengan berjalan kaki secara perlahan tapi pasti.   Waktu itu kedalaman sungai sebatas lutut orang dewasa. Saat mereka sedang berada di tengah- tengah sungai, tiba-tiba datang arus besar dari hulu sungai menerpa mereka.  Semuanya menjerit histeris, sambil berusaha bertahan dengan menghunjamkan jari-jari kaki atau tumit ke dalam pasir tempat mereka berpijak. Syukur mereka semua selamat sampai ke seberang, walaupun ada di antara mereka ada yang sempat terseret ombak. Yang jelas mereka semua basah kuyup, tubuh gemetar karena rasa dingin dan cemas. Tetapi semangat mereka tetap tinggi, dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan kembali. Perjalanan selama tujuh hari dari desa Mukomuko ke Bengkulu tergolong lambat jika diukur dengan perjalanan normal yang di lakukan oleh orang laki-laki dewasa. Lain halnya dengan perjalanan yang dilakukan oleh Ichwan dan kawan-kawannya, lambatnya pejalanan karena dua alasan. Pertama, karena banyak menyeberangi sungai-sungai besar dan kecil dengan media penyeberangan yang beragam. Ada yang mengunakan jembatan yang sangat sederhana, jembatan gantung yang bergoyang jika dititi. Jika tidak memiliki jembatan dan sungainya dalam, maka biasanya mengunakan rakit atau perahu.   Jika sungainya dangkal, biasanya tidak mengunakan media, tapi cukup dengan menyisingkan atau membuka celana panjang yang di kenakan sambil menjunjung tas atau barang bawaan di atas kepala. Ada juga tempat penyebrangan yang mengharuskan mereka antri atau bergiliran menyeberang karena keterbatasan media penyebrangan yang tersedia. Kedua, kerena dalam rombongan Ichwan terdapat beberapa orang perempuan.  Walaupun sebenarnya Ichwan sendiri tidak setuju kalau para pejuang wanita yang menyertai mereka itu di katakan penghambat perjalanan, justru kehadiran kaum hawa itu membawa spirit dan sekaligus penghibur dalam perjalanan. Sebuah kenangan khusus Ichwan dalam perjalanan ini karena selalu di”tempel”i pelajar-pelajar wanita, (bukan dalam arti jalinan asmara).  Namun  mereka merasa aman kalau berdekatan dengan Ichwan. Mereka yang merasa aman karena Ichwan memiliki postur tubuh yang kecil, paling kecil di bandingkan dengan kawan-kawannya yang lain dalam rombongan perjalanan tersebut. Dengan postur tubuh yang kecil itu, teman-teman wanitanya mengangap dan cenderung melakukan Ichwan seperti anak kecil. Anggapan mereka, tidak mungkin anak kecil seperti Ichwan akan berbuat hal-hal yang tidak wajar. Alasan lain menurut hemat Ichwan adalah kerena sifat familier dan penuh perhatian yang melekat dalam kepribadian Ichwan sendiri. Wajar mereka seolah mendapatkan perlindungan di sisi Ichwan, aman dari kemungkinan Ichwan berlaku tidak senonoh dan aman dari gangguan orang atau sesuatu yang membuat mereka takut. Demikian selama dalam perjalanan itu Ichwan selalu diapit oleh kawan lain jenisnya, terutama saat melintas di jalan hutan rimba yang sunyi sepi dan saat istirahat malam hari.(bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: