Terorisme dan Radikalisme Ancaman Terbesar
BENGKULU, BE - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bengkulu menggelar Focus Group Discussion (FGD) literisasi informasi pencegahan terorisme dengan tema \"Indonesia Adalah Kita\" yang selenggarakan di Aula Grage Hotel Bengkulu, Kamis (3/9). Salah satu pemateri dalam kegiatan tersebut, Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Dr Hj Andi Intan Dulung MH mengatakan, penyebaran radikalisme yang mengarah ke terorisme di Indonesia masih menjadi ancaman paling besar. Berdasarkan hasil survei nasional tahun 2017 dan 2018, dari rentang 0 sampai 100 sudah ada sekitar 42,5 persen radikalisme menyebar di tengah masyarakat. Seiring berkembangnya teknologi, banyak sekali internet atau media sosial yang menyajikan konten radikalisme. Tercatat dari tahun 2017 sampai Maret 2019 sudah ada 13 ribu konten radikalisme ditemukan. \"Medsos ini dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab menyebarkan konten radikalisme. Kondisi semakin parah ketika sejumlah orang menyebakan informasi tanpa memastikan dulu kebenarannya,\" jelasnya. Lantas bagaimana cara mengetahui masyarakat yang terpengaruh paham radikalisme atau terorisme? Andi Intan mengatakan, secara kasat mata akan susah ditebak. Untuk itu, dalam setiap sosialisasi yang dilakukan BNPT dengan FKPT seluruh Indonesia selalu mengundang Lurah, Kades, Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa. Sejumlah pihak tersebut diundang karena paling dekat dengan masyarakat, sehingga mengetahui kondisi lingkungan dan sosial masyarakat. Secara tidak langsung mereka tahu jika ada awrga baru yang mencurigakan. \"Lurah, Kades, Bhabinkamtibmas dan Bhabinsa dekat dengan masyarakat, jadi mereka paling tahu jika ada hal mencurigakan,\" imbuhnya. Sementara itu, Praktisi Media, Yosep Adi Prasetyo mengatakan, radikalisme dan terorisme erat kaitannya dengan media. Karena terorisme dianggap hal yang sensasional dijadikan berita untuk menarik pembaca, baik media online, cetak atau televisi. Sebelum adanya peraturan pedoman peliputan terorisme, sejumlah media bebas meliput secara live penangkapan terorisme. Secara tidak langsung liputan live terorisme bisa menggagalkan operasi penangkapan terorisme. Karena tidak menutup kemungkinan terorisme akan mengetahui gerakan aparat yang akan melakukan penangkapan. \"Untuk itu, media harus sangat hati-hati menyampaikan berita tentang terorisme, harus berpedoman peliputan terorisme,\" jelas Yosep. Disisi lain, Ketua FKPT Bengkulu, Brigjen Purn Drs Ruslan Riza MM memastikan, dengan adanya FGD tersebut Provinsi Bengkulu harus benar-benar bersih dari radikalisme atau terorisme. Karena dari survei tahun 2020, Bengkulu menduduki peringat nomor 2 terbawah se Indonesia terkait dengan terorisme. Hal tersebut berbanding terbalik tahun 2018 atau di bawahnya, karena Provinsi Bengkulu pernah menjadi persembunyian pelaku Bom JW Marriot tahun 2003 lalu, Sardona Siliwangi. \"Kita kumpulkan genarasi muda, aparat penegak hukum bhabinsa, kejaksaan, bhabinkamtibmas, lurah, kades tokoh agama dan masyarakat. Tujuannya agar mereka bisa sampaikan kepada masyarakat terkait bahaya radikalisme dan terorisme, karena FKPT tidak akan bisa menjangkau ke pelosok daerah,\" pungkas Ruslan Riza. Kegiatan FGD pencegahan terorisme mengambil tema Indonesia Adalah Kita disampaikan melalui Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi). Peserta yang datang bisa menanyakan langsung kepada pemateri, karena disiarkan live streaming masyarakat yang tidak bisa datang juga bisa memberikan pertanyaan.(167)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: