DARI BINDER UNTUK KTM
Oleh Zacky Antony SURPRISE Lupakan sejenak euphoria Fabio Quartararo dengan Yamaha nya. Begitu pula Honda dengan Marq Marquez yang makin parah cideranya. Seri ketiga MotoGP 2020 di sirkuit Brno, Ceko, Minggu (9/8) memunculkan kejutan besar. Pemenangnya adalah Brad Binder, pebalap KTM. Pabrikan asal Austria. Sebelum race Brno digelar, tak ada satupun yang memprediksi Brad Binder bakal naik podium, apalagi menang. Maklum, selain dia adalah rookie (debut tahun pertama) di kelas premier, motor KTM yang ditunggangi selama ini selalu kalah bersaing dengan pabrikan-pabrikan Jepang yang mendominasi MotoGP. Disinilah MotoGP bukan hanya adu skill membalap, tapi juga adu otak para insinyur. Sang juara adalah perpaduan talenta dan teknologi. Pebalap asal Afrika Selatan ini sukses mengasapi nama-nama beken seperti Valentino Rossi (Yamaha), Maverick Vinales (Yamaha), Andrea Dovizioso (Ducati), Alex Rins (Suzuki) yang mengalami kesulitan pada ban. Atau Cal Crutchlow dan Takaaki Nakagami (Honda) yang belum juga menemukan cara menaklukkan motor Honda. Tidak diperhitungkan justru memberi keuntungan bagi Brad Binder. Dia tampil lepas tanpa beban. Start di posisi ketujuh, rider berusia 24 tahun itu melesat. Konsisten lap demi lap. Satu per satu rider disalip. Saat balapan menyisakan lima putaran, Binder makin tak terkejar. Dia menyentuh garis finish berjarak 5,266 detik dari Franco Morbidelli yang finish kedua. Inilah untuk pertama kalinya sejak menjalani debut MotoGP tiga tahun silam, pebalap KTM naik podium teratas. Selama ini, jangankan meraih kemenangan, meraih podium pun sangat-sangat jarang. KTM berada di bawah bayang-bayang Honda, Yamaha, Ducati dan Suzuki. Terbukti, sepanjang musim 2019, KTM gagal meraih satu podium pun. *Sulit Ditebak, MotoGP Makin Menarik* Cideranya Marq Marquez membuat persaingan MotoGP 2020 menjadi lebih terbuka dan sulit ditebak. Kejutan pada seri ketiga di sirkuit Brno, Minggu (9/8) melengkapi kejutan-kejutan lain. Seperti tampilnya rider Avintia, Johan Zarco meraih pole position. Pemimpin klasemen sementara, Fabio Quartararo yang sukses pada dua seri awal, dibuat tak berdaya dengan motor M1 nya. Sisi positif tidak tampilnya Marq Marquez, termasuk seri Austria akhir pekan ini, berdampak positif bagi iklim persaingan MotoGP. Semakin sulit ditebak sang pemenang, membuat perlombaan makin menarik. Dominasi satu atau dua rider saja, menjadikan kompetisi agak membosankan. Tiga tahun terakhir, persaingan juara dunia hanya melibatkan Marquez dan Dovizioso. Situasi seperti ini juga terjadi pada dunia sepakbola. Salah satu faktor yang membuat Liga Premier Inggris paling menarik adalah soal kompetitif. Sulit ditebak siapa yang akan juara. Siapa kira, misalnya, klub medioker seperti Leicester City bisa juara Liga. Itu hanya terjadi di Liga Inggris. Berbeda dengan La Liga Spanyol. Sebelum kompetisi dimulai, tak sulit menebak sang juara. Kalau tidak Barcelona, ya Real Madrid. Brad Binder adalah rookie kedua yang meraih kemenangan di kelas premier setelah Marq Marquez di sirkuit Americas tahun 2013. Tahun lalu, Brad Binder masih tampil di Moto2. Hasil akhir dia menjadi runner up di bawah Alex Marquez yang sekarang masuk tim utama Honda. Meski sama-sama rookie, tapi penampilan Alex jauh dari harapan. Binder juga menjadi pebalap Afrika Selatan pertama yang memenangi seri motoGP. Lagu *_Nkosi Sikelel\' iAfrika, Die Stem van Suid-Afrika_* berkumandang mengiringi bendera Afrika Selatan. Bagi penggemar MotoGP, lagu itu terdengar agak asing. Maklum, dari seri ke seri MotoGP, lagu kebangsaan yang berkumandang biasanya Spanyol atau Italia. Dua Negara penghasil rider-rider hebat. Tahun lalu misalnya, dari 19 seri motoGP, *_Marcha Real_* lagu kebangsaan Spanyol berkumandang 16 kali. Sedangkan *_II Canto Degli Italiani_* diputar 3 kali. Dua seri awal musim ini, *La Marseillaise* yang berkumandang berkat kecepatan Fabio Quartararo. Rider Prancis ini ditahbiskan sebagai penantang paling serius Marq Marquez dalam perburuan titel juara dunia MotoGP 2020. Lalu kapankah *Indonesia Raya* bisa berkumandang di MotoGP? Entahlah. Sama sulitnya membayangkan kapan Indonesia lolos Piala Dunia. He he. Penulis adalah Ketua PWI Provinsi Bengkulu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: