Walhi Gugat PT KRU

Walhi Gugat PT KRU

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu terhadap PT. Kusuma Raya Utama (KRU) yang diduga telah melakukan pencemaran Sungai Kemumu dan Perusakan Kawasan Hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit dan Hutan Produksi Semidang Bukit semakin memanas. Hal ini setelah sidang mediasi ke-4 yang dilakukan antara Walhi dan PT KRU gagal demi hukum.

\"WALHI menilai PT KRU tidak ada iktikad baik untuk bersama-sama melihat pencemaran Sungai Kemumu dan kerusakan kawasan hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu, sehingga kami memutuskan untuk melanjutkan ke pokok perkara agenda persidangan pembacaan gugatan, atau dengan kata lain mediasi gagal,\" kata Manager Kampanye Industri Ekstraktif Walhi Bengkulu, Dede Frastien usai persidangan mediasi di Pengadilan Negeri Bengkulu, Selasa (9/10).

Gagalnya mediasi antara Walhi dan PT KRU ini setelah Hakim Mediator mempertanyakan hasil peninjauan lapangan yang dilakukan pada 27 September 2018 lalu. Akan tetapi peninjauan tersebut gagal, karena PT KRU melarang menggunakan drone dan hal teknis lainnya karena dianggap merugikan perusahaan.

\"Dalam perkara ini tergugat (PT KRU) tidak serius menanggapi permasalahan pencemaran dan perusakan lingkungan di Provinsi Bengkulu. Ketidakseriusan tersebut tebukti dengan gagalnya peninjauan lapangan karena hal teknis seperti penggunaan drone dan hal-hal teknis yang menurut mereka dapat merugikan mereka,\" ungkap Dede.

Meski begitu, WALHI Bengkulu melalui kuasa hukumnya akan tetap menyampaikan perkara ini ke pengadilan dan tidak akan merubah pokok-pokok gugatan. Hal ini mengingat kepentingan kelestarian dan penyelamatan lingkungan merupakan kewajiban yang harus dijaga.

\"Kelestarian lingkungan harus selalu dijaga, jangan sampai perusahaan merusak dan mencemari sungai kita. Kewajiban ini bukan hanya saya tetapi juga pemerintah Provinsi,\" ujar Dede.

Akan tetapi kewajiban untuk melestarikan lingkungan tidak pernah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Sebaliknya, pemerintah malah mencari pembenaran atas kepentingan sendiri, bukan kepentingan untuk generasi ke generasi demi tercapainya keadilan ekologi.

\"Harusnya pemerintah bisa bersama-sama membasmi perusahaan yang merusak lingkungan bukan melindunginya,\" tutup Dede.(999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: