BENGKULU, BE-Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan turut disoroti oleh Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Bahkan, Non Government Organisation ini tidak hanya melihat bentuk kekerasan terjadi secara fisik. Namun, kekerasan terjadi pada perempuan jamak diakibatkan oleh regulasi.
\"Banyak peraturan pemerintah, baik itu dalam bentuk undang-undang ataupun lainnya mendiskriminasi perempuan,\" jelas Sekretaris Wilayah KPI Bengkulu, Irna Riza Yuliastuty, kepada BE, kemarin.
Misalnya, mekanisme pemberian Raskin (Beras untuk orang miskin) hanya boleh diterima oleh kepala keluarga. Sementara di Indonesia, yang dianggap kepala keluarga adalah laki-laki. \"Kalau perempuan ini single parent atau janda gimana?\" Kebijakan yang tidak pro terhadap perempuan bukan cuma itu. \"Pelayanan asuran, BPJS, dan lainnya juga begitu, banyak yang diskriminatif terhadap perempuan,\" ujarnya.
Lebih lanjut, ia mencontohkan minimnya pelayanan kesehatan untuk perempuan. Menurutnya, kaum hawa membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Terutama, pelayanan kesehatan yang menyangkut fungsi reproduksi.
Minimnya pelayanan kesehatan bagi perempuan terlihat dari angka kematian ibu dan anak di Indonesia. Data 2012, masih ada 359 kematian ibu melahirkan pada 100 ribu kelahiran. Angka ini berada jauh di bawah Myanmar, Malaysia dan Thailand. \"Padahal dilihat dari segi ekonomi, Indonesia seharusnya setingkat dengan Malaysia dan Thailand. Tetapi kenyataannya, Indonesia di bawahnya,\" jelasnya.
Terkait perkawinan, ia menambahkan, negara juga seolah melegalkan pemerkosaan terhadap anak perempuan. Dimana, dalam UU Perkawinan Indonesia, usia minimal perkawinan adalah 16 tahun untuk perempuan dan 19 untuk laki-laki. Menurut dia, UU ini harus direvisi.
Pasalnya, usia 16 tahun ditetapkan sebagai usia minimal untuk melakukan perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan masih tergolong usia anak menurut Konvensi Hak Anak. \"Dalam undang-undang, perkawinan harus kehendak bebas dan persetujuan orang yang mau kawin. Kehendak bebas dan persetujuan kan hanya bisa disebut orang dewasa,\" kata dia.
KPI sendiri, lanjutnya, sedang memperjuangkan beberapa regulasi yang dianggap lebih pro terhadap perempuan. Misalnya, mendesak agar UU Disablitas yang ada saat ini direvisi. RUU Nelayan, RUU Buruh Migran juga sedang digodok oleh organisasi berwarna ungu ini. (609)