Pencicip Masakan Andalkan Pegawai yang Berhalangan
Bagaimana Masjid Istiqlal menyiapkan ribuan takjil dan makanan untuk buka bersama setiap hari? Siapa orang-orang ’’penting’’ di balik dapur umum masjid terbesar di Asia Tenggara itu? Jawa Pos seharian khusus melihat proses penyiapan makanan berbuka puasa di Istiqlal.
Laporan Bayu Putra , Jakarta
SIANG itu (21/6) kesibukan sudah tampak di bangunan sisi utara kompleks Masjid Istiqlal Jakarta. Para pekerja mulai asyik dengan kegiatan masing-masing. Ada yang menyalakan 12 kompor gas yang di atasnya berjajar enam wajan besar berdiameter 1 meter dan 80 cm. Empat wajan berisi ungkepan daging ayam, sedangkan dua lainnya berisi tumis buncis dan wortel.
Di sisi kanan, lima dandang digunakan menanak nasi. Satu kompor lagi diletakkan terpisah untuk merebus telur. Bau sedap masakan pun semerbak ke seluruh penjuru ruangan berukuran 15 x 5 meter itu, menggoda selera makan.
Siang itu, mereka tengah menyiapkan menu makanan buka dengan lauk ayam ungkep. Ayam diungkep dengan santan dan bumbu-bumbu khusus, lalu ditata di atas pinggan. Karena jumlahnya banyak, ayam-ayam itu dimasukkan ke oven berukuran besar agar bisa cepat matang secara masal.
’’Kami masak mulai pukul 07.00 sampai menjelang buka. Setiap hari selama Ramadan,’’ tutur Adin Wijaya, salah seorang juru masak di dapur Masjid Istiqlal tersebut.
Maklum kalau Adin dan para pekerja harus bekerja ekstrakeras sejak pagi. Sebab, jumlah yang mereka siapkan sangat banyak. Sehari mereka harus memasak untuk 3 ribu kotak. Jadi, wajar kalau diperlukan waktu setengah hari sendiri untuk menyiapkan bahan-bahannya hingga matang. Adin bersama dua juru masak utama lainnya dan tujuh asisten mesti bahu-membahu agar masakan bisa siap disajikan beberapa saat sebelum beduk Magrib terdengar.
Selain 10 juru masak, ada 30 pekerja bagian pengepakan yang ikut berkutat di dapur. Ada delapan menu masakan yang dimasak bergantian setiap hari. Terdiri atas empat jenis masakan ayam dan empat jenis masakan telur.
’’Tahun lalu, kami juga menghadirkan menu ikan. Tetapi, banyak yang tidak suka. Mungkin karena amis,’’ kata Kepala Unit Tata Boga Koperasi Karyawan Masjid Istiqlal Hasanuddin.
Karena itu, tahun ini pihaknya hanya menyediakan menu ayam dan telur. Masakan yang dipilih sengaja dibuat yang berjenis kering agar tidak mudah basi. Yang dimasak dulu tentu saja nasi, baru ayam. Siangnya, baru proses finishing. Misalnya, menggoreng ayam atau tumis buncis untuk sayurnya. Diharapkan, waktu matangnya masakan tidak terlampau jauh dari waktu berbuka.
Rata-rata dalam sehari Koperasi Istiqlal menghabiskan 400 kilogram beras, 400 kilogram ayam, 200 kilogram telur, serta 200 kilogram sayuran. Bahan-bahan masakan tersebut dibeli di pasar tradisional terdekat. Salah satunya Pasar Senen.
Selain itu, tutur Hasanuddin, pihaknya harus menyetok 28 tabung elpiji ukuran 12 kilogram untuk tiga hari. Sebab, dalam sehari, mereka biasanya menghabiskan 9–10 tabung elpiji. Mereka tidak ingin kehabisan gas saat memasak.
Hasanuddin mengaku cerewet dalam urusan kualitas masakan. Dia tidak ingin mengecewakan orang yang memakan masakannya. Karena itu, dia selalu berupaya agar masakan yang disediakan untuk berbuka puasa enak dan bergizi. Misalnya, bila masakan ayamnya tampak kurang kecap atau nasinya ternyata kurang matang, dia akan meminta para juru masak untuk membereskan.
Apalagi dalam tiga hari pertama puasa tahun ini, masakan buka bersama itu merupakan sumbangan Kerajaan Arab Saudi, Bulan Sabit Merah, dan Yayasan Khalifah bin Zayed An Nahyan bersama Kedutaan Besar Uni Emirat Arab. Karena itu, dia tidak ingin masakan tersebut disajikan dalam kondisi apa adanya.
Meski demikian, dia tetap bisa memahami bila masakan yang diolah para juru masak Istiqlal belum sempurna. ’’Kalau misalnya kurang asin, mohon dimaklumi karena seluruh juru masaknya juga berpuasa dan jumlah yang disajikan banyak,’’ lanjut pria kelahiran 1974 tersebut.
Untuk pencicip masakan, Hasanuddin kerap meminta tolong para pegawai perempuan yang kebetulan sedang ’’berhalangan’’ sehingga tidak berpuasa. Hanya, hal itu tidak mungkin dilakukan setiap hari karena tidak semua pegawai perempuan berhalangan. ’’Biasanya mereka memberikan masukan, ini kurang garam atau kecapnya perlu ditambah dan sebagainya,’’ tuturnya.
Setelah semua matang, seluruh menu itu langsung dikirim ke bagian pengepakan di ruangan terpisah. Di ruangan yang tidak terlalu luas itu, 30 orang bekerja sesuai dengan tugas masing-masing. Ada yang memasukkan nasi, lauk, sayur, kerupuk, hingga bertugas mengikat kotak makanan itu dengan karet agar kuat. Paling lambat pukul 16.00, seluruh masakan sudah harus siap di dalam masjid untuk dibagikan kepada jamaah.
Sekitar pukul 16.30, jamaah mulai dipersilakan masuk ke ruang berbuka di dekat perpustakaan masjid di lantai 1. Mereka diatur duduk berjajar dan bersaf saling memunggungi di sepanjang lorong. Kemudian, para petugas membagikan gelas, sedangkan petugas yang lain menuangkan teh atau susu dan dilanjutkan dengan pembagian kurma.
Untuk membagikan menu tersebut kepada jamaah, takmir masjid mengerahkan 70 petugas. Itu semua dilakukan agar pembagian bisa cepat dan tertib. ’’Begitu buka puasa tiba, mereka langsung berbaur dengan jamaah,’’ tutur pria yang mengaku sudah 20 tahun menjadi pengurus Masjid Istiqlal tersebut.
Sesaat kemudian, sajian buka puasa mulai dibagikan. Menu yang disajikan sore itu bukan hanya sumbangan Kedubes Uni Emirat Arab di Jakarta. Ada pula donatur perseorangan atau perusahaan yang menyumbangkan takjil berupa kurma atau nasi kotak.
Sembari menunggu saat berbuka puasa tiba, para jamaah menghabiskan waktu dengan membaca Alquran dan berzikir. Takmir masjid mensyaratkan jamaah yang hendak mengikuti buka bersama untuk berwudu lebih dahulu. Setengah jam sebelum berbuka, pengurus takmir akan memimpin jamaah untuk berzikir bersama.
Hasanuddin menuturkan, selama ini jumlah kotak makanan relatif bisa memenuhi jamaah yang berbuka puasa di Istiqlal. ’’Tetapi, kadang untuk akhir pekan tidak cukup karena jamaahnya bertambah banyak,’’ ucapnya.
Minggu sore itu, jamaah yang hadir memang meluber. Akibatnya, ada beberapa orang yang tidak kebagian takjil. Namun, mereka tidak perlu khawatir. Sebab, takmir Masjid Istiqlal membolehkan beberapa pedagang makanan berjualan di sekitar masjid menjelang waktu berbuka. Jamaah yang tidak kebagian takjil pun bisa membeli makanan.
’’Kadang ada juga jamaah yang setelah berbuka minta nambah. Kalau misalnya masih ada, pasti kami beri,’’ tuturnya, lantas tersenyum. (*/c5/ari)