Kegiatan itu terselenggara sebagai wujud keprihatinan para gubernur terkait pembangunan di daerah yang didanai dari APBN belum maksimal untuk daerah atau provinsi di luar Pulau Jawa. Padahal pemerintah provinsi sudah mengusulkan pembangunan dan Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) juga sudah dilaksanakan, namun belum belum diakomodir.
Dalam kesempatan itu, Junaidi menyampaikan pembangunan pokok di Provinsi Bengkulu yakni bidang pengembangan insfrastruktur seperti peningkatan jalan pengumpan utama (Lintas Barat-Lintas Tengah ke Koridor Ekonomi Sumatera (Lintas Timur yang dapat dilalui kendaraan tonase berat dan peti kemas dari kelas III menjadi kelas II standar 2-7-2 dari 8 MST menjadi10 MST, pada ruas: jalan nasional Bengkulu–Lubuk Linggau batas Sumsel sepanjang 124 Km, jalan nasional lintas barat Bengkulu–Mukomuko (Batas Sumbar) sepanjang 311,49 Km, jalan nasional lintas barat Bengkulu-Kaur (Batas Lampung) sepanjang 239,51 Km, peningkatan jalan nasional feederroad ruas Manna–Tanjung Sakti (Batas Sumsel) sepanjang 40.852 Km, peningkatan jalan Nasional feederroad ruas Tanjung Iman–Muara Sahung–Air Tembok batas Sumsel, pembangunan Derati–Tanjung Enim, peningkatan Jalan Nasional Akses kePelabuhan PulauBaai Bengkulu menjadi dua jalur dan empat lajur sepanjang 5,3 Km untuk petikemas mendukung program MP3EI.
Selain itu juga peningkatan dan Pembangunan Jalan Strategis Nasional Rencana pada ruas Banjarsari–Malakoni-Kayuapuh sepanjang 42 Km di Pulau Enggano dan ruas Jalan Lingkar Pulau Enggano sepanjang 52 Km.
\"Saya juga menyampaikan pengembangan Bandara Fatmawati Bengkulu, baik perpanjangan runway maupun pengembangan terminal,\" kata Junaidi melalui rilisnya yang diterima BE, kemarin.
Di bidang pertanian, gubernur menyampaikan permasalahan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Bengkulu dan membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, seperti tingginya alih fungsi lahan dari pertanian menjadi perkebunan atau peruntukan lainnya. Selain itu juga disampaikan permasalahan lainnya, seperti tingkat kerusakan infrastruktur pertanian yang mengakibatkan turunnya produktifitas, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global, rendahnya infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air, regulasi dan peraturan lainnya belum tersosialisasi dengan baik, lemahnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional, keterbatasan akses petani terhadap pembiayaan, persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air dengan sektor industri dan pemukiman, masih lemahnya implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan tanah akibat kerusakan lingkungan, semakin terbatasnya dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan.
\"Kita berharap pemerintah pusat memberikan perhatiannya atas usulan pembangunan itu agar pemerataan pembangunan itu terwujud. Selama ini terlihat jelas perbedaannya bahwa pembangunan hanya difokuskan di Pulau Jawa saja, padahal daerah di luar Jawa khususnya Provinsi Bengkulu sangat mengharapkan campur tangan pemerintah pusat yang lebih besar lagi untuk mengejar ketertinggalan,\" pungkasnya. (400)