INSAN perfilman nasional sempat diributkan dengan pro-kontra wacana pembatasan film impor. Namun belakangan, usulan pembatasan film impor ini ternyata baru sebatas pernyataan pribadi Ketua Komisi Tetap Film, Video, dan Fotografi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rudy Sanyoto.
Sejauh ini, Kadin Indonesia belum mengeluarkan sikap resmi masalah tersebut. ”Mengunci keran film impor bukan solusi. Masih terbuka kemungkinan berbagai pilihan bentuk insentif bagi pengembangan perfilman nasional,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Industri Kreatif dan MICE Kadin Indonesia Budyarto Linggowiyono.
Menurut dia, Kadin memang tidak terburu-buru menyampaikan pernyataan sikap resmi final terkait perfilman. Hal itu tidak lepas dari kenyataan, bahwa produk film memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan hasil produk industri kreatif lainnya.
Karena, yang diimpor adalah hak edar atau hak tayang untuk waktu dan wilayah terbatas. \"Seiring majunya teknologi informasi dan komunikasi, bila hak-hak itu terlalu dibatasi akan timbul problem baru seperti maraknya pembajakan film dan protes, bahkan boikot dari berbagai pihak yang pada gilirannya justru menghambat perkembangan film nasional itu sendiri,” kata Budyarto.
Kadin Indonesia juga menyadari bahwa Indonesia memiliki komitmen terkait bea impor film. Untuk itu, Budyarto menegaskan bahwa jangan sampai masalah film impor malah bertentangan dengan WTO Valuation Agreement, khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf c dan interpretative note-nya.
Untuk itulah, kata dia, Kadin masih terus menghimpun masukan, baik dari para pelaku usaha, instansi pemerintah maupun stakeholders, seperti Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), para distributor, importir film, dan sebagainya. Masukan tersebut kemudian dibahas bersama di tingkat Komite Tetap (Komtap) dan dikoordinasikan dengan Komtap terkait lain. ”Hasilnya juga akan di-share ke semua pihak,” kata Budyarto.
Sebelumnya, Ketua Komisi Tetap Film, Video, dan Fotografi Kadin Indonesia Rudy Sanyoto memang gencar menyampaikan usulan mengenai pembatasan film impor. Menurut dia, melalui pembatasan, maka diharapkan bisa meningkatkan meningkatkan pula kualitas film Indonesia dan jumlah penonton.
Tetapi berbagai pihak menentang rencana tersebut mulai dari GPBSI, komunitas penonton film, hingga kalangan sineas, termasuk aktor senior Gusti Randa. Bahkan, pengamat film Arswendo Atmowiloto juga menentang.
Menurut Arswendo, usulan tersebut bukan hanya tidak tepat, tapi juga menggunakan logika yang terbalik. Seharusnya, penguatan dilakukan ke dalam terlebih dahulu, baik dari peningkatan kualitas para sisi sineas, maupun kemudahan termasuk perizinan dari sisi pemerintah.
\"Jika persoalan itu sudah diatasi, maka masalah film impor akan mudah. Bahkan bisa tersisihkan dengan sendirinya, karena animo penonton nasional akan meningkat,\" katanya.(ash/indopos/jpnn)