Kisah Bocah SBI Menimbah Ilmu ke Lubuklinggau, Seberangi Sungai Susuri Rel Kereta Api

Selasa 21-10-2014,12:16 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

SEJAK ditutupnya SDN 7 di Desa Suka Karya, Kecamatan Sindang Beliti Ilir (SBI), Rejang Lebong, 4 tahun lalu, otomatis anak-anak yang belajar di sekolah itu harus pindah ke sekolah lain, jika ingin melanjutkan pendidikan.  Begitulah yang terjadi terhadap Audo (9) dan adiknya Budi (7), anak Kepala Dusun 2 Desa Suka Karya, Sainan Sagiman. MANSUR , Rejang Lebong Empat tahun lalu tepatnya tahun 2010, Audo yang masih kelas 1 sempat mengenyam pendidikan di SDN 7 Desa Suka Karya. Namun, karena jalan menuju ke sekolah itu rusak parah serta cukup jauh dari ibukota kecamatan, tidak ada guru yang bertahan mengajar di sana. Sehingga akhirnya sekolah itu terpaksa ditutup. Imbasnya, Audo bersama teman-temannya tidak bisa lagi melanjutkan sekolahnya di SDN 7. Tidak ingin anak mereka buta huruf dan bodoh, Sainan bersama orang tua murid yang lain kemudian menyekolahkan anak mereka ke SDN 28 Kota Lubuklinggau, Sumsel. Pasalnya sekolah yang paling dekat dengan Dusun 2 Desa Suka Karya adalah SDN 28 Lubuklinggau. Karena, dusun itu berbatasan langsung dengan Kota Lubuklinggau, Sumsel. Meski berada di Kecamatan Kecamtan SBI, jarak tempuh ke ibu kota kecamatan sekira 20 km, sedangkan ke Kecamatan Padang Ulak Tanding (PUT) hanya sekira 8 km. Demi menimbah ilmu, terpaksa setiap hari anak-anak di daerah itu harus pulang pergi melintasi kebun karet, semak belukar, melintasi sungai, menyusuri rel kereta api, dan lalu menaiki kawasan perbukitan. Memang di musim kemarau mereka bisa naik motor yang biasa digunakan orang tua mereka, namun jika musim hujan tiba, anak-anak itu terpaksa berjalan kaki karena jalan tidak bisa dilalui kendaraan. Supaya tidak terlambat ke sekolah, selepas Subuh, anak-anak dari dusun tersebut sudah pergi ke sekolah. Setelah menempuh perjalanan kaki sekitar 1 hingga 1,5 jam, tibalah anak-anak itu di sekolah mereka. Mereka juga tidak bisa langsung beristirahat atau belajar, karena harus membersihkan sepatu yang terkena tanah atau debu. Sebab itulah, Audo dan Budi, berharap sekali gedung sekolah di dekat rumahnya digunakan lagi agar ia bisa sekolah dengan nyaman tanpa harus capek-capek lagi berjalan ke sekolah yang jaraknya cukup jauh. \"Tiap hari terkadang kaki pegal semua kak,\" ungkap Audo. Wagiran (50), salah seorang warga, berharap pemerintah membangun jalan desa mereka secara layak serta meninjau sekolah mereka  agar anak-anak di desanya bisa menikmati fasilitas pendidikan seperti anak-anak di daerah lainnya. \"Pemerintah harus meninjau kondisi dusun kami, kan kasihan anak-anak mesti sekolah jauh-jauh padahal gedung sekolah di dusun kita kan ada,\" harapnya.(***)

Tags :
Kategori :

Terkait