Dikunjungi wartawan Bengkulu Ekspress di kediamannya di Desa Air Apo Kecamatan Binduriang, sekitar pukul 11.30 WIB, Kamis (10/4), Samsudin (45) telihat sedang sibuk menyiapkan tungku berbahan kayu bakar untuk memasak makan siangnya hari itu. Hidup sebatang kara selama puluhan tahun membuatnya benar-benar harus mandiri mengurus kebutuhan hidupnya. Samsudin telah lama kehilangan kedua orang tuanya bahkan kakak kandung tercintanya. Beberapa puluh tahun yang lalu, Bapak, Ibu dan Kakak kandung Samsudin meninggal dunia karena hanyut terbawa arus sungai Durian di Desa Air Apo ketika akan mencari rotan untuk membuat anyaman keranjang untuk di jual. Sejak hari yang sangat menyedihkan itu, Samsudin tinggal sendiri menempati rumah berbentuk kotak kayu berukuran 2 x 4 meter persegi yang semuanya berfungsi sebagai tempat tidur dan dapur. Sedihnya lagi, dinding dan atap rumah Samsudin hampir seluruhnya berbahan kayu tua. Kayu-kayu yang kini menjadi tempatnya berteduh tersebut dulunya merupakan bagian bangunan rumah panggung peninggalan kedua orang tuanya. \"Dulu rumah peninggalan orang tua saya ini berbentuk panggung, tetapi karena sudah dimakan usia jadi lapuk. Karena khawatir berbahaya saya dibantu warga secara sukarela membongkar rumah peninggalan orang tua saya untuk dibuat bangunan baru, seperti yang saya tempati sekarang,\" ungkap Samsudin menjelaskan menggunakan bahasa Lembak. Samsudin hidup serba kekurangan, untuk makan kadang Ia mendapatkannya dari sumbangan para tetangga yang berbaik hati terhadap nasibnya. Namun sehari-hari Samsudin bekerja sebagai buruh tani dan mengumpulkan kayu bakar untuk dijual sebagai bahan bakar bagi warga yang membutuhkan. Jika kayu bakar yang dikumpulkanya sudah bisa memuat satu mobil, kayu-kayu yang berhasil dikumpulkan tersebut selanjutnya dijual, itupan hanya dihargai Rp 170 ribu. Kehidupan Samsudin juga tidak lepas rizki dari kekayaan alam yang diberikan tuhan di tempat kelahirannya tersebut. Karena selain mencari kayu bakar, Samsudin juga rajin mencari Rebung (bambu muda) dan tanaman pakis untuk di jual di pasar desa dan para tetangga yang berminat. Satu kebat sayuran hasil perburuan Samsudin tersebut bisa dijual seharga Rp 1000,00 bahkan ada yang ditukar dengan beras. Pemilu legislatif 2014 juga menjadi berkah bagi Samsudin, karena ia bisa merasakan bagaimana rasanya menggunakan pakaian baru, meski hanya baju berlambang partai politik berbahan tipis yang dibagikan percuma oleh para calon legislatif. Di tengah kekurangannya itu tidak banyak yang diharapkan Samsudin selain bisa tetap makan esok hari, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan hingga nyawa berpisah dari tubuhnya. (**)
MANSUR, Binduriang
Jumat 11-04-2014,11:45 WIB
Editor : Rajman Azhar
Kategori :