Para ilmuwan menemukan bahwa perempuan yang mengalami gangguan makan atau anoreksia menunjukkan adanya gejala ringan dari autisme. Temuan ini diharapakan bisa memberi cara baru untuk membantu penderita anoreksia mengatasi penyakitnya.
Studi yang dilakukan ahli autisme terkemuka, Simon Baron-Cohen di Autism Research Centre di Cambridge University menemukan bahwa dibanding perempuan normal, penderita anoreksia memiliki ciri-ciri autis yang lebih tinggi.
Selain itu, penderita anoreksia juga memiliki ketertarikan lebih terhadap sistem dan keberaturan. Namun, mereka memiliki nilai yang lebih rendah terhadap empati yang juga merupakan indikasi utama pada orang dengan autisme, meskipun tidak terlalu menonjol.
\"Secara tradisional, anoreksia murni dilihat sebagai gangguan makan. Ini cukup beralasan karena penderitanya mempunyai berat badan yang sangat rendah serta risiko malnutrisi atau bahkan kematian yang tinggi,\" kata Simon, seperti dilansir laman Reuters, Jumat (6/9).
Tapi, menurut Simon, penelitian baru tersebut menunjukkan bahwa pikiran yang mendasari perilaku pada penyandang autisme atau anoreksia saling berhubungan. Pada kedua kondisi itu, ada minat yang kuat pada sistem di mana bagi perempuan dengan anoreksia mereka telah lekat dengan sistem yang menyangkut berat badan serta bentuk dan asupan makanan.
\"Sedangkan, orang dengan autisme memiliki berbagai tingkat gangguan yang menyangkut tiga hal yaitu interaksi sosial termasuk empati dan pemahaman, perilaku repetitif dan kepentingan, serta bahasa dan komunikasi,\" tambah Simon.
Simon mencatat bahwa autisme dan anoreksia memiliki berbagai fitur yang sama seperti sikap kaku dan perilaku penderitanya, kecenderungan untuk sangat fokus pada diri sendiri, serta ketertarikan terhadap sesuatu yang detail. Kedua gangguan ini juga memiliki perbedaan serupa dalam struktur dan fungsi daerah otak yang terlibat dalam persepsi sosial.
Tapi, Bonnie Auyeung, rekan Simon pada penelitian tersebut mengatakan temuannya bisa memberi masukan bahwa jumlah perempuan dengan autisme sering diabaikan atau salah didiagnosis karena pertama kali dokter hanya melihat mereka menderita anoreksia.
Penelitian yang diterbitkan di BioMed Central journal Molecular Autism ini menguji skor 66 anak perempuan usia 12 tahun hingga 18 tahun dengan anoreksia tapi tanpa autisme untuk mengukur ciri-ciri autis. Peneliti membandingkan mereka dengan 1.600 remaja normal dalam rentang usia yang sama.
Pengukuran menggunakan nilai Autism Spectrum Quotient (AQ), nilai sistem mereka dengan Systemising Quotient (SQ), serta empatinya dengan Empathy Quotient (EQ). Peneliti menemukan bahwa dibanding remaja yang normal, anak perempuan dengan anoreksia memiliki nilai AQ lima kali lebih tinggi dan ini sesuai dengan skor orang-orang yang autis.
Pada tes empati dan systemising, gadis dengan anoreksia memiliki SQ tinggi dan EQ yang rendah. Para peneliti mengatakan bahwa hubungan paralel di antara keduanya juga terlihat pada anak autis.
Tony Jaffa, yang turut andil dalam penelitian itu mengakui bahwa beberapa pasien anoreksia bisa saja memiliki ciri-ciri autis yang lebih tinggi sehingga ada kemungkinan penggunaan sistem baru untuk mengobati orang dengan gangguan makan.
\"Pergeseran minat mereka terhadap berat badan dan diet bisa saja terlalu jauh tapi tindakan yang sama sistematisnya mungkin bisa membantu,\" kata Tony.
\"Harus diakui bahwa beberapa pasien anoreksia mungkin memerlukan bantuan terkait keterampilan sosial dan komunikasi serta dengan beradaptasi terhadap perubahan sehingga itu bisa memberi cara baru bagi penanganan anoreksia,\" pungkasnya.(fny/jpnn)