Bahkan, pemerintah menargetkan pada 2030 bisa menjangkau 13 juta kendaraan motor listrik agar bisa menurunkan impor BBM.
Pada tahun ini pemerintah berharap subsidi untuk BBM bisa dipangkas karena nilai subsidi tersebut sangat besar. Selain itu untuk mengurangi emisi dan untuk ketahanan energi nasional.
Energi harus berkesinambungan dan bisa lebih murah. Jadi untuk regulasi EV juga tidak bisa tiba-tiba, namun harus berkesinambungan dengan regulasi lainnya.
Energi listrik harus bersinergi dengan energi baru terbarukan (EBT), sehingga peta jalan konversi dan transisi energi bisa tercapai dan bersinergi.
Patut diingat apabila tujuan pengembangan ekosistem EV bertujuan menciptakan energi ramah lingkungan, maka produksi baterai juga dipastikan ramah lingkungan. Sebagai contoh sumber energi tidak lagi dari pembangkit batu bara, tetapi berasal dari pembangkit ramah lingkungan, seperti PLTA.
Lantas yang juga dipikirkan adalah limbah dari baterai itu kelak mengingat tergolong sebagai B3 yang tentunya membutuhkan ekosistem tersendiri untuk daur ulang.
Dengan demikian kalau bicara kebutuhan EV ini perjalanan masih sangat panjang. Dari bahan baku tambang hingga bahan baku untuk pembuatan baterai.
Tentu saja, ini harus didukung oleh investasi yang tidak sedikit. Kendati, perkembangan kendaraan listrik ke depan akan baik, salah satunya dengan dukungan pemerintah saat ini.
Tentu saja ini bisa menjadi tantangan bagi pelaku bisnis di Indonesia, dan menjadi pemain produk baterai.
Tak hanya itu energi ramah lingkungan lainnya juga terus membayangi konversi listrik, salah satunya dengan pemanfaatan hidrogen yang dalam uji coba terakhir juga sukses.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mendorong ekosistem kendaraan listrik yang solid.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Uploader : Musriadi
COPYRIGHT © ANTARA 2022