BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan Hortikultural dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, masyarakat yang mengandalkan komoditi perkebunan mencapai 349.480 jiwa. Dimana komoditi kelapa sawit lebih mendominasi dengan jumlah petani mencapai 103.232 rumah tangga, disusul karet, kopi dan kelapa.
Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Kamaludin MM mengatakan, dari 1.934.269 jiwa penduduk Bengkulu, ada 349.480 jiwa penduduk yang menggantungkan hidup pada komoditi andalan Bengkulu. Jika harga komoditi tersebut mengalami penurunan maka akan berdampak kepada perekonomian para petani di Bengkulu.
\"Komoditas itu ditentukan oleh harga pasar, kalau harganya turun maka dampaknya akan langsung bersentuhan dengan petani di Bengkulu,\" kata Kamaludin, kemarin (12/8)
Ia mengaku, saat ini saja, harga kelapa sawit di Bengkulu hanya berkisar Rp870-Rp 1.000 per kilogram. Dengan harga sebesar itu, belum cukup untuk meningkatkan kesejahteraan para petani didaerah. Pasalnya masih ada biaya produksi lainnya penyediaan pupuk hingga biaya angkut. Sehingga keuntungan bersih petani sangat sedikit. \"Paling tidak petani hanya mendapatkan keuntungan sekitar Rp 600-Rp 700 saja,\" imbuhnya.
Tidak hanya itu, beberapa komoditi seperti kopi dan karet hingga saat ini juga menunjukkan perbaikan harga. Bahkan terbaru harga kopi robusta masih bertahan Rp 17 ribu per kg dan Rp 6 ribu per kg untuk komoditas karet. Melihat hal tersebut, pihaknya mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkrit terkait masalah ini. Karena tak hanya kelapa sawit yang memprihatinkan. Kopi dan karet pun harus diperhatikan. \"Pemerintah harus memikirkan hal ini, karena beberapa harga komoditi di Bengkulu mengalami penurunan,\" tutupnya.
Kepala Dinas TPHP Provinsi Bengkulu, Ir Ricky Gunarwan mengatakan, saat ini harga komoditas unggulan Bengkulu cenderung stagnan. Apalagi kopi dan karet, tidak bergerak sama sekali harganya. Harga yang stagnan tersebut disebabkan oleh harga pasar dunia yang belum mengalami kenaikan.
\"Karena harganya dipasar dunia juga menurun makanya harga komoditas kita juga menurun,\" kata Ricky.
Pihaknya berharap ada diversifikasi produk turunan di Bengkulu. Seperti menjadikan CPO menjadi minyak goreng, karet menjadi ban atau bahan baku aspal, dan kopi menjadi produk khas daerah. Ini dilakukan karena selama ini komoditi asli Bengkulu banyak dikirim ke luar daerah dalam bentuk bahan mentah dan setengah jadi. Dengan adanya diversifikasi produk maka diharapkan Bengkulu bisa mengelola bahan baku sendiri menjadi produk yang bernilai jual tinggi. \"Kalau kita punya pabrik pengelolaan sendiri maka harga komoditas kita akan beransur naik, kita sedang mengupayakan hal tersebut dengan menjalin kerjasama ke beberapa investor,\" tutupnya.(999)