Aset, DPK dan Kredit Meningkat
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu mencatat capaian kinerja perbankan di Provinsi Bengkulu hingga Oktober 2018 mengalami peningkatan. Bahkan peningkatan tersebut terlihat dari pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit.
Kepala OJK Provinsi Bengkulu, Yan Syafri mengatakan, terdapat tiga indikator pertumbuhan perbankan yang mengalami pertumbuhan, yakni aset, dana pihak ketiga (DPK), dan kredit. Untuk aset perbankan Bengkulu hingga Oktober 2018 tercatat sebesar Rp 23,87 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp 1,55 triliun atau mengalami pertumbuhan mencapai 6,95% dibandingkan posisi Desember 2017.
\"Kita bersyukur karena kinerja perbankan dari sisi aset mengalami peningkatan yang cukup baik,\" kata Yan, kemarin (29/11).
Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan penghimpunan dana masyarakat atau DPK sebesar Rp 1,50 triliun atau tumbuh mencapai 12,37%. Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut sejalan dengan kenaikan suku bunga simpanan akibat dari respon kenaikan suku bunga acuan BI. Selain itu peningkatan DPK ini juga didorong oleh peningkatan proporsi pendapatan konsumen yang digunakan untuk simpanan sebagaimana hasil Survei Konsumen BI periode Oktober 2018 lalu.
\"Pertumbuhan Aset juga diikuti oleh peningkatan DPK, akan tetapi Pertumbuhan Aset dan DPK perbankan hingga Oktober 2018 ini masih mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan Aset dan DPK pada 2017 di posisi yang sama. Meskipun begitu, pertumbuhan kredit justru mengalami percepatan dibandingkan tahun sebelumnya,\" jelas Yan.
Seperti diketahui, penyaluran dana dalam bentuk kredit mengalami pertumbuhan sebesar Rp 1,52 triliun atau meningkat sebesar 8,75%. Peningkatan tersebut juga diikuti oleh menurunnya risiko penyaluran kredit yang tercermin dari rasio NPL tergolong rendah yaitu sebesar 1,78% atau lebih rendah dibandingkan NPL Perbankan secara nasional yang berada di kisaran 2,6%. \"Pertumbuhan penyaluran kredit kita sangat bagus ditambah NPL yang juga masih terjaga,\" terang Yan.
Selain itu, komposisi penyaluran kredit perbankan di Provinsi Bengkulu hingga Oktober 2018, masih didominasi oleh Kredit Konsumsi yang tercatat sebesar Rp 11,06 triliun atau tumbuh 58,48% dari total kredit, kemudian Kredit Modal Kerja sebesar Rp 5,06 triliun atau tumbuh sebesar 26,73%, dan Kredit Investasi sebesar Rp 2,80 triliun atau tumbuh sebesar 14,79% dar total kredit.
Dari total penyaluran kredit tersebut, ada 3 sektor ekonomi yang dominan yaitu Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha (Kredit Pegawai) sebesar Rp 11,06 triliun, kredit pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar Rp 3,63 triliun dan kredit pada sektor Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan sebesar Rp 2 triliun. \"Penyaluran kredit kita masih didominasi oleh kredit konsumsi dan sektor yang dominan menerima kredit adalah pegawai,\" ujar Yan.
Dari ke tiga sektor ekonomi yang dominan menima kredit, penyumbang NPL terbesar adalah pada sektor Perdagangan yaitu sebesar Rp 179,06 miliar atau 53,14% dari total NPL yang tercatat sebesar Rp336,93 miliar, selanjutnya kredit pegawai sebesar Rp77,62 miliar atau 23,04% dan Kredit Pertanian sebesar Rp19,33 miliar atau 5,74%, sisanya sebesar Rp 60,92 miliar atau 18,08% tersebar pada sektor sektor ekonomi yang lain. \"Kita menilai, kredit bermasalah di Perbankan Konvensional masih disumbangkan oleh sektor perdagangan,\" ungkap Yan.
Sementara itu, untuk kinerja perbankan syariah, total aset pada posisi Oktober 2018 tercatat sebesar Rp 1,43 triliun atau tumbuh sebesar 13,85% dibandingkan posisi Desember 2017. Kemudian DPK tercatat sebesar Rp 797,33 miliar atau tumbuh sebesar 10,51%. Sedangkan pembiayaan tercatat sebesar Rp1,17 T atau tumbuh sebesar 15,71%. \"Sama halnya dengan perbankan secara keseluruhan, pertumbuhan Aset dan DPK perbankan syariah juga mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya,\" tutupnya.
Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Kamaludin MM mengaku, baiknya kinerja perbankan tersebut menunjukkan kondisi likuiditas bank dan ekonomi di Bengkulu masih terjaga. Karena dengan baiknya likuiditas suatu bank maka kondisi ekonomi akan aman, hal ini mengingat sumber pembiayaan perekonomian masih ditopang oleh sektor perbankan.
Bahkan berdasarkan data tersebut, DPK perbankan konvensional lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi tersebut menggambarkan likuiditas perbankan konvesional semakin baik. \"Akan tetapi, perbankan syariah di Bengkulu masih harus meningkatkan kinerjanya. Hal ini mengingat pertumbuhan DPK lebih rendah dari pertumbuhan kredit menggambarkan kekeringan likuiditas sedang terjadi di perbankan syariah,\" tukasnya.(999)