Dana Tabot Kembali ke Kas Daerah

Dana Tabot Kembali ke Kas Daerah

\"Angga BENGKULU, BE - Konflik Keluarga Kerukunan Tabot (KKT) dengan Pemerintah Provinsi Bengkulu terus berlanjut. Bahkan anggaran yang telah disiapkan Pemprov melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebesar Rp 203 juta untuk KKT sebagai biaya ritual tabot, tidak diambil oleh KKT.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bengkulu, Suparhim SE mengatakan, secara aturan anggaran yang telah disiapkan dari APBD tidak digunakan, maka dipastikan anggaran itu hangus dan kembali ke kas daerah.

\"Ya kalau tidak dicairkan, maka akan hangus dan dikembalikan kepada negara lagi,\" terang Suparhim kepada BE, kemarin.

Dijelaskannya, sampai dengan saat ini, anggaran Rp 203 juta masih belum juga dicairkan oleh KKT. Padahal acara festifal tabot akan mulai 1 Oktober mendatang.

\"Kita masih menunggu untuk dicairkan. Karena anggaran tersebut bukan dana hibah, melainkan dana kegiatan,\" ujarnya.

Tak hanya itu, tudingan KKT atas adanya pengurangan kegiatan ritual tabot pada malam pembukaan dan penutupan, seperti penghilangan arak-arakan tabot ke rumah dinas gubernur, ditegaskan Suparhim, pemprov tidak akan menghilangan apapun item ritual yang disakralkan oleh KKT.

\"Ritualnya ada, tidak ada yang kita hilangkan,\" bantah Suparhim.

Penghilangan yang dilakukan sendiri bukan pada ritual tabot, melainkan pada festifal kegiatan dan penataan bazar. Karena dengan penataan yang termenajemen dengan baik, akan mampu menarik wisatawan hadir pada acara budaya setahun sekali tersebut.

\"Hanya ada inovasi-inovasi baru saja. Kita susun sebaik mungkin untuk menyukseskan festival yang menjadi kalender tetap di Bengkulu,\" tandasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum KKT Bengkulu, Heriandi Amin menegaskan, pihaknya tidak akan mengambil bantuan provinsi tersebut, karena seluruh pengurus KKT sudah sepakat untuk menolak bantuan itu.

\"Yang kami minta pemerintah menghargai budaya tabot, baru kami bisa menghormati pemerintah,\" tegas Heriandi.

Diakui Heriandi Amin, hal yang paling membuat pihak KKT kecewa adalah sejak kepemimpinan Gubernur Ridwan Mukti justru perhatian terhadap budaya tabot yang menjadi ujung tombak Bengkulu semakin tidak ada.

\"Tabot ini sudah masuk ke Internasional, kenapa pemerintah provinsi tidak peduli. Setiap tahun harus ribut dan harus demo dulu. Sedangkan hal ini adalah masalah kecil, namun tidak bisa diberikan kebijakan yang elegan oleh pemerintah,\" tuturnya.

Pada prinsipnya, lanjutnya, perhatian dan bantuan pemerintah yang diharapkan bukan sekedar rupiah semata, tetapi bagaimana cara atau upaya pemerintah untuk selalu menghargai nilai budaya dan pelaku-pelaku yang mengemban tanggungjawab ritual tabot tersebut.

\"Yang kami inginkan adalah kepedulian, kenapa harus tunggu benturan dulu baru nanti dikasih uang. Jadi seakan-akan kami butuh uang. Yang ngerti tabot yaitu kami orang-orang tabot, Kenapa tiba-tiba ada orang luar yang dimasukkan dan itu tanpa ada koordinasi dan komunikasi lebih dahulu dengan kami, disitu salah satu bentuk kekecewaan kami,\" papar Heri.(151)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: