Menyaksikan Gerhana dari Atap Kabupaten Rejang Lebong

Menyaksikan Gerhana dari Atap Kabupaten Rejang Lebong

\"Ary,

Langit Gelap, Takbir Menggema

Puncak Gunung Kaba yang memiliki ketinggian 1.936 meter di atas permukaan Laut (MDPL) menjadi salah satu titik pengamatan gerhana matahari yang melintasi Provinsi Bengkulu. Sebagai lokasi tertinggi di Kabupaten Rejang Lebong puncak Gunung Kaba atau yang lebih akrab disapa Bukit Kaba menjadi daya tarik tersendiri untuk menyaksikan fenomena alam yang langka yaitu gerhana matahari.

ARI APRIKO, Selupu Rejang

Fenomena alam gerhana matahari yang terjadi pada Rabu (9/3) kemarin perhatian khusus bagi masyarakat Indonesia tak terkecuali di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Salah satu titik atau spot pengamatan terbaik fenomena langka tersebut adalah puncak Gunung Api Kaba yang ada di Desa Sumber Urip Kecamatan Selupu Rejang Lebong.

Gunung Api yang akrab disapa Bukit Kaba memiliki ketinggian 1.936 Mdpl selain tempat pengamatan gerhana matahari juga merupakan salah satu titik pengamatan matahari terbit atau sunrise di Provinsi Bengkulu. Waktu gerhana matahari yang terjadi pagi hari atau hanya beberapa saat setelah matahari terbit akan menjadi daya tarik sendiri bagi mereka yang menyukai keindahan ciptaan Allah yang terjadi dalam rentan waktu yang tak terlalu jauh. Keunikan Bukit Kaba sebagai lokasi pengamatan gerhana matahari tersebut membius ratusan pengunjung dari berbagai daerah mulai dari dalam Provinsi Bengkulu sendiri maupun dari luar Provinsi Bengkulu seperti dari Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan. Hal ini terlihat dari jumlah pengunjung Bukit Kaba yang diperkirakan tak kurang dari 200 orang mendaki pada saat terjadi gerhana. Mereka ada yang datang dari Selasa (8/3) sore dan ada yang baru mendaki menjelang terbitnya matahari.

\"Kita bersama kawan-kawan berangkat dari Kota Curup sekitar pukul 04.00 WIB menjelang subuh tadi (Rabu),\" ungkap Wijaya (35) salah satu wisatawan dari Kota Curup.

Hadi bersama rekannya sengaja datang waktu subuh, karena untuk mencapai puncak Gunung Kaba menggunakan kendaraan roda dua. Sehingga waktu yang mereka butuhkan tidak terlalu lama.

Sebelum gerhana matahari terjadi, sekitar pukul 06.00 WIB, matahari mulai bangkit dari peraduan seiring hilangnya kabut yang sempat menutupi kawasan puncak Gunung Kaba. Sebelum gerhana matahari datang, para pengunjung menikmati matahari dengan berbagai kegiatan seperti berfoto, namun ada sebagian yang mempersiapkan peralatan untuk mengamati gerhana matahari seperti mempersiapkan perlengkapan seperti kamera hingga kacamata. Sekitar pukul 06.50 WIB fenomena gerhana mulai terjadi.

\"Gerhana mulai, gerhana mulai,\" teriak salah satu pengunjung di pucak Gunung Kaba.

Teriakan tersebut, langsung disamput pengunjung lainnya dengan ikut mengamati, proses terjadinya gerhana matahari secara kasat mata tidak terlihat, namun dengan menggunakan alat bantu seperti kacamata, kacamata las hingga negatif foto atau klise yang sudah disiapkan pengunjung sangat jelas sekali. Perlahan bulan mulai menutupi sinar matahari dari bagian atas. Perlahan bulan terus menutupi sinar matahari hingga puncaknya terjadi sekitar pukul 07.21 WIB bulan hampir menutupi seluruh cahaya matahari. Meskipun tidak terjadi gerhana matahari total, namun puncak gerhana yang diamati dari puncak Gunung Kaba tersebut sempat membuat area Gunung Kaba dan sekitarnya menjadi gelap seperti menjelang terbitnya matahari atau sesaat setelah tenggelamnya matahari. Bahkan tampak dikejauhan dipemukiman warga lampu-lampu jalan mulai menyala kembali, saat itu gema takbir terdengar diatas Puncak Kaba yang diteriakkan para pengunjunga.

\"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,\" teriak sejumlah pengunjung saat terjadi puncak gerhana matahari di Puncak Gunung Kaba.

Puncak fenomena gerhana matahari yang terjaid tersebut tidak berlangsung lama, hanya sekitar satu menit, setelah itu langit kembali menjadi terang, dan cahaya matahari mulai keluar dan bulan mulai tidak menutupi cahaya matahari.

\"Alahmadulillah kita diberi kesempatan untuk menyaksikan fenomena langka ini, karena belum tentu seumur hidup kita bisa menikmati fenomena ini, dan tak percuma kita mendaki setinggi ini untuk menyaksikan kekuasaan Allah,\" aku Samsul (330 pendaki asal Lubuklinggau.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: