YLKI: Pengawasan Kemenkes Lemah

YLKI: Pengawasan Kemenkes Lemah

JAKARTA, BE – Perkembangan ilmu kesehatan semakin luas. Berbagai jenis klinik kesehatan pun makin menjamur di Tanah Air. Tapi sayangnya, serbuan klinik-klinik ini tidak disertai dengan pengawasan yang baik oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pengawasan yang lemah ini bahkan berujung maut pada kasus Allya Siska.  Seorang pasien di salah satu klinik praktik Chiropractic di Jakarta, beberapa bulan lalu. Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, kejadian tragedi di sektor pelayanan kesehatan. Menurutnya, karena lemahnya pengawasan oleh Kemenkes dan Dinas Kesehatan (Dinkes). ”Kemenkes dan dinkes gak bisa berdalih karena gak berijin jadi gak terawasi. Kalau gak berijin lalu kenapa dibiarkan buka praktik? Lokasinya di tempat mewah pula,” ujar Tulus di Jakarta, kemarin (10/1). Meski telah merenggut korban, Tulus menyayangkan adanya praktik Chiropractic di lokasi lain yang dibiarkan terus buka. Kemenkes dan Dinkes sendiri berdalih bila praktik di lokasi lain sudah berijin. Sehingga, tidak masalah  untuk terus beroperasi. ”Kalaupun sudha mengantongi ijin, tetap harus diawasi dengan ketat. Demi terhindarnya malpraktik baru dengan korban fatalitas baru,” tegasnya. Lemahnya pengawasan ini juga menyangkut gerakan bawah tanah para tenaga kesehatan asing tak berijin. Dalam hitungan beberapa hari saja, terkuak tiga kasus yang menyeret enam tenaga kesehatan asing illegal ini. Kondisi ini, kata dia, mencerminkan katidaksiapan Indonesia untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Padahal nanti, saat MEA di sektor kesehatan dibuka, maka lalu lalang dokter asing akan semakin tak terbendung. Sekjen Kemenkes Untung Suseno menanggapi santai soal tudingan ini. Untung menuturkan, pengawasan klinik ini sudah menjadi tanggung jawab dari pemerintah daerah bersama dinkes. Sebab, saat ini kewenangan soal ijin dan pengawasan sudah diserahkan penuh ke pemda masing-masing. Untuk kasus dokter asing yang bekerja tanpa ijin di klinik Medika Plaza, Kartika Chandra misalnya. Kasus tersebut tergolong pelanggaran berat. Ijin klinik dapat dicabut dan ditutup. ”Itu jadi kewenangan Pemda DKI Jakarta berari. Pak Gubernur juga sudah menginstruksikan untuk menutup yang abal-aba. Sekarang kan memang udah desentralisasi ya,” kilahnya. Disadari Untung, desentralisasi ini terkesan sebagai usaha cuci tangan. Tapi, itu adalah amanat undang-undang. Selain itu, pihaknya juga masih berperan dalam membimbing pemda soal proses pemberian ijin tenaga kesehatan asing. ”Sinergi tetap kita lakukan. Bukan berarti kami lepas tangan,” ungkapnya. (mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: