Diakui PBB, Negara Palestina Gunakan Logo Baru

Diakui PBB, Negara Palestina Gunakan Logo Baru

RAMALLAH – Presiden Palestina Mahmud Abbas, 77, cepat menyikapi pengakuan PBB atas kedaulatan tanah airnya. Selasa (8/1), tokoh yang akrab disapa sebagai Abu Mazen itu menerbitkan dekrit tentang perubahan nama negerinya dari Otoritas Palestina menjadi Negara Palestina.Bersamaan itu, diluncurkan logo baru. Bentuknya tidak jauh berbeda, yakni burung Elang Saladin. Logo Negara Palestina berupa bendera warna-warni (merah, hijau, putih, dan hitam) Pan-Arab dalam perisai yang dibawa burung elang. Hanya, pada logo lama (Otoritas Nasional Palestina) terdapat tulisan As-Sultah Al-Filastiniyyah dalam bahasa Arab di bagian bawah. Pada logo Negara Palestina, tulisan itu berubah menjadi Filistiniyyah. Dalam keterangan resminya, Abbas menegaskan bahwa nama baru tersebut tidak akan tercantum dalam dokumen-dokumen resmi. Paspor atau kartu identitas milik warga Palestina tetap akan menggunakan nama lama. Abbas pun menempuh kebijakan itu demi menghindari konflik dengan Israel. Sebab, jika hendak bepergian, warga Palestina harus lebih dulu melewati perbatasan Israel dan menunjukkan kartu identitas mereka. ’’Pada akhirnya nanti, pemerintah (Palestina) tidak mau menciptakan masalah bagi rakyatnya,’’ tutur Nour Odeh, jubir Abbas. Karena itu, dia hanya mengubah penamaan Palestina pada level paling sederhana. Misalnya, dalam korespondensi dengan negara-negara sahabat atau yang mendukung kedaulatan Palestina dalam pemungutan suara PBB pada November tahun lalu. Omar Awadallah, pejabat pada Kementerian Luar Negeri Palestina, mengatakan bahwa pihaknya sudah mengimbau negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Palestina untuk mengubah dan mengganti logo. Namun, pemerintahan Abbas juga tak memaksa. Norwegia, Swedia, dan Spanyol yang November lalu mendukung Palestina dalam forum PBB pun tetap menggunakan nama lama. Sejauh ini, baru empat negara yang menggunakan nama Negara Palestina. Yakni, Brasil, Kostarika, Nikaragua, dan Honduras. Keempatnya merupakan negara-negara di Benua Amerika. Tiga di antaranya negara di Amerika Tengah, dan satu lainnya (Brasil) Amerika Latin (Selatan). Negara-negara lainnya belum melakukan penyesuaian. Beberapa negara malah menentang penggunaan nama baru tersebut. Dua negara yang menolak mengadaptasi nama baru tersebut adalah Israel dan Amerika Serikat (AS). Jubir pemerintah Israel Mark Regev mengungkapkan kemarin bahwa dekrit Abbas tak akan mengubah apapun. ’’Seharusnya, daripada melakukan tipu muslihat seperti ini, Palestina berunding dengan Israel untuk mengupayakan solusi terbaik dalam konflik ini,’’ komentarnya. Menurut dia, hanya melalui perundingan lah, solusi mengenai dua negara untuk dua masyarakat akan tercapai. Sayangnya, sejauh ini, perundingan damai Palestina dan Israel yang diprakarsai AS tidak pernah berakhir dengan kesepakatan. Bahkan, selama empat tahun terakhir ini, perundingan itu mogok. Sebab, Abbas dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu selalu memiliki pendapat berbeda soal persyaratan terbentuknya dua negara. Apalagi, Israel menolak penetapan batas wilayah sesuai kesepakatan 1967. Karena tak pernah mencapai kata sepakat dengan Israel melalui dialog damai, Abbas pun berusaha menempuh jalur lainnya dalam rangka mewujudkan cita-cita terbentuknya negara Palestina. Salah satu caranya adalah membawa persoalan tersebut ke forum PBB. Jadi, Abbas mendapat banyak dukungan untuk mendirikan negara Palestina. Senada dengan Regev, Jubir Kementerian Luar Negeri AS Victoria Nuland pun mengaku keberatan dengan dekrit Abbas dan logo baru tersebut. ’’Anda tak bisa menciptakan sebuah negara hanya berbekal retorika atau logo dan nama. Sebuah negara hanya bisa terbentuk melalui perundingan bilateral,’’ kecamnya. Dia lantas menyebut dekrit Abbas itu provokatif dan hanya akan memicu konflik baru. Kemarin Washington langsung mengutus David Hale, utusan damai PBB untuk Timur Tengah, ke Palestina. Dia dijadwalkan bertemu dengan para petinggi Palestina hari ini (9/1). Mereka akan banyak membahas tentang dekrit Abbas yang sudah didahului dengan beberapa langkah praktis lain, seperti mengimbau media untuk menuliskan kata Negara Palestina dan bukan Otoritas Palestina dalam pemberitaan mereka. (AP/CNN/hep/dwi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: