Harga BBM Ditahan hingga Oktober

Harga BBM Ditahan hingga Oktober

JAKARTA, BE - Meskipun harga minyak dunia tengah mengalami penurunan, namun pemerintah belum berniat untuk menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Harga BBM ini masih akan ditahan hingga Oktober 2015.

Disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, hal tersebut lantaran pemerintah masih melihat hasil penerapan pencabutan subsidi untuk Premium dan Solar. Selain itu, kata dia, keputusan pemerintah untuk tidak mengubah harga BBM sebagai upaya menjaga pola harga yang lebih permanen.

\"Saya akan melihat setahun setelah kebijakan pergeseran harga itu dilakukan. Itu satu pola yang lebih permanen. Setahun itu kan Oktober,\" jelas Sudirman, di Jakarta, Kamis (27/8).

Mantan CEO PT Pindad ini juga menyampaikan perubahan harga BBM nantinya akan dibuat terjadwal, yakni antara setiap tiga bulan atau enam bulan sekali. Namun, ia sendiri mengaku lebih suka untuk melakukan perubahan harga setiap enam bulan sekali. \"Di Oktober bisa ditentukan tiga bulan atau enam bulan. Tapi kecenderungannya enam bulan sekali,\" ujar dia.

Menurutnya, dengan adanya konsistensi periode perubahan harga BBM yang tetap, pemerintah ingin memberikan kestabilan dalam perencanaan ekonomi. \"Kemudian, pemerintah ingin jaga konsistensi. Kalau peninjauan harga itu dilakukan, untuk tidak merepotkan perencanaan ekonomi karena tidak naik turun,\" paparnya.

Lebih lanjut, ia mengaku, keputusan pemerintah ini juga untuk menghindari pelanggaran konstitusi, yakni ketika perubahan harga BBM diterapkan dengan mekanisme pasar.

\"Dan jangan lupa kalau ada yang memasalahkan harga turun kok tidak langsung turun, itu artinya memaksa kita kembali ke mekanisme pasar. Itu yang disebut melanggar konstitusi kan? Tugas pemerintah diberi tugas untuk jaga stabilitas, jadi tidak serta merta diturunkan,\" pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam beberapa hari terakhir, harga minyak mentah telah sampai ke titik terendahnya sekira USD 39 per barel. Karena itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan meminta agar harga BBM segera direvisi.

\"Kalau berdasarkan peraturan yang dibuat sendiri oleh pemerintah, pemerintah harus \'jantan\' untuk menurunkan harga Premium dan Solar bersubsidi. Pemerintah tidak bisa bersembunyi di balik sikap \'cengeng\' Pertamina yang selalu mengeluh mengalami kerugian dalam menyalurkan Premium dan Solar bersubsidi,\" jelasnya, melalui keterangan tertulisnya.

Peraturan yang ia maksud adalah Perpres No 191/2014 juncto Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 39/2014. Peraturan ini mengamanatkan penetapan harga BBM jenis Premium dan Solar dilakukan setiap satu bulan. Harga tersebut ditetapkan berdasarkan perkembangan harga minyak dunia, kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), serta sektor rill.

\"Dengan kondisi harga minyak mentah dunia telah turun sampai USD 39 per barrel, sudah seharusnya pemerintah menurunkan harga Premium dan Solar bersubsidi,\" tegasnya.

Sementara, PT Pertamina memang mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp 12,63 triliun karena menjual Premium dan Solar bersubsidi peroide Januari-Juli 2015. Tapi, menurutnya, hal itu jangan dijadikan alasan untuk tidak menurunkan harga BBM. Ia menilai kerugian perusahaan plat merah itu tidak seberapa bila dibandingkan kerugian yang menimpa masyarakat yang harus mengalami pelemahan daya beli akibat harga BBM mahal.

Sebagai BUMN, menurutnya, sudah seharusnya Pertamina memiliki tugas untuk menyalurkan Premium dan Solar bersubsidi yang merupakan hak hidup orang banyak. \"Pertamina harusnya paham dengan kewajiban mereka yang terkait masyarakat luas sehingga harus siap dengan kondisi seperti saat ini. Jangan bandingkan apple to apple antara Pertamina dengan BUMN-BUMN lain karena tugas dan fungsi masing-masing berbeda,\" ujarnya.

Ia menganggap dana stabilisasi BBM yang diwacanakan pemerintah bisa dijadikan salah satu solusi untuk menutup kerugian Pertamina akibat menjual BBM di bawah harga keekonomian tersebut. Dengan adanya dana stabilisasi BBM, nantinya kerugian Pertamina tinggal diakumulasi untuk kemudian ditutupi melalui dana stabilisasi tersebut.

\"Saat ini yang paling penting adalah pemerintah dan DPR segera membahas soal dana itu untuk ditetapkan dalam APBN. Jadi, bila suatu saat harus dicairkan, tidak mengganggu postur APBN secara signifikan. Namun, untuk mekanisme pencairannya bisa dibicarakan lebih lanjut bersama DPR,\" tambahnya.

Masih dikatakan Mamit, dana stabilisasi itu idealnya hanya bisa dicairkan jika harga minyak memang sudah tidak terkendali dan telah benar-benar membuat Pertamina merugi. Karena itu, ia menekankan hal yang tidak kalah penting adalah Pertamina harus transparan mengenai kerugian yang ditimbulkan dari menjual BBM di bawah harga pasaran.\"Masyarakat pun bisa tenang dengan harga BBM yang stabil dan serta sektor ekonomi bisa berjalan dengan sehat,\" pungkasnya.(wmc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: