Ibarat Moncong Pistol Sudah di Pelipis

Ibarat Moncong Pistol Sudah di Pelipis

\"073839_515385_Dahlan_Iskan_jalan\"Oleh Dahlan Iskan

Krisis Yunani berkembang menjadi sentiment antar bangsa. Jerman menjadi bulan-bulanan di Yunani. Sebaliknya Yunani juga jadi bulan-bulanan di Jerman.

“Jangan ada miliar-miliar lagi untuk Yunani,” bunyi poster yang dibawa pendemo di Jerman.

“Merkel itu Hitler baru,” bunyi poster di Yunani.

Rakyat Jerman yang dikenal sebagai pekerja keras, tidak rela kalau negaranya terus mengutangi Yunani. Dari USD 360 miliar hutang Yunani, yang terbesar berasal dari Jerman. Mereka menilai rakyat Yunani, khususnya pemerintahannya, kurang sungguh-sungguh bekerja. Enak-enakan menikmati hutang. Lalu tidak mau bayar hutang. Bahkan minta hutang lagi. Elit politiknya lebih suka politik-politikan, kurang mau bekerja dan bekerja.

Sebaliknya Yunani menilai Jerman terlalu mendikte Yunani. Mentang-mentang Jerman kaya. Mentang-mentang memberi hutang. Padahal hutang itulah yang menyebabkan Yunani sengsara. Diincrit-incrit. Tidak secara tuntas menyelesaikan persoalan. Syaratnya pun memberatkan. Mencekik. Menjajah. Kemarahan rakyat Yunani ini tercermin dalam hasil referendum yang 62% memilih “YA” dalam hatinya untuk mendapatkan hutang baru, tapi memilih “TIDAK” waktu mencoblos, untuk menolak syarat-syarat hutang itu.

Seandainya Jerman membalas referendum Yunani itu dengan referendum di Jerman, hasilnya akan sebaliknya. Kalau rakyat Jerman disodori pilihan “YA” (memberi hutang lagi) atau “TIDAK” (jangan memberi hutang lagi), maka dipastikan 90% akan memilih “TIDAK”.

Opini rakyat Jerman yang seperti itulah yang membuat pemimpin Jerman Angela Merkel tidak mudah menyetujui permintaan baru Yunani: (1) kucurkan segera dana darurat untuk mempertahankan hidup di Yunani selama empat bulan, (2) siap dana sebagai hutang baru untuk pemulihan ekonomi selama dua tahun ke depan, (3) potonglah hutang lama sebanyak 30%, (4) semua hutang itu baru mulai dicicil 20 tahun lagi.

Selasa lalu, semua menteri keuangan Uni Eropa sudah kumpul secara mendadak di Brussel. Tapi karena belum ada usulan tertulis dari Yunani, maka pertemuan itu hanya bicara ngalor-ngidul. Ada yang bicara: sudahlah, amputasi saja, biarkan Yunani keluar dari Uni Eropa.

Ada yang bicara melankolis: baiknya Yunani ditolong sekali lagi. Ingatlah, Jerman juga pernah menikmati pemotongan hutang besar-besaran di masa lalu. Mereka mengingatkan tanggal 27 Februari 1953, setelah Hitler takluk dan Jerman dalam krisis, Jerman mendapat potongan hutang 50%. Berkat potongan hutang itu Jerman mampu membangun ekonominya. Lalu menjadi negara maju seperti sekarang.

Dengan hasil referendum itu, kata mereka, rakyat Yunani ibaratnya sudah menempelkan moncong pistol ke pelipis mereka. Jangan sampai kita memutuskan hari ini untuk menyuruh mereka menarik pelatuknya. Dari hasil pertemuan kemarin, nasib pelatuk itu ditentukan dalam rapat terakhir hari Minggu depan. Yakni oleh 28 kepala pemerintahan seeluruh Uni Eropa.

Turisme di Yunani, kata mereka masih bisa diandalkan. Tiap tahun 22 juta turis berlibur ke Yunani. Di antaranya khusus untuk melakukan pernikahan di pulau Santorini yang eksotis. Tahun ini, kalau tidak ada yang batal, sebanyak 2.500 pasangan ingin menikah di pulau itu. Termasuk banyak juga yang dari Jerman.

Bahwa sentiment rakyat Yunani kini lebih fokus pada Jerman, juga dilatarbelakangi sentiment masa lalu. Jerman dianggap pernah menjajah Yunani. Rakyat Yunani merasa pernah mengalahkan Jerman pada masa penjajahan. Termasuk kepahlawanan mereka saat membebaskan diri dari penjajahan Turki di zaman Usmani. Rasa kepahlawanan mereka terusik sekarang.

Yunani adalah pemimpin dunia di segala bidang di masa lalu.

Selalu saja politik, sentimen nasionalisme, harga diri, rasa kebesaran masa lalu dan sebangsa itu punya peran penting yang mempengaruhi tidak berjalannya teori-teori ekonomi.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: