Atasi Konflik Manusia-Harimau
BENGKULU, BE - Upaya penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar tak hanya menjadi tanggung jawab Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) semata. Menurut mantan Kepala Badan Pertanahan Kota Bengkulu periode 2011-2012, Dr H Iskandar Zulkarnain, upaya penyelesaian tersebut harus melibatkankan peran serta masyarakat. Ia menjelaskan, pemerintah setempat harus memiliki data informasi dan peta rawan konflik antara manusia dan harimau. Hal ini dibutuhkan agar kegiatan mitigasi dan penyadaran masyarakat dapat terfokus untuk dilakukan pada daerah yang benar-benar rawan konflik manusia dan harimau. \"Juga diperlukan pendidikan dan penyadaran terhadap masyarakat sekitar hutan lokasi konflik manusia dan harimau. Mungkin bisa diawali dengan membentuk lembaga berbasis masyarakat. Dengan adanya penyadaran ini, kita harapkan masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap wilayah tersebut,\" ujar pria yang kerap menemui harimau Sumatera ketika masih aktif menjalani tugas ini. Disamping itu, lanjutnya, pengawasan terhadap kawasan rawan konflik harimau dan manusia juga harus dilakukan secara intensif. Apalagi sebagian kawasan di Kabupaten Seluma termasuk daerah rawan konflik antara manusia dan harimau Sumatera. \"Ada beberapa kawasan di Seluma dimana akses bagi manusia untuk masuk ke dalam hutan cukup tinggi namun hutan tersebut juga memiliki daya dukung yang cukup tinggi bagi harimau mencari mangsanya. Biasanya terdapat di hutan lindung, hutan buru, kawasan agroforestry dan hutan multiguna. Karenanya pengawasan pada daerah-daerah ini harus diperketat,\" imbuhnya. Terpisah, Kepala BKSDA Provinsi Bengkulu, Anggoro Dwi Sujiarto, mengatakan, fenomena konflik manusia dan harimau Sumatera yang mengakibatkan salah satu warga desa di Seluma meninggal dunia termasuk kejadian yang tak terprediksikan. Sebab, menurut dia, populasi hutan sebagai salah satu makanan utama harimau di kawasan tersebut masih cukup banyak dan mencukupi. \"Babi hutan ini merupakan makanan utama harimau di kawasan itu. Kalau jumlahnya masih banyak, lantas kenapa dia menyerang manusia? Diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui penyebabnya,\" ungkapnya. Ia menekankan, harimau tersebut akan dilepaskan kembali ke habitat aslinya setelah menjalani rehabilitasi. Hal ini sesuai dengan instruksi yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA). \"Mitra-mitra kami hingga saat ini masih berada di sekitar lokasi untuk melakukan pemantauan lebih jauh. Tim kami juga beberapa kali telah memberikan bantuan-bantuan tanaman produktif agar warga sekitar tidak mengganggu kawasan Taman Buru Bukit Kabu,\" singkapnya. (009)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: