Februari, BBM dan Epliji 12 Kg Turun

Februari, BBM dan Epliji 12 Kg Turun

JAKARTA, BE - PT Pertamina (Persero) memastikan harga bahan bakar minyak (BBM) akan kembali turun pada Februari mendatang. Pasalnya, harga minyak dunia saat ini terus merosot. Bahkan sekarang di bawah USD 50/barel. Selain BBM, penurunan harga juga akan diikuti oleh produk Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji). \"Harga premium Februari nanti pasti turun. Harga premium kemungkinan di bawah Rp 7.000/liter. Selain itu, elpiji 12 kg sekarang sudah mengikuti harga keekonomian (harga dunia), maka kalau harga keekonomian LPG turun pasti harga elpiji juga turun,\" kata Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang, Selasa (13/1). Dia memprediksi harga minyak dunia akan kembali naik pada Maret 2015. Kenaikan harga diprediksi mencapai USD 60-70/barel. Dengan harga minyak diperkirakan paling tinggi USD 70/barel itu, akan berdampak pada kenaikan harga BBM, mencapai Rp 1000/liter. \"Misalnya sekarang harga premium Rp 7.600/liter, paling mahal nanti naiknya pada tahun ini sekitar Rp 8.600/liter,\" sambungnya. Bambang juga menyampaikan, perseroan belum menghitung berapa harga baru elpiji pada bulan mendatang. Untuk saat ini, perusahaan plat merah ini masih membandrol elpiji bertabung biru ini dengan harga Rp 134.700 per tabungnya, pasca naik Rp 1.500/kg pada awal tahun lalu. Dalam penetapan harga ini, Pertamina mengacu pada harga rata-rata CP Aramco. \"Karena penurunan harganya cukup tajam, mungkin kita sesuaikan (turunkan harganya) Februari nanti,\" sambungnya. Dijelaskannya pula, dengan harga pada Januari ini, PT Pertamina sudah mengalami keuntungan. Pasalnya, harga yang ditetapkan per Januari berdasarkan pada harga CP Aramco pada Desember 2014, sebesar USD 562/MT. Sedangkan, harga CP Aramco per Januari 2015 diperkirakan rata-rata USD 451/MT. \"Dengan kenaikan harga elpiji 12 kg jadi Rp 134.700/tabung, kita sudah tidak rugi lagi jual elpiji 12 kg,\" jelasnya. Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil belum dapat memastikan harga jual BBM pada beberapa bulan ke depan dapat dijual dengan harga di bawah Rp 7.000 per liter. Pasalnya, harga di bawah Rp 7.000 merupakan harga internasional yang belum dikenakan biaya-biaya tambahan lainnya. \"Belum ditambah pajak 10%, PPn 10%, pajak daerah yang antara 5-7,5%. Belum ditambah lagi tentang alfa, tetapi kita akan hitung,\" jelasnya. Meski demikian, ia mengaku masih belum memastikan betul mengenai berapa harga jual BBM jenis premium yang akan diberlakukan oleh Pertamina. Menurutnya, untuk memberlakukan harga BBM jenis premium akan lebih rendah dibandingkan dengan harga yang saat ini tergantung dari harga internasional dan juga kurs pada periode 25 Desember 2014 sampai 24 Januari 2015. Terkait adanya isu pembatasan harga tertinggi, mantan Menteri BUMN ini juga menegaskan pencabutan subsidi akan bersifat permanen. Pemerintah tak punya niat untuk kembali memberikan subsidi bagi bahan bakar minyak (BBM) RON 88 atau premium jika harga minyak dunia menembus batas asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 di atas USD 70 per barel. Hal ini bertujuan agar masyarakat terbiasa dengan harga keekonomian. \"Pemerintah tidak ingin anggaran subsidi yang bisa dihemat untuk membangun infrastruktur terganggu dengan kembali memberikan subsidi,\" tambahnya. Ia membandingkan perbedaan harga BBM di Indonesia dengan negara yang relatif baru berdiri, yaitu Timor Leste. Masyarakat Timor Leste, menurutnya, sudah terbiasa dengan tingginya harga BBM karena tidak ada subsidi dari pemerintahnya. \"Waktu kita beli Rp 6.500 per liter, orang Timor Leste beli Rp 14 ribu. Bahkan kalau di Pakistan sampai Rp 20 ribu. Membayar harga keekonomian supaya lebih rasional,\" contohnya. Meskipun kenaikan BBM mampu mengerek inflasi, Sofyan yakin Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter mampu menanganinya dengan baik. Asal persoalan tata niaga dan infrastruktur dapat dikelola dengan baik sehingga inflasi tidak akan melonjak tajam ketika harga BBM naik. \"Kalau inflasi ini akan terus kita perhatikan. Ada faktor supply demand dan ada juga masalah tata niaga barang. Tata niaga volatile food ini yang harus kita tangani,\" tegasnya.(wmc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: