Memulihkan “Si Kecil Eksotis”

Memulihkan “Si Kecil Eksotis”

Selamatkan Pulau Tikus (2) \"pulautikus1\" \"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)\". KALIMAT  di atas adalah bunyi salah satu ayat al-Quran Surat Ar-Rum (30) ayat 41.  Ayat yang singkat namun penuh makna. Kerusakan  Pulau Tikus, \"Si kecil eksotis\", tak terlepas dari ulah tangan manusia.  Tidak ramah  lingkungan, misalnya membuang sampah di sungai, sampah itu bisa sampai ke Pulau Tikus, mencari ikan dengan bahan peledak, dan transhipment batubara tidak hati-hati, sehingga tumpahan batu bara tersebut dapat merusak kawasan tersebut. Pulau Tikus sebagai  salah satu destinasi wisata bahari andalan di Bengkulu yang lokasinya terletak  di sebelah barat ibu Kota Bengkulu. Berada sejauh 10 km dari pusat kota, pulau karang kecil ini,  awalnya hanya seluas kurang lebih 2 hektar. Tapi, saat ini tersisa 0,77 hektar.  Si kecil eksotis ini,   diprediksi akan hilang sekitar 20 tahun lagi, bahkan, bisa  lebih cepat lagi. Pengamat perubahan iklim dan dosen Ilmu Kehutanan, Universitas Bengkulu (Unib), Dr Gunggung Senoaji, memberikan saran kepada pemerintah, untuk menyelamatkan Pulau Tikus, perlu  segera melakukan reklamasi. Pulau itu harus dikembalikan lagi luasnya menjadi 2 hektar. Saat ini, pulau dikenal  karena keindahaan terumbu karangnya  tersebut tersisa 0,77 hektar. Setiap tahun sekitar 5 meter mengalami abrasi. Pohon-pohon sudah bertumbangan, bahkan keberadaan mercusuar sebagai petunjuk navigasi pelayaran terancam keberadaannya. \"Agar tidak  hilang reklamasi perlu segera dilakukan,\" ujarnya. Namun, paling mendesak perlu dilakukan oleh pemerintah  Bengkulu, segera  melaksanaakan Undang-undang No 27  Tahun 2007  tentang pengelolaan wilayah pesisir dan  pulau-pulau kecil, dan Peraturan daerah (Perda) Provinsi Bengkulu, No 3 tahun 2007  tentang pengelolaan wilayah pesisir dan  pulau-pulau kecil (PW3K) di  Bengkulu. Dimana, pemerintah harus segera membuat rencana strategis PW3K,  rencana zonasi PW3K, dan rencana  aksi PW3K. \"Sampai saat ini belum ada rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau  terkecil di Bengkulu. Ini adalah prioritas mendesak yang harus segera diselesaikan  Pemerintah Provinsi Bengkulu,\" katanya. Sehingga, ketika syarat administrasi tersebut sudah dipenuhi, akan memudahkan pemerintah Bengkulu,  untuk melakukan persentase dalam rangka mencari anggaran reklamasi atau penyelamatan Pulau Tikus. Perlu disadari anggaran daerah tidak akan mampu untuk membiayai reklamasi atau mengembalikan lahan seluas 2 hektar Pulau Tikus. \"Minta dana ke pusat. Sangat mungkin untuk mendapatkan dana dari pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah harus menjemputnya,\" tutur Gunggung. Penetapan zonasi di wilayah laut sekitar Pulau Tikus mendesak dilakukan agar semua komponen dapat saling memanfaatkan kawasan itu. Pemerintah daerah harus segera menetapkan  zonasi, misalnya zona pariwisata,  zona perikanan dan zona jasa  pelayaran. \"Ketika tiga zona ini ditetapkan, maka akan memudahkan mencari dana. Mudah melakukan perencanaan, dan eksekusi program,\" tuturnya. Ide Gunggung, melakukan mengembalikan  Pulau Tikus seluas 2 hektar bukan tanpa alasan. Pulau  ini  awalnya memang seluas 2 hektar (dibuktikan sertifikat). Apabila tidak dilakukan reklamasi, salah satu pulau terluar ini cepat atau lambat akan hilang. \"Reklamasi dilakukan dengan membuat Dam atau breakwater,  sebagai penahan ombak. Kemudian, memanfaatkan pasir hasil kerukan di Pelabuhan Pulau Baai,  selama ini tidak termanfaatkan. Libatkan tim ahli dalam hal ini, \" katanya. Dengan memulihkan lagi Pulau Tikus, tiga sektor perekonomian akan terdongkrak, antara lain sektor  perikanan, sektor pariwisata dan sektor jasa laut. Semua pihak harus duduk bersama,  terlibat, karena untuk menghidupkan potensi ini tidak dapat dilakukan sendiri. \"Tidak bisa dilakukan hanya sendiri, semua pihak harus bergerak,\" ujarnya. Gunggung menyadari akan terjadi benturan dari beberapa pihak berkepentingan misalnya soal lingkungan, wisata, perikanan dan pelayaran. Peran  pemerintah nantinya harus bisa mengelola tiga fungsi tersebut.  \"Apabila zonasi sudah ditentukan, baik sektor wisata, perikanan, lingkungan, dan pelayaran, asal masih dalam zonasi ditentukan, tidak akan menjadi masalah. Kuncinya pemerintah harus bisa mengelola ini, sehingga semua sektor tetap menjadi hidup,\'\' ujarnya. (iyud/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: