SBY Geram Disebut Wikileaks

SBY Geram Disebut Wikileaks

\"foto CIKEAS, BE - Menjelang akhir masa jabatannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali diterpa isu miring. Berdasarkan pemberitaan sebuah media online, situs Wikileaks kembali merilis suatu informasi mencengangkan. Dalam situs itu, disebutkan pemerintah Australia mengeluarkan perintah pencegahan untuk mengungkap kasus dugaan korupsi para tokoh dan pemimpin Asia. Dari beberapa tokoh itu, nama Presiden SBY dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ikut disebut. Dalam situs tersebut, SBY dan Megawati dituding terlibat dalam kasus korupsi proyek pencetakan uang kertas yang melibatkan dua perusahaan Australia. Dua perusahaan itu adalah Reserve Bank of Australia (RBA) dan Note Printing Australia. Ironisnya, pemberitaan tersebut muncul di saat momen lebaran masih berlangsung. SBY pun tidak tinggal diam menanggapi pemberitaan yang menyangkut pautkan namanya tersebut. Kemarin (31/7), masih dalam momen lebaran SBY menggelar press conference di Kediamannya, di Puri Cikeas. \"Saya akan menyampaikan penyataan berkaitan dengan satu isu agar tidak berkembang kesana kemari dan akhirnya menimbulkan persepsi keliru di rakyat Indonesia. Ini berkaitan dengan percetakan uang di negara sahabat,\"jelas SBY yang saat itu didampingi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara dan Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto, kemarin. SBY melanjutkan, pihaknya merasa sangat dikejutkan dengan adanya pemberitaan yang bersumber dari situs Wikileaks tersebut. Dia pun menyayangkan media online yang mengunggah berita tersebut tanpa ada konfirmasi dari pihaknya. \"Sayang sindonews.com tidak klarifikasi dulu ke saya, padahal isu itu sensitif. Kalau sindonews.com punya itikad baik, menurut kode etik jurnalistik sebelum (diunggah) harus ada klarifikasi dari saya, atau mendapatkan penjelasan dari saya,\"tegasnya. Presiden RI keenam itu pun makin gemas saat membaca judul berita yang diunggah di situs sindonews.com tersebut. Dia menguraikan, judul berita tersebut secara gamblang menyebut namanya dan nama Megawati. Selain itu, dalam berita tersebut termuat perintah pencegahan pemerintah Australia untuk mengungkap kasus korupsi tersebut. Alasannya, terdapat nama-nama tokoh di Asia, termasuk dirinya dan Mega, dalam kasus korupsi pencetakan negara yang melibatkan perusahaan Reserve Bank of Australia (RBA) dan Note Printing Australia (NPA) itu. \"Menurut dokumen Wikileaks pada 29 Juli 2014, ada kasus korupsi multi juta dolar yang secara eksplisit melibatkan beberapa tokoh di Asia seperti Indonesia, Malaysia dan Vietnam, termasuk pejabat-pejabat senior masing-masing negara itu. Dari beberapa tokoh itu, nama Presiden Megawati dan SBY ikut disebut. Yang diberitakan Sindonews yang dari Wikileaks judulnyapun seram, bahwa, \"Ungkap dugaan korupsi, wikileaks sebut SBY dan Mega\",\"paparnya. SBY menuturkan, pemerintah Australia mengeluarkan perintah pencegahan tersebut dengan tujuan ingin menjaga hubungan baik dengan negara-negara yang disebut dalam dokumen tersebut. Setidaknya terdapat 17 tokoh yang disebut dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Presiden 64 tahun itu mengakui, isi dokumen tersebut cukup mengejutkan baginya. Namun, dia menegaskan pada pihak Australia agar tetap memproses secara hukum kasus tersebut sesuai aturan hukum dan perudangan yang berlaku di negeri kanguru tersebut. \"Fakta itu, berita Wikileaks dan Sindonews.com adalah sesuatu yang menyakitkan. Saya juga mengikuti apa yang dilakukan di Australia. Saya mendapat laporan dari Menlu dan Duta Besar Indonesia, yakni proses penegakan hukum sedang berlangsung di Australia. Saya minta untuk membuka semuanya seterang mungkin, jangan ada yang ditutupi,\"tegasnya. SBY menekankan bahwa pemberitaan tersebut mencemarkan dan merugikan nama dirinya serta Megawati. Hal tersebut juga mengarah kepada sejumlah spekulasi dan fitnah yang akan berkembang di masyarakat. Karena itu, begitu mendengar kabar tersebut, pihaknya segera meminta keterangan dan sejumlah data dari pihak-pihak terkait, seperti Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan. \"Setiap saya keluarkan pernyataan harus berdasarkan fakta, keterangan dan informasi yang lengkap. Oleh Karen itu, sejak tadi pagi (kemarin), saya bekerja untuk mendapat keterangan dan informasi, dan saya anggap cukup sudah sehingga bisa kami sampaikan,\" ujarnya. SBY memaparkan bahwa benar adanya jika pada tahun 1999, pemerintah Indonesia pernah mencetak uang kertas di perusahaan Australia NPA. Perusahaan tersebut berada di bawah naungan Bank Central Australia. Jumlah uang kertas yang dicetak di perusahaan tersebut adalah sebanyak 550 juta lembar dengan pecahan 100 ribu. \"Itu fakta pertama. Yang kedua, keputusan, kebijakan pengawasan dan kewenangan mencetak uang termasuk di Australia itu ada di Bank Indonesia, bukan pada Presiden dan Pemerintah. Hal itu kewenangan Bank Indonesia dan tugasnya sesuai UU Bank Indonesia dan peraturan yang berlaku, ada landasan hukumnya itu,\"tegasnya. Di samping itu, SBY menegaskan bahwa pada saat itu, dirinya maupun Megawati belum menjabat sebagai Presiden RI. Sehingga, dirinya tidak terlibat dalam pengambilan keputusan pencetakan uang di Australia tersebut. \"Siapapun Presidennya, saat uang itu dicetak, tidak terlibat dalam arti mengambil keputusan ataupun perintah Presiden,\"ujarnya. Selain itu, SBY juga mengatakan bahwa jika ada elemen maupun WNI yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi tersebut, silahkan diusut hingga tuntas. \"Kalau ada elemen di Indonesia yang terlibat, tolong diungkap dan diusut. Jika ada WNI yang terlibat mari kita tegakkan hukum bersama, Indonesia-Australia adalah neagra hukum dan menghargai hukum,\"katanya. Selanjutnya, SBY juga meminta kepada pemerintah Australia agar tidak mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang justru menimbulkan kecurigaan dari pihak-pihak luar. Tidak hanya itu, SBY juga menginginkan agar Australia mengeluarkan pernyataan untuk membersihkan namanya dan Megawati. \"Jangan justru pemerintah Australia mengeluarkan kebiajakn dan statement yang menimbulkan kecurigaan dan tuduhan-tuduhan pihak di luar Australia, contohnya Mantan Presiden Megawati dan saya sendiri. Saya juga minta Australia segera mengeluarkan statement yang terang agar nama ibu Mega dan saya sendiri tidak dicemarkan,\"tegasnya. SBY pun sangat berharap kepada banyak pihak, khususnya pihak-pihak terkait seperti Wikileaks, pemerintah Australia, dan media agar pernyataannya terkait dugaan kasus korupsi tersebut didengar. \"Saya berharap pernyataan ini didengar Wikileaks, dimanapun Wikileaks berada, pimpinan dan wartawan sindonews.com, pemerintah Australia dan KPK. Saya ingin terang benderang di negara ini, karena diberitakan seolah-olah ada korupsi, saya harap saudara-saudara di KPK bisa mendengar apa yang disampaikan,\"tegasnya. Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) Mirza Adityaswara membenarkan bahwa pencetakan uang negara memang dilakukan di dua perusahaan Australia pada tahun 1999 silam. Namun, hal tersebut terpaksa dilakukan karena untuk mengantisipasi isu Y2K yang. \"Fakta yang disampaikan Pak SBY ya itu fakta memang, tahun 1999 ada pencetakan di Australia. Cuma sekali saja. Karena waktu itu kan Y2K,\"ujarnya di Cikeas, kemarin. Untuk itu, lanjut Mirza, pemerintah pun berupaya mengantisipasi lonjakan permintaan terhadap uang. Salah satu caranya dengan melakukan pencetakan di luar negeri. Dia menguraikan, pada saat isu Y2K merebak, sejumlah perusahaan memerlukan contingency plan. \"Jadi kalau tiba-tiba computer nggak bisa nyala dan sebagainya itu kan (Y2K), masyarakat menjadi resah itu kan. Jadi BI perlu mengantisipasi lonjakan permintaan. Kaya seperti lebaran aja, orang lonjakan permintaan mencetak lebih,\"jelasnya. Sementara itu, pemerintah Australia mengakui bahwa ada perintah pencegahan perluasan informasi terkait dugaan kasus korupsi tersebut. Sebab, isi dokumen wikileaks tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya. Karena itu, pemerintah Australia menganggap perintah pencegahan tersebut adalah cara terbaik untuk melindungi tokoh-tokoh politik terkait di negara-negara tersebut dari dugaan-dugaan yang belum terbukti kebenarannya. \"Pemerintah Australia memperoleh perintah pencegahan penyebarluasan informasi yang bisa memberi kesan keterlibatan tokoh politik senior tertentu dalam korupsi di kawasan, apakah hal tersebut memang faktanya begitu atau tidak. Pemerintah Australia memandang bahwa perintah pencegahan tetap merupakan cara yang terbaik untuk melindungi tokoh politik senior dari risiko sindiran yang tak berdasar,\" seperti yang dikutip dari siaran pers Kedutaan Besar Australia di Indonesia, kemarin. Pemerintah Australia menuturkan bahwa kasus korupsi tersebut adalah kasus yang rumit dan berlangsung cukup lama. Namun, pihaknya tidak memungkiri jika ada sejumlah nama besar para tokoh yang disebut. \"Tapi itu tidak mengimplikasikan kesalahan pada pihak mereka. Pemerintah Australia menekankan bahwa Presiden dan mantan Presiden RI bukan pihak yang terlibat dalam proses pengadilan Securency. Kami menyikapi pelanggaran perintah pencegahan ini dengan sangat serius dan kami sedang merujuknya ke kepolisian,\"tulisnya. \" Sebagai informasi, berdasarkan dokumen WikiLeaks tertanggal 29 Juli 2014, ada kasus dugaan korupsi multi juta dolar yang secara eksplisit melibatkan beberapa tokoh Indonesia, Malaysia dan Vietnam, termasuk keluarga dan pejabat senior masing-masing negara itu. Kasus yang dimaksud adalah, dugaan korupsi proyek pencetakan uang kertas yang melibatkan dua perusahaan Australia. Dua perusahaan itu adalah Reserve Bank of Australia (RBA) dan Note Printing Australia (NPA). Dokumen tersebut juga menyebutkan Perintah super untuk memerintahkan keamanan nasional (Australia) untuk mencegah pelaporan tentang kasus ini, oleh siapa saja. (Tujuannya) untuk mencegah kerusakan hubungan internasional Australia,\" tulis WikiLeaks, Rabu (30/7/2014). (ken)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: