Jualan Kerupuk, Untung Cuma Rp 2 Ribu/Hari
KOTA PADANG, BE - Umur yang telah renta tidak menjadi penghalang bagi Tumini (95) warga Desa Durian Mas Kecamatan Kota Padang untuk tetap mencari nafkah dengan cara yang halal. Wanita tua dengan 7 orang anak 15 cucu dan 27 orang cicit itu mencari uang dengan cara berjualan kerupuk yang terbuat dari nasi.
Dagangannya itu hanya di jual seharga lima ratus rupiah persatu bungkus. Untuk modal dagangan itu Tumini hanya membutuhkan uang Rp 10 ribu. Nenek kelahiran pulau Jawa ini merantau ke pulau Sumatra puluhan tahun yang lalu sebagai warga transmigrasi pertama di Kecamatan Kota Padang di Desa Durian Mas. Saat itu, Tumini ikut orang tuanya menjadi seorang anak warga transmigrasi. Awalnya Tumini (95) bekerja sebagai seorang petani penggarap sawah di Desa Durian Mas, mengikuti jejak pekerjaan orang tua sebagai petani sawah. Hanya saja hidup sebagai petani di daerah rantauan tidaklah gampang. Bahkan Tumini pernah menemukan harga jual hasil pertanian yang murah.
\"Saat harga hasil pertanian murah, orang tua saya mewarisi keahlian membuat kerupuk jangek yang terbuat dari nasi dan kerupuk,\" ungkapnya. Keahlian membuat kerupuk itu kini sangat membantu Tumini dihari tua, meski tidak mampu lagi bekerja sebagai petani karena usia yang telah renta, Tumini menjual kerupuk hasil kerajinannya. \"Awalnya saya pajangkan kerupuk di depan rumah seharga Rp 25,- perbungkus dan banyak warga yang mengemari kerupuk buatan keluarga kami dan dari sanalah saya mulai berjualan keliling di desa,\" terangnya.
Waktu pembangunan sekolah dasar di Desa Durian Mas tahun 80, Tumini mengaku mulai berjualan di pintu gerbang sekolah dasar tersebut hingga sekarang. \"Dulu jualan saya masih lengkap dan banyak semenjak di tinggal (Alm) suami saya, dan mengurus ke tujuh anak saya modal saya mulai menipis dan hingga saat ini saya berjualan hanya bermodal Rp 10 ribu termasuk jualan permen dan mainan anak,\" ungkap Tumini Mirisnya, meski telah puluhan tahun berjualan di pintu gerbang sekolah Durian Mas , Tumini hanya bisa mengumpulkan uang hasil keuntungan hanya Rp 2000/hari. \"Saya tidak punya modal, saya hanya punya uang Rp 10 ribu, tapi saya bersyukur dengan anak di sekolah tersebut. Karena tiap hari berjualan kerupuk jangek, jualan saya habis terus dan saya bisa mencukupi kebutuhan sendiri di rumah,\" terang Tumini.
Tumini harus mengurusi diri sendiri, karena anak-anaknya juga hidup sendiri, merantau ke luar Pulau Sumatra, bahkan di depan gerbang sekolah Tumini masih harus mengurusi cucu dan cicitnya yang bersekolah di sekolah dasar tempat ia berjualan \"Saat cucu dan cicit saya pulang, merekalah yang membawakan barang jualan saya pulang ke rumah dengan beronang (keranjang ),\" ungkap Tumina. (cw1)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: