Warga Trans Bandung Marga Dipaksa Mandiri

Warga Trans Bandung  Marga Dipaksa Mandiri

CURUP, BE  – Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Rejang Lebong mengakui, jika warga transmigrasi di Desa Bandung Marga Kecamatan Bermani Ulu Raya (BUR) tidak diberikan jatah hidup dan pembinaan.  Kondisi itu bukan hanya dialami warga trans Bandung Marga yang dihuni 85 kepala keluarga (KK), tetapi juga dialami warga trans di Pal Tujuh dan warga trans Tanjung Beringin yang masing-masing berpenghuni 75 KK dan 65 KK.

Ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kepala Dinsosnakertrans Bambang Irawan, SH bersama beberapa stafnya Senin (3/12) menegaskan, warga Transmigrasi Desa Bandung Marga Kecamatan Bermani Ulu Raya (BUR) tersebut merupakan program Transmigrasi Swakarya Mandiri (TSM) yang konsepnya memang menuntut warga peserta untuk mandiri di wilayah transmigrasi tersebut.

Dijelaskan Bambang, Program TSM sangat berbeda jauh sistemnya program Transmigrasi Umum (TU).  Dalam TSM, warga peserta tidak diberikan bantuan pembinaan berupa jatah hidup, jikapun ada, itu merupakan kebijakan dari pemerintah daerah asal dan kebijakan pemerintah provinsi.

“Seperti TSM Bandung Marga, jatah hidup yang diberikan selama 6 bulan itu merupakan bantuan pembinaan dari daerah asal mereka selama 3 bulan dan 3 bulan lagi merupakan bantuan pembinaan dari Dinas Sosnakertrans Provinsi Bengkulu,” ujar Bambang.

Warga peserta TSM, lanjut Bambang, saat perekrutan oleh daerah asalnya juga harus melampirkan rekening berisikan dana Rp. 7,5 juta sebagai salah satu syarat utama agar dapat mengikuti Program TSM. Uang itulah yang akan digunakan oleh warga sebagai modal untuk melakukan usaha di daerah transmigrasi tujuan. “Seharusnya, warga yang tidak memiliki rekening dan dana itu tidak dapat diikutsertakan ke dalam TSM ini.

Sangat berbeda dengan program TU, masing-masing peserta akan diberikan bantuan pembinaan selama 5 tahun oleh pemerintah daerah tujuan transmigrasi melalui Disosnakertrans. Jadi warga dapat membedakan kedua jenis program transmigrasi ini,” tegas Bambang.

Selain itu, sambung Bambang, dalam TSM ini, fasilitas umum yang diberikan di wilayah pemukiman diantaranya fasilitas sarana ibadah, Puskesmas pembantu serta kantor desa.  Itupun harus dibangun di lokasi desa induk. Untuk TSM Bandung Marga, semua fasilitas itu sudah dibuat. Bahkan, telah ada fasilitas listrik sebanyak 20 KK yang telah dinikmati oleh warga peserta. “Dari jumlah peserta tersebut banyak juga yang berhasil di Rejang Lebong dalam berbagai bidang usaha yang dijalaninya. Apalagi, dalam konsep TSM ini, warga peserta memang dituntut untuk mandiri tanpa bantuan dari pemerintah daerah tujuan,” ujar Bambang.

Sementara, untuk sertifikat, Bambang mengatakan bahwa warga tersebut telah menerima sebanyak 200 persil sertifikat jenis lahan perkarangan yang di bagikan pada tahun 2011 lalu di TU PUT, TSM Pal 7 serta TSM Bandung Marga. Untuk tahun 2012 ini, pihaknya juga telah mengajukan pembuatan sertifikat lahan pertanian sebanyak 200 persil.

“Nah yang membuat sertifikatnya adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan saat ini sedang proses pengukuran serta pembuatan sertifikatnya,” ujar Bambang. Tak hanya itu, lanjut Bambang, warga peserta juga sering mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah RL melalui Dinas Peternakan dan Perikanan RL berupa bantuan sapi dan kambing guna dikembangbiakkan.

“Seluruh fasilitas umum yang dibangun juga saya yakin memiliki jarak yang sesuai aturan, misalnya saja fasilitas lahan pertanian, seharusnya dalam aturan TSM berjarak 2,5 KM hingga 3,5 meter, tetapi kenyataannya kami sediakan berjarak hanya 2 KM,” ujar Bambang.

Untuk itu, Bambang berharap agar warga peserta transmigrasi sendiri dapat membedakan bentuk program yang di ikuti, baik itu TU maupun TSM. Dengan begitu warga kedepannya dapat memahami tujuan positif dari program Transmigrasi itu senbdiri. “Jadi jangan salah kaprah, sebab perbedaan kedua program itu sangat jauh sekali,” ujar Bambang. (999)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: