MEDIASI CARA EFEKTIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN
Oleh : Dr.(cand ) A. Bukhori,S.H.,M.H. Masalah tanah yang muncul dikalangan masyarakat saat ini dari hari kehari semakin kompleks,tidak seimbang, masalah yang timbul berlari kencang,sementara penyelesaiannya berjalan lamban, dan lebih miris lagi ada yang jalan ditempat.ini merupakan puncak gunung es yang tak dapat terbendung dan dihindari, kepada Pemerintah hal ini jangan kita abaikan, harus segera diperhatikan, tanpa membedahkan ras, suku dan agama, semua perlakuan harus sama dimata hukum. Dari berbagai masalah agraria yang menyejarah sejak zaman kolonial belanda yang tidak terselesaikan secara mendasar dan tuntas. Sudah 68 tahun Indonesia merdeka, atau telah berumur 53 tahun UUPA (Undang-undang Pokok Agraria). Jika kita cermati dengan seksama ,konflik pertanahan yang terjadi selama ini telah berdimensi luas, baik konflik horizontal,dan vertikal. Konflik horizontal yang paling sering terjadi,antara lain kasus sengketa tanah (waris),harta gono gini, tanah tanah ex peninggalan belanda (P3MB). Sedangkan konflik vertikal yang paling dominan yaitu antara masyarakat dengan pemerintah, antara masyarakat hukum adat dengan swasta (tanah tanah masyarakat diatas tanah hak guna usaha), seperti konflik warga suku anak dalam(SAD) yang diusir dari tanah leluhurnya di Padang Salak,Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi yang sudah 27 tahun lebih, berjuang untuk mendapatkan kembali tanah adatnya yang dicaplok oleh perusahaan asing PT.Asiatic Persada (AP), (majalah FORUM edisi XXII/16-22 Desember 2113 hal.82-83),Konflik tabat Desa/Kelurahan (Kelurahan pensiunan dengan rencana desa pemekaran Kampung Pensiunan di Kepahiang), sengketa tabat Kabupaten (Kab.bengkulu utara dengan Kab.lebong di Padang Bano), sengketa yang tak kunjung selesai tabat Provinsi (Provinsi Bengkulu dengan Sumatera Barat di sungai sariek muara semeluk), masyarakat dengan pihak kehutanan (Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan). Penyerobotan diatas tanah kawasan TNKS,TWA,CA,HSA,dan kawasan lindung lainnya,(seperti tanah Cagar Alam kawasan danau dendam tak sudah di kota bengkulu). Untuk pencegahan, dan meminimalisir sengketa pertanahan yang semakin marak dan kompleks ini, perlu menanganan yang serius dan adil oleh Pemerintah. Sesuai dengan UUD NRI 1945 Pasal 1 (3) “Indonesia adalah negara hukum” Tugas Negara adalah menjamin ketertiban dan keamanan rakyatnya. Serta menurut Ahmad ali tujuan hukum itu harus diperhatikan dari 3 sudut pandang yaitu : dari sudut pandang positip normatif dititik beratkan pada kepastian hukum, persepektif filsafat hukum dititik beratkan pada sisi keadilan serta dari sudut pandang sosiologi hukum yaitu bidang kemanfaatannya. menjaga kesuburannya,diupayakan bernilai ekonomis tinggi,serta dikelola sesuai dengan peruntukannya,ditambah satu lagi dalam UUPA yaitu tanah sebagai alat untuk membawakan masyarakat menuju kemakmuran dan kebahagiaan. Sesuai dengan yang di amanatkan dalam UUD NRI 1945 Pasal 33 (3) “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “ Adapun Peraturan Pokok Agraria telah diatur dalam Undang –undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Pada tanggal 24 september setiap tahun dirayakan hari ulang tahun UUPA, dikenal juga sebagai hari tani. Melalui mediasi, Sengketa, Konflik,dan Masalah Pertanahan, dapat diselesaikan. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, Sengketa berarti sesuatu yang menyebabkan pendapat,Konflik adalah pertentangan,percekcokan,sedangkan Masalah adalah sesuatu yang harus dipecahkan, problem,perkara. Harus ada iktikad baik dari Pemerintah dalam mengurusi 2 masalah besar ini yaitu masalah mata air dan air mata, banyak pihak yang berpihak dalam menyelesaikan masalah kepada masalah mata air,sedikit orang yang berpihak dan peduli kepada masalah air mata. Tanah selalu diributkan karena ketidakadilan,ketidaksejahteraan,kesenjangan sosial,ini semua disebabkan antara lain “sedikit orang menguasai tanah banyak,banyak orang menguasai tanah sedikit “. Nah kalau hal tersebut diatas berkelanjutan tidak diawasi dan dibatasi, kedepan rasanya sulit untuk mencapai harapan dan tujuan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam UUD NRI 1945 Pasal 33 (3). Dalam hal ini penulis tidak mempermasalahkan arti kata, konflik, sengketa, ataupun masalah pertanahan. Namun penulis mengharapkan kepada kita semua sebagai warga negara yang baik marilah kita menyikapi hal ini dengan lapang dada demi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan motto: “ Mengatasi masalah yang ada secara tuntas dan tanpa menimbulkan masalah baru”, sebagai bangsa yang besar jangan kita hanya menyelesaikan masalah yang kecil dan mengabaikan masalah besar. Marilah kita menuju tujuan yang mulia adalah menyelesaikan masalah besar dan melupakan masalah kecil. Bukan berarti kita mengabaikan masalah kecil,hal yang kecil juga patut kita selesaikan,agar masalah -masalah kecil juga jangan sampai menjadi masalah besar. Tidak sedikit masyarakat kita yang memilih jalan pintas penyelesaiannya diserahkan kepada advokat, aparat penegak hukum,bahkan sampai ketingkat pengadilan. Akibat dari ini semua, masyarakat banyak yang tidak saling tegur sapa dengan tetangga sebelah- menyebelah berbatasan letak tanah,putus hubungan keluarga, jangan terpropokasi ,hindari jangan sampai terjadi pertumpahan darah,Mari kita renungkan sejenak, Firman tuhan dalam surat Al-Anbiya’(21) ayat 105 Artinya : ”Bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh “. Selanjutnya dalam surat Al-Hajj’(22) ayat 5 Artinya: “ Wahai Manusia ! Jika kamu meragukan (hari) kebangkitan,maka sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah “, jelas sudah dari tanah kita bermula,hidup butuh tanah dan matipun insyaallah masuk tanah. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas penulis perlu menambahkan ada beberapa solusi dalam penyelesaian masalah tanah yang dapat kita cermati sebagai bahan perbandingan antara lain: 1.ARBITRASE 2.NEGOSIASI 3.MEDIASI 4.KONSILIASI 5.LITIGASI. Berikut penjelesannya : 1.Arbitrase ( Hakim ) : Penyelesaian sengketa yang sudah agak lama adalah arbitrase. Para pihak melalui klausul yang disepakati dalam perjanjian, menundukkan diri (sub mission) menyerahkan penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian kepada pihak ketiga yang netral dan bertindak sebagai arbiter. Proses penyelesaian dilakukan dalam wadah arbitral tribunal (majelis arbitrase). Atau menurut kamus istilah hukum Pochema Andrease Belanda-Indonesia, bahwa “arbitrage” adalah “penyelesaian suatu perselisihan oleh seseorang atau lebih oleh juru Pisah yang harus memutuskan menurut hukum yang berlaku atau berdasarkan keadilan. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara negosiasi/untuk menghindari penyelesaian sengketa melalui badan peradilan yang selama ini dirasakan melalui waktu yang lama. Arbitrase ini fungsi dan kewenangannya penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa, berwenang untuk menyelesaikan sengketa, berwenang untuk mengambil putusan yang lazim disebut award dan putusan final and binding (final dan mengikat) kepada para pihak. 2. Negosiasi (Musyawarah): Negosiasi merupakan keseharian seseorang melakukan negosiasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti sesama mitra dagang, kuasa hukum, salah satu pihak-pihak dengan pihak yang sedang bersengketa, bahkan pengacara yang memasukan gugatannya di pengadilan juga bernegosiasi dengan tergugat atau kuasa hukumnya sebelum pemeriksaan perkaranya dimulai. Negosiasi adalah basic of man untuk mendapatkan yang diinginkan dari orang lain. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi ). 3. Mediasi: Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian yang mengenai prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar menawar, bila tidak ada negosiasi tidak ada mediasi, sedangkan menurut Interest Based “dalam mediasi tidak dicari siapa yang benar atau salah, tetapi lebih untuk menjaga kepentingan masing-masing para pihak . “Seperti yang tercantum dalam Bab.XVIII Undang –undang Hukum Perdata,yaitu aspek yuridis mediasi dalam hukum acara perdata yang dirumuskan pada Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864. 4. Konsilisasi: Konsilisasi merupakan kelanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi konsilitator. Dalam hal ini konsilisai berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dapat dibuat konsilitator menjadi resolution. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat para pihak. Salah satu perbedaan antara mediasi adalah berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh pihak ketiga kepada pihak yang bersengkata. Sedangkan mediator dalam suatu mediasi hanya berusaha membimbing para pihak yang bersengketa menuju suatu kesepakatan. 5. Litigasi: Litigasi adalah proses penyelesaian sengketa dipengadilan, semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan pihak yang satu menang dan pihak yang lain kalah. Litigasi tidak cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris atau melibatkan banyak pihak, banyak persoalan dan beberapa kemungkinan alternatif penyelesaian. Namun, penyelesaian sengketa melalui litigasi masih tetap eksis dan diperlukan hingga sekarang karena hal-hal khusus yang hanya dimiliki lembaga pengadilan, yaitu kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan sementara (provisional). Harapan penulis : Semoga masyarakat adat taat hukum nasional,lebih mengedepankan hukum adat sehingga konflik yang ada di Desa /Kelurahan, tempat masyarakat beradat bermukim dapat menahan diri, mengendalikan emosi , serta dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara mediasi (Perdamaian),dalam rangka mewujudkan proses penyelesaian masalah dengan cara sederhana,cepat, murah,dan adil. Utamakan bermusyawarah untuk bersepakat berdasarkan hukum adat yang berkeadilan, bukan bermusyawarah untuk tidak bersepakat. Sehingga tercapai keadilan yang sejati,rukun,damai,tenteram dalam keluarga,masyarakat dan negara. Penulis adalah : Ketua DPC ISHI (Ikatan Sarjana Hukum Indonesia) Kabupaten Kepahiang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: