MA dan Kejagung Diminta Samakan Persepsi Malpraktik

MA dan Kejagung Diminta Samakan Persepsi Malpraktik

JAKARTA - Komisi IX DPR meminta agar pihak penegak hukum, Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama pihak Konsul Kedokteran Indonesia (KKI) menyamakan persepsi dalam penanganan kasus malpraktik medis. Hal tersebut merupakan kesimpulan dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR bersama seluruh lembaga kehakiman bersama KKI untuk membahas polemik putusan kasasi dr Dewa Ayu Sasiary Prawani dan dua rekannya, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf menilai bahwa selama ini kedua pihak menggunakan pendekatan yang berbeda dalam penanganan kasus malpraktik. Dia menjelaskan bahwa terkait kasus malpraktek dr Ayu cs, pihak KKI dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melihat kasus tersebut melalui kaca mata kode etik kedokteran, serta Undang-Undang (UU) Kedokteran.

Sedangkan pihak kejaksaan, lanjut Nova, melihat apa yang telah diperbuat dr Ayu cs berdasarkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). \"Ya jelas tidak nyambung sama sekali pola pemikirannya,\" tandas Nova di Gedung DPR Rabu  (3/11).

Nova menjelaskan bahwa perbedaan mendasar dalam memahami kasus malpraktik dr Ayu dapat dilihat dari kesimpulan masing-masing pihak. Menurutnya, pihak KKI dan IDI memandang bahwa apa yang dilakukan dr Ayu telah memenuhi ketentuan yang berlaku berdasarkan kode etik kedokteran dan UU Kedokteran.

Sementara itu, kejaksaan yang melihat kasus tersebut berdasarkan KUHP telah menyatakan bahwa dr Ayu bersama dua rekannya dinyatakan bersalah. \"Harus mengadakan forum bersama untuk membahas hukum-hukum apa saja sebagai landasan untuk menangani kasus medik. ini juga untuk keselamatan pasien,\" ujar Nova.

Selain itu, wakil ketua fraksi Partai Demokrat tersebut juga mengatakan bahwa dr Ayu cs telah menjadi korban kriminalisasi. Hal tersebut disebabkan belum terangnya pemahaman penegak hukum dalam memandang kasus tersebut.

\"Selama landasan hukum dokter belum jelas otomatis itu kriminalisasi. Dia dihukum sebagai pembunuh, bukan sebagai dokter yang menangani pasien,\" ucap perempuan yang akrab disapa Noriyu itu.

Senada dengan Noriyu, penyamaan persepsi dan perundungan mengenai profesi dokter ini juga didukung penuh oleh Wakil Menteri Kesehatan, Ali Ghufron. Ia mengatakan penyamaan ini nantinya tak hanya akan berguna bagi kasus dokter ayu cs saja, namun juga bermanfaat bagi seluruh profesi kesehatan lainnya. Sehingga jika ada kasus serupa, pihak MA bisa juga mempertimbangan dari segi kedokteran.

\"Persamaan persepsi ini harus dilakukan dan tadi setiap pihak menyatakan kesiapannya dalam melakukan persepsi,\" tutur Wamenkes.

Namun, saat ditanya apakah pihak MA akan mendatangkan pihak Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dalam pengajuan kembali kasus dokter ayu sebagai implementasi kesetujuan mereka, Wamenkes mengaku pihaknya masih belum tahu. Ia hanya mengatakan bahwa hal tersebut kewenangan dari pihak MA untuk menentukan hal itu. \"Yang jelas kita hormati proses hukum yang berjalan dan terus upayakan yang terbaik,\" ungkap dia.

Wamenkes sendiri juga berharap dengan adanya kasus ini, kedua belah pihak baik dokter maupun masyarakat sama-sama belajar. Pihak dokter harus lebih bisa komunikatif dan menjaga sistem dengan baik. Sedangkan masyarakat juga diharap tidak langsung melapor kepada pihak berwajib jika merasa tidak puas dengan kinerja dokter. Masyarakat dapat menghubungi pihak MKEK terlebih dahulu.

Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat mengkomentari putusan hakim terkait kasasi dr Ayu cs. \"Kami tetap pada prinsip-prinsip hukum di kalangan MA bahwa tidak bisa mengkomentari putusan hakim MA. Silakan dianalisis,\" kata Ridwan.

Namun Ridwan mengatakan bahwa pihaknya siap terbuka untuk menerima masukan-masukan untuk persamaan persepsi dalam penanganan kasus malpraktek medis. \"Kami sudah menampung semua permasalahan. Rapat ini nanti akan ditindaklanjuti,\" ujarnya.

Terkait soal permohonan Peninjauan Kembali (PK) dr Ayu cs, Ridwan menjelaskan bahwa Raker bersama Komisi IX DPR kemarin tidak akan mempengaruhi jalannya sidang PK oleh majelis hakim. \"Kita pisahkan perkara yang sedang berjalan,\" ucapnya.

Sekjen Komisi Yudisial (KY) Danang Wijayanto yang juga hadir dalam Raker tersebut mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi dibentuknya forum bersama tersebut. \"Kami setuju dengan adanya forum bersama yang mempertemukan antara komisi dokter dengan komisi hukum untuk menyamakan persepsi tentang istilah-istilah yang digunakan di dunia kedokteran,\" terang Danang.

Namun dia mengatakan bahwa peran KY terhadap pengawasan hakim tidak dapat mengintervensi jalannya persidangan perkara kasus malpraktek dr Ayu cs. \"KY tidak dapat mengintervensi jalannya sidang,\" kata Danang.

Danang menjelaskan bahwa pihak yang tidak puas dalam putusan hakim terkait perkara malpraktik dapat melakukan upaya banding hingga PK. \"Itu adalah upaya untuk mengkareksi putusan hakim,\" imbuhnya.

Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Manado yang menangani perkara dr Ayu cs, Roni Yohanes di depan anggota Komisi IX DPR menegaskan kembali soal pokok tuntutannya. Sebagai jaksa, dia mengatakan selalu berpedoman dengan fakta dan bukti hukum dia miliki.

\"Keterangan saksi dari keluarga korban adalah tidak diberitahukan akibat resiko tertinggi yang akan terjadi,\" ujar Roni.

Selain itu, berdasarkan bukti yang dia temukan adanya kelalaian terhadap tindakan operasi cito Siska Makatey. \"Ditemukan\"komplikasi pada saat operasi karena kelalaian tenaga medis,\" ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan bahwa kejaksaan tetap akan mengeksekusi dr Ayu cs dengan 10 buluan kurungan berdasarkan putusan kasasi MA beberapa waktu lalu. \"Putusannya kan sudah inkracht,\" kata Basrief. (dod/mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: