Rasan Tue yang Ditinggalkan

Rasan Tue yang Ditinggalkan

SAMBANGAN atau rasan tue (Musyawarah Orang Tua) suatu perkawinan dimana jejaka (Bujang) atau calon suami dicarikan calon istri, oleh orang tuanya. Sambangan atau rasan Tue ini dulu lazim dilakukan, namun saat ini sudah mulai ditinggalkan:

==================

ASROFI,  Bintuhan ==================

SEKITAR 20 Tahun lalu, Sambangan atau rasan tue (Musyawarah Orang Tua) masih lazim dilakukan. Ini adalah cara masyarakat Kabupaten kaur, saat akan menghadapi pernikahan. Suatu perkawinan dimana jejaka (Bujang) atau calon siami dicarikan calon istri, oleh orang tuanya. Kemudian calon suami atau istri boleh memilih untuk ikut keluarga calon istri atau atau ikut keluarga calon suami. Budaya ini sudah jarang lagi ditemukan di Kabupaten Kaur. \"Memang budaya ini tetap masih ada namun jarang sekali,\" kata Kabid Kebudayaan Dispenbud Kaur Siarjuddin Ssos, kemarin. Dikatakanya, perkawinan rasan tue (orang tua) yang sangat berperan atau yang menentukan memerima atau menolak adalah orang tua, sedangkan anak (baik laki dan perempuan) tidak dapat menolak sebelum terjadinya perkawinan tersebut. Biasanya dilandasi beberapa faktor atau latar belakang, seperti latar belakang kemampuan orang tua (kaya) baik keluarga istri atau keluarga suami. \"Ini dilakukan agar bobot dan bebetnya jelas, sehingga tidak asal memiulih pasangan. Maksud adat ini semua agar jelas baik calon laki-laki dan juga calon perempuanya,\" jelasnya. Selain itu juga, dalam perkawinan sebambangan atau rasan tue mempunyai pesan yang negatif dan positif , banyak orang tua untuk menikahkan anaknya dengan anak dari kerabatnya atau anak dari sahabatnya. Jika anak menolak untuk dinikahkan dengan pilihan orang tuanya, maka orang tua dapat memaksakan kehendaknya, dengan demikian berimplikasikan fatal bagi perkawinan anaknya. \"Ini ada sejak zaman dahulu sekarang sudah tidak ada lagi, namun tidak semua perkawinan sebambangan tersebuat berakhir dengan perceraian, ada juga yang berhasil dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah buktinya masih banyak orang tua yang lebih tua dari kita masih tetap setia dengan pasanganya,\" jelasnya. Kemudian itu, lanjut Sirad, keluarga calon suami atau calon istri datang kepada keluarga calon besan untuk meminang calon menantu. Setelah kedua belah pihak (orang tua) setuju dan sepakat unutk menjodohkan anaknya, maka setelah itu mereka dipertemukan dan perkenalkan untuk mengetahui kepribadian masing-masing. Setelah diterima, maka sebelum perkawinan dilaksanakan ada beberapa hal yang harus dilaksanakan antara lain, meminang, aqad nikah , mas kawin (mahar) dan walimah. Sementara itu, budaya Selaghian merupakan proses terjadinya selaghian, pertama-tama karena tidak adanya persetujuan diantara kedua belah pihak orang tua mereka. Maka jalan satu-satunya untuk menikah yaitu siperempuan yang hendak kawin itu diberi uang gadai setelah itu diajak kerumah kepala desa, atau bisa juga kerumah saudara laki-laki pasangannya dititipkan. Setelah itu apabila apabila orang tua meraka tidak merestuinya, maka mereka tetap melaksanakan perkawinan dengan menggunakan wali hakim. Namun Selaghian ini terkadang banyak dikehendaki karena hati ke hati, sehingga sulit di pisahkan walaupun negatifnya ada juga ada postifnya, itulah budaya yang saat ini mulai pudar. \"Inipun terdakadang masih terjadi, namun budaya Sebambangan dan Selaghian sudah langka atau jarang kita temui, namun demikian terkadang masih ada,\" jelasnya.(***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: