Mukomuko Perlu Bangun Kawasan Ternak dan UPPO Biogas
Ternak dibiarkan berkeliaran di Mukomuko-(ist)-
Perda No.26 tahun 2011
Pemerintah Kabupaten Mukomuko menyadari urgensi masalah ini dan berupaya menegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 26 Tahun 2011 tentang larangan melepasliarkan ternak di kawasan tanpa ternak.
Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) telah melakukan berbagai upaya, seperti sosialisasi peraturan melalui pendekatan lisan maupun tulisan, patroli rutin untuk menangkap ternak yang berkeliaran, dan pemberian sanksi denda kepada pemilik ternak.
Denda yang diterapkan cukup signifikan, yaitu Rp3 juta untuk ternak besar seperti sapi dan kerbau, serta Rp1 juta untuk ternak kecil seperti kambing. Selain itu, bagi pemilik ternak yang melanggar aturan hingga tiga kali, akan dikenakan sanksi tindak pidana ringan (tipiring).
Di tingkat desa, pendekatan berbeda dilakukan. Kepala Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, Tarmizi, mengatakan hingga saat ini desa belum memiliki peraturan desa (perdes) yang mengatur secara spesifik soal pelepasan ternak.
Pendekatan yang dilakukan terkait pelepasliaran ternak lebih bersifat persuasif dan kekeluargaan. Imbauan disampaikan melalui kepala dusun kepada warga pemilik ternak, seperti yang dilakukan kepada salah satu warga bernama Khaidir. Berkat pendekatan ini, Khaidir akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melepas kerbaunya.
Sebagai langkah mendukung ketahanan pangan, Desa Ujung Padang menggunakan dana desa untuk membeli 15 ekor ternak yang kemudian digembalakan oleh kelompok masyarakat secara kolektif pada kawasan ternak. Hal ini bertujuan agar ternak tetap terkelola dengan baik tanpa harus dilepasliarkan.
Hasil nyata dari berbagai upaya ini mulai terlihat di Desa Ujung Padang. Dalam dua bulan terakhir, jalanan desa bersih dari kotoran kerbau, dan tidak ada lagi gerombolan ternak yang berkeliaran di jalan raya.
Sebelumnya, setiap pagi dan siang, pemandangan seperti ini kerap mengganggu aktivitas warga, terutama saat anak-anak pergi dan pulang sekolah. Kini, kebebasan dari gangguan ternak liar menjadi kenyataan yang dirasakan langsung oleh warga.
Model menggembalakan ternak dalam satu kawasan ternak patut dicontoh desa lain, bahkan kalau dikelola lebih jauh akan muncul usaha lain yaitu pemanfaatan kotoran untuk produksi kompos yang bisa digunakan untuk mengurangi biaya pupuk dari budidaya pertanian.
Kompos dari kotoran hewan jenis ruminansia seperti kerbau, sapi dan kambing akan mampu menyuburkan tanah, memperbaiki struktur tanah, bahkan mampu meningkatkan hasil pertanian.
Belajar dari Sleman
Kasus yang serupa juga dialami Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dimana sebelum tahun 2005, ternak sapi dipelihara di belakang setiap rumah peternak sehingga bau kotoran sangat mengganggu warga lainnya.
Kemudian pemerintah desa bersama peternak berembug untuk menyatukan semua ternak yang ada di desa dalam satu kawasan ternak dengan mengambil lokasi di tanah bengkok desa.
Dampaknya peternak bisa saling mengisi untuk mengatasi masalah dan mereka sepakat mengolah kotoran sapi menjadi kompos, dan membuat pakan dari fermentasi jerami padi untuk mengatasi kekurangan pakan saat musim kemarau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: