Tips Jitu Mengelola THR Agar Tidak Habis Begitu Saja

Tips Jitu Mengelola THR Agar Tidak Habis Begitu Saja

Perusahaan wajib memberikan tunjangan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan karyawan berlangsung.--

BENGKULUEKSPRESS.COM - Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada karyawan dan dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan agar karyawan lebih bijak dalam menggunakan uang tersebut. OJK pun memberikan tips kelola THR agar tidak habis begitu saja.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mendefinisikan THR sebagai pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan. Hari raya keagamaan yang dimaksud adalah Idulfitri, Natal, Nyepi, dan Waisak.

BACA JUGA:Tak Hanya untuk Bayi, Ini Manfaat Baby Oil untuk Wajah

Bagaimana penghitungan jumlah THR?
Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 6 Tahun 2016 Ayat 1, besaran THR adalah 1 bulan upah untuk pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus/lebih, atau diberikan secara pro-rata untuk pekerja yang mempunyai masa kerja antara 1 hingga kurang dari 12 bulan.

Perhitungan pro-rata yang dimaksud adalah (masa kerja x 1 bulan upah) ÷ 12. Sementara itu, upah yang dimaksud dapat bisa berupa gaji pokok, atau gaji pokok dan tunjangan tetap, tergantung kebijakan yang dibuat perusahaan. Perusahaan wajib memberikan tunjangan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan karyawan berlangsung.

Perusahaan yang tidak memberikan THR secara tepat waktu akan mendapatkan sanksi dari pihak pemerintah, yaitu berupa denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar. Denda tersebut dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja atau buruh, namun tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerjanya.

BACA JUGA:Ternyata Belimbing Wuluh Banyak Sekali Manfaatnya! Bisa Atasi Jerawat

Apa saja “tips” mengelola THR agar tidak habis begitu saja?
- Bila Anda memiliki utang, Anda bisa menggunakan THR untuk mencicil/ melunasinya. Membiarkan utang berlarut-larut hanya akan menambah beban finansial Anda secara berkelanjutan.
- Segera sisihkan minimal 10 persen dari THR untuk ditabung. Ingat, uang THR bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hari ini, melainkan ada kebutuhan tak terduga dan tuntutan masa depan. Anda juga bisa memilih untuk menginvestasikan sebagian dari THR agar aset atau kekayaan meningkat.
- Perhitungkan kebutuhan pokok hari raya jauh sebelum hari raya. Bahkan bila perlu, Anda bisa menyisihkan pendapatan (gaji) sebelum bulan untuk Ramadan, sehingga THR Anda tidak habis begitu saja.
- Setelah melunasi utang, menabung atau berinvestasi, Anda bisa menggunakan THR untuk keinginan memenuhi kebutuhan hari raya lainnya seperti membeli pakaian baru, memberi uang untuk keluarga dan kerabat, membeli makanan dan kue lebaran (opor, ketupat, nastar), dan sebagainya.

BACA JUGA:Pasti bikin Nagih! Resep Mudah Opor Ayam untuk Lebaran

Pajak THR
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan bahwa pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh. THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Lantas, bagaimana cara simpel hitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas THR tersebut?

Sebelumnya, perlu dipahami bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 mengubah skema penghitungan PPh Pasal 21, yaitu dengan Tarif Efektif Rata-Rata (TER). Aturan tersebut juga menegaskan bahwa THR yang diterima tahun 2024 digabungkan dengan gaji dan penghasilan lain di masa pajak yang sama saat menerimanya.

BACA JUGA:Memilih Makanan yang Tepat untuk Penderita Darah Rendah

Apa itu pegawai tetap?
PMK Nomor 168 Tahun 2023 mendefinisikan pegawai tetap sebagai pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu—sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh dalam pekerjaan tersebut.

Apa itu skema TER PPh Pasal 21?
Secara umum, skema TER untuk menghitung Pasal 21 terbagi menjadi dua, yakni TER bulanan dan harian. TER bulanan dikategorikan berdasarkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak pada awal tahun pajak.

Bagaimana contoh simpel menghitung PPh Pasal 21 atas THR yang didapatkan?
Sebagai contoh, seorang pegawai bernama Ibu Rahayu masuk dalam kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) K/0 dan menerima penghasilan bruto dari kantornya (PT ABCDE) sebesar Rp 6,5 juta pada masa pajak Februari 2024. Pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Ibu Rahayu naik menjadi Rp 13 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja.

BACA JUGA: Alami Air Liur Berlebihan? Ini Cara Mengatasi yang Tepat

Berikut contoh penghitungannya:
Atas penghasilan bruto Februari 2023, Ibu Rahayu dikenai PPh Pasal 21 dengan tarif TER bulanan kategori A sebesar 1 persen. Dengan demikian, PPh Pasal 21 masa Februari sebesar 6.500.000 x 1 % = 65.000;
Pada masa pajak Maret 2024, penghasilan bruto yang diterima Ibu Rahayu naik menjadi Rp 13 juta karena adanya pembayaran THR dari pemberi kerja. Maka, TER bulanan kategori A yang berlaku atas penghasilan bruto senilai Rp 13 juta adalah 5 persen. Dengan demikian, besaran PPh Pasal 21 pada Maret 2024 menjadi Rp 13 juta x 5% = 650.000.
Dari contoh tersebut, maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 (Maret 2024) menjadi 10 kali lipat dari PPh 21 (Februari 2024) dikarenakan berubahnya lapisan tarif TER dari 1 persen menjadi 5 persen.

Namun, sesuai PMK Nomor 168 Tahun 2023, seluruh PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak Januari hingga November 2024, akan diperhitungkan sebagai pengurang dalam penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak terakhir.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: