Tiktok sebagai Sarana Literasi Digital Masyarakat

Tiktok sebagai Sarana Literasi Digital Masyarakat

Yumartin-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-

BENGKULUEKSPRESS.COM - Dikutip dari buku Peran Literasi Digital pada Masa Pandemik (2021) karya Devri Suherdi, disebutkan bahwa Literasi Digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital, seperti alat komunikasi, jaringan internet dan lain sebagainya.

Literasi Digital saat ini menjadi sarana terpenting untuk mengungkapkan dan menunjukkan semua kebutuhan, keinginan dan apresiasi seseorang atau banyak orang terhadap sesuatu yang diyakini dapat di kenal atau diperlihatkan untuk orang banyak. 

Dewasa ini literasi digital tidak lagi terbatas hanya sekedar membaca e-koran, berita online atau menonton televisi.

Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, telah banyak dipadukan dengan keanekaragaman budaya masyarakat dalam era modern dan dengan seluruh akselerasi yang menaunginya. Karenanya, semua informasi menjadi komsumsi wajib yang harus di dapatkan dan atas keinginan besar itu, telah banyak masyarakat dan penggiat literasi digital mulai secara gencar dan massif beralih menggunakan media sosial sebaik dan seluas mungkin.

Media sosial dipilih, karena secara langsung ataupun tidak, telah membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya berselancar dengan dunia internet terutama dengan menggunakan aplikasi media sosial TikTok. Baik itu sebatas hiburan atau memang sebagai sebuah kebutuhan.

Aplikasi media sosial asal negeri tirai bambu ini, memang sangatlah banyak peminatnya, ini dikarenakan aplikasi tiktok lebih mudah digunakan oleh masyarakat dan penggunaannya lebih banyak diarahkan untuk melihat, mendengar dan menggugah bukan untuk membaca. Artinya, ia dapat terserap langsung dengan pemikiran dan jiwa orang yang memperhatikan dan menggunakannya. 

Cerahnya fenomena ini tentu mempunyai dampak negatif dan positif. Dampak negatif dari fenomena ini adalah masyarakat menjadi malas membaca dan mudah tergiring pada opini semata, bahkan mungkin hanya untuk opini yang bersifat sesaat. Kenapa? Karena terlihat lebih banyak konten yang kurang berfaedah yang di sebarkan namun bisa tranding dibandingkan dengan konten yang mengedukasi untuk orang banyak. 

Namun sisi positifnya ialah, masyarakat mampu memperkenalkan diri, kelompok, bahasa, bahkan daerahnya dengan cepat tanpa batas dan tanpa perlu merasa terbebani dengan hanya bermodalkan kreatifitas dalam membuat sebuah konten untuk menarik minat banyak khalayak. Ini dapat kita buktikan setidaknya konten sederhana dari daerah Aceh, Medan, Riau dan Kepulauannya, Lampung, Palembang dan Bengkulu. Di sana, banyak dari masyarakat yang berbeda suku dan budaya, telah bercampur baur, namun pada akhirnya dapat mengerti bahasa dan kebiasaan masing-masing di seluruh daerah hanya karena melihat gaya bahasa, kebudayaan dan lagu-lagunya yang tranding di tiktok. Bahkan dihiasi dengan warna dan gaya yang lucu, sehingga membuat orang teringat selalu. 

Tentu ini adalah sebuah kesempatan dan peluang yang sangat bagus bagi para penggiat literasi digital khususnya media sosial guna mengedukasi masyarakat agar mampu menempatkan media sosial menjadi sarana  literasi yang menampilkan banyak kreatifitas produktif di tengah masyarakat. Terutama dalam menampilkan sebanyak mungkin keunikan dan ciri khas daerah untuk di pasarkan dan dikenal secara luas. 

Selain itu, sekaligus dapat membatasi dan memberikan benteng agar apa yang di tawarkan melalui konten-konten yang disebarluaskan dapat menjaga marwah dan nilai serta nama baik untuk daerah dan dari yang membuatnya tersebut.(*)

Penulis: Yurmartin

Penggiat Sosial dan Pemerhati Masyarakat Desa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: