Masyarakat Boleh Garap HL

Masyarakat Boleh Garap HL

BENGKULU TENGAH, Bengkulu Ekspress - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia memberikan lampu hijau kepada masyarakat untuk menggarap area hutan lindung (HL) maupun hutan produksi.

Demikian disampaikan Direktur Pembenihan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Mintarjo MMA saat menghadiri acara kunjungan kerja anggota Komisi IV DPR RI, di Desa Surau, Kecamatan Taba Penanjung, Rabu (6/2) kemarin.

Dikatakan dia, kawasan HL memang boleh diusulkan menjadi hutan kemasyarakatan atau hutan sosial. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan.

\"Selain bertujuan untuk mengajak masyarakat berperan serta melestarikan sumber daya alam (SDA), penggarapan hutan lindung dan hutan produksi sekaligus bisa menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat,\" kata Mintarjo.

Hanya saja, paparnya, tak semua tumbuhan diperbolehkan untuk ditanam pada kawasan hutan lindung. Melainkan, harus mempertimbangkan kesesuaian lahan lahan yang akan dimanfaatkan. \"Kalau memang cocok dan perekonomiannya bagus, tanaman jenis hutan bukan kayu (HBK) bisa diberdayakan.

Misalnya, tanaman pala, jengkol, karet, durian, alpukat dan lainnya. Hanya saja, untuk tanaman sawit tidak direkomendasikan. Sebab, di Indonesi sudah terdapat sekitar 15 juta hektare tanaman sawit. Jika ditanam lebih banyak, dikhawatirkan harga sawit malah akan anjlok dan merugikan petani,\" jelasnya.

Agar bisa mengelola hutan lindung, Mintarjo menjelaskan bahwa caranya cukup gampang. Masyarakat silahkan berkoordinasi dengan KPH setempat atau Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Bengkulu untuk mendapatkan legalitas berupa surat perjanjian penggarapan lahan.

\"Untuk legalitas, tinggal berkoordinasi dengan KPH atau Dishut Provinsi. Kalau mau ke Jakarta (Kementerian,red), kan terlalu jauh. Untuk rakyat, semuanya dipermudah. Yang terpenting adalah pesertanya jelas dan lokasi yang dimohon juga memang benar-benar ada,\" tandasnya.

Hanya saja, Mintarjo menegaskan, masyarakat hanya diberikan kewenangan untuk mengelola dan memetik hasil tanam tumbuh diatas lahan yang digarap. Bukan untuk memiliki sepenuhnya.\"Kesempatan untuk menggarap HL dan hutan produksi merupakan pemberian akses kelola.

Bukan hak milik. Masyarakat hanya diberikan kesempatan untuk mengelola kawasan hutan dalam kurun waktu yang ditentukan dalam surat perjanjian,\" pungkasnya.(135)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: