Impor Turun 89.58 Persen
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) ternyata berdampak pada penurunan nilai impor di Bengkulu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu, nilai impor pada Juli 2018 turun mencapai 89.58 persen dibandingkan Juni 2017.
Kepala BPS Provinsi Bengkulu, Dyah Anugrah Kuswardani MA mengaku, penurunan nilai impor merupakan dampak dari melemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS hingga mencapai Rp 14 ribu lebih yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Bahkan penurunan nilai impor ini termasuk tertinggi dalam priode 2018. \"Nilai impor kita turun dari US$10,31 Juta pada Juni 2018 menjadi US$1,07 juta di Juli 2018,\" terang Dyah, kemarin (9/9).
Penurunan nilai impor tersebut merupakan imbas dari kinerja impor yang cukup tinggi dari priode sebelumnya. Dimana pada Priode Maret-Juni 2018, nilai impor Bengkulu selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Lalu mendekati pada Juli 2018, nilainya semakin turun cukup dalam.
\"Turun wajar soalnya US$1 sudah mencapai Rp 15 ribu, kalau dipaksakan, para importir akan mengalami kerugian,\" ujar Dyah.
Seperti diketahui, barang impor di Bengkulu banyak didatangkan dari Singapura, Tiongkok, Malaysia, Thailand, dan Amerika Serikat. Beberapa barang yang didatangkan ke Bengkulu diantaranya, peralatan konstruksi dari Tiongkok, aspal dari Singapura, serta barang lainnya dari Tiongkok, Amerika Serikat, dan Malaysia.
\"Nilai impor Bengkulu tertinggi yaitu dari Tiongkok mencapai 70.59 persen dan Singapura mencapai 29.62 persen kedua negara tersebut mengimpor peralatan kontruksi dan aspal,\" tutur Dyah.
Menurunnya nilai impor di Bengkulu ternyata memberikan hal yang cukup baik bagi daerah. Pada Juli 2018 neraca perdagangan Provinsi Bengkulu mengalami surplus sebesar US$ 17,11 juta. Sementara dalam periode Januari-Juli 2018 neraca perdagangan Provinsi Bengkulu mengalami surplus sebesar US$ 128,98 juta.\"Neraca perdagangan kita surplus, ini merupakan sesuatu yang baik kedepannya,\" tutup Dyah.
Menanggapi surplusnya neraca perdagangan pada bulan Juli 2018, Pakar Ekonomi Universitas Bengkulu, Prof Dr Lizar Alfansi PhD mengatakan, surplusnya neraca perdagangan pada bulan Juli bisa menjadi sinyal positif bagi Indonesia.
Khususnya pengaruh pada nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Apalagi, hampir sepanjang semester I-2018, neraca perdagangan Indonesia selalu mengalami defisit. Hal tersebut tidak terlepas dari perang dagang yang saat ini terjadi yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. \"Tentunya itu suatu hal positif, karena ini mengkorkesi defisit neraca berjalan kita. Itu bisa bantu penguatan mata uang kita,\" ujar Lizar.
Ia berharap neraca perdagangan Bengkulu bisa surplus pada akhir tahun nanti. Meskipun menurutnya, untuk menuju ke arah tersebut tidaklah mudah. Terutama trade war dan lain-lain, untuk itu pihaknya selalu mengharapkan agar nilai ekspor lebih besar dari impor. \"Ini hal yang positif dan kita harap terus berkelanjutan. Hingga pada akhir tahun neraca perdagangan kita bisa surplus. Kita sih harapannya surplus,\" tegas Lizar.
Salah satu caranya adalah dengan menggenjot ekspor terhadap produk-produk industri yang menurutnya saat ini masih belum terlalu maksimal dilakukan. Karena selama ini, ekspor yang dilakukan oleh pemerintah masih produk yang berbasis komoditi.
\"Pada intinya kita coba tingkatkan ekspor dengan bangun industri, dan itu tidak bisa dalam waktu singkat. Karena dengan industri yang baik bisa bantu stabilitas juga dari perekonomian,\" tutupnya.(999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: