Pergub TBS Harga Sawit Jangan Mandul

Pergub TBS Harga Sawit Jangan Mandul

BENGKULU,Bengkulu Ekspress - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu untuk mengeluarkan peraturan gubernur (Pergub) terkait batasan harga kepala sawit mendapatkan dukungan.  Wakil Ketua (Waka) I DPRD Provinsi Bengkulu, H Edison Simbolon MSi mengatakan, Pergub untuk harga sawit memang diperlukan. Namun demikian, sanksi yang diberikan juga harus tegas, termasuk realisasinya.

Sehingga pergub yang dikeluarkan nantinya tidak mandul atau benar-benar bisa ditaati oleh perusahaan pemilik pabrik sawit di Bengkulu. \"Boleh saja itu pergub dikeluarkan. Tapi jangan mandul, harus tegas,\" terang Edison, kepada Bengkulu Ekspress, kemarin (8/7).

Untuk memberikan efek jera kepada perusahaan pabrik sawit yang melanggar, menurut Edison sanksinya harus tegas berupa pencabutan izin operasi perusahaan tersebut. Karena jika tidak ada sanksi yang mengatur tersebut, maka pergub juga tidak ada gunanya.

Tidak hanya itu, menurut Edi, dalam pelaksanaannya, juga harus dilakukan pengawasan. Sebab, penetapan harga yang saat ini sebesar Rp 1.200 perkilogramnya itu juga tidak berjalan dengan baik.  \"Ada pengawasan secara terpadu. Karena harga sekarang kita lihat ada yang tidak jalan di pabrik,\" bebernya.

Edison juga mengatakan, dalam penetapan harga kelapa sawit juga tidak bisa selalu menetap. Sebab, harga sawit juga harus mengikuti harga minyak dunia. Ketika turun, maka harga sawit harus ikut turun. Untuk itu, penyesuaian harga ini harus diatur. Agar penurunannya tidak terlalu signifikan.

Mengingat saat ini, rata-rata masyarakat Bengkulu, sudah banyak berali menjadi petani sawit.  \"Patokan harga itu memang harus ada, walapun harga sawit setiap minggunya ini bisa berubah, bisa naik dan bisa turun,\" tambah Edison.  Selain solusi jangka pendek, menurut Edison, pemrov juga harus membuat solusi jangka panjang. Salah satu upayanya dengan membuat pabrik kepala sawit baru yang dikelolah oleh pemprov melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Pembuatan pabrik sawit ini bakal menguntungkan pemprov sebagai penambahaan pendapatkan asli daerah (PAD) dan masyarakat petani sawit bisa terjamin harganya. \"Pabrik baru ini penting. Karena di daerah lain itu ada yang buat seperti itu dan hasilnya sangat baik sekali. Sebab tidak akan pernah rugi, karena di Bengkulu ini orang yang punya kebun karet sudah diganti dengan sawit. Artinya bahan baku tidak akan putus,\" tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan mengatakan, pergub terkait harga sawit sudah dirancang dan akan ditandatangani oleh Plt Gubernur. Nantinya dalam pergub itu akan mengatur sanksi administrasi. Sanksi tegasnya dengan pencabutan izin operasi perusahaan pabrik sawit. \"Harga sekarang sudah ditetapkan Rp 1.200 perkilo dan minimal Rp 1.140 perkilonya. Harga ini harus dipatuhi. Untuk itu kita sudah siapkan pergub untuk diterbitkan nantinya,\" terang Ricky.

Ditambahkan Ricky, kondisi melimpahnya kepala sawit di pabrik berefek pada penuhnya tangki-tengki penampungan CPO atau minyak mentah hasil olehaan kepala sawit.  Dari 23 pabrik yang ada di Provinsi Bengkulu, 2 pabrik yaitu PT SIL di Bengkulu Utara dan PT BIO di Bengkulu Tengah sudah penuh. Akibatnya dua pabrik tersebut tidak bisa melakukan pembelian kepala sawit dari warga. \"Tidak hanya dua pabrik ini saja, pabrik lain juga sudah mulai penuh. Jika tidak ada yang beli CPO itu, maka satu atau dua minggu kedepan, pabrik yang lain juga ikut penuh,\" bebernya.

Penuhnya penampungan CPO itu ada beberapa faktor, seperti kapasitas penampungan CPO nya terlalu kecil, hanya 1.000 ton. Lalu balum lakunya penjualan CPO untuk di ekspor hingga pengaruh turunya harga minya dunia. Atas hal itu, Ricky meminta kepada pihak perusahaan untuk mengoptimalkan kapasitas pabriknya.

Termasuk mencari investor yang siap untuk membeli CPO dari pabrik. Sehingga buah sawit masyatakat bisa dibeli oleh pabrik. \"Silahkan optimalkan mencari investor, agar CPO itu bisa laku dijual,\" pungkas Ricky.  Sementara itu, Ketua GAPKI Cabang Bengkulu, John Irwansyah Siregar mengatakan, Bengkulu memang sudah seharusnya membutuhkan industri hilirisasi pengelolaan CPO. Karena jika hanya berharap dengan pasar dunia, maka akan sangat berat mengingat harga CPO di pasar dunia sudah melemah akibat persaingan CPO dengan sumber energi lainnya seperti kedelai belum lagi kebijakan pembatasan konsumsi biodisel Uni Eropa hingga batas waktu yang tidak bisa ditentukan.\"Kalau kita bisa produksi sendiri maka keberlangsungan industri ini akan tetap ada,\" terang John.

Para pengusaha menyadari, menggarap sektor hilir sawit dapat menjadi penyelamat jika ke depannya pintu ekspor ke berbagai negara benar-benar tertutup karena berbagai alasan perang dagang. Dengan hilirisasi produk sawit, diyakini pasar akan berubah. Konsumsi domestik akan menjadi pasar utama dalam penjualan sawit. Luar negeri pun cuma akan mendapat sisa kecil dari oversuplai produksi sawit Indonesia.

\"Alasan inilah yang membuat GAPKI menginginkan CPO di Indonesia untuk diproses ke dalam tiga kategori besar. Satu untuk bahan campuran biodiesel. Dua untuk oleofood. Tiga untuk oleochemical. Nah, yang biodiesel ini yang relatif cukup banyak untuk ekspor sedangkan sisanya untuk kebutuhan domestik,\" jelas John.

Untuk oleofood, sudah mulai banyak dikonsumsi di dalam negeri. Berbagai industri makanan dan minuman, industri minyak goreng, kemudian farmasi sebagian besar menyerap CPO. Kemudian CPO untuk chemical juga relatif bertumbuh banyak di dalam negeri dimana telah dipakai untuk macam-macam produk campuran industri berteknologi tinggi. \"Kalau semakin banyak industri hilir menyerap ini, deviasi atau ketergantungan kita terhadap mekanisme ekspor kan menjadi rendah. Kan serapannya lebih banyak di dalam negeri,\" imbuh John.

Jika industri kelapa sawit tetap bertahan dengan kegiatan ekspor maka bisa dipastikan berbagai permasalahan akan bermunculan disetiap daerah terutama para petani kelapa sawit di Provinsi Bengkulu. Ribuan ton kelapa sawit milik petani akan kesulitan untuk dijual hingga buah kelapa sawit busuk karena Pabrik telah kelebihan kapasitas penampungan sementara CPO kesulitan dipasarkan. \"Untuk itu, mari kita sama-sama mendukung berkembangnya industri hilirisasi kelapa sawit di Bengkulu,\" tukasnya.(999/151)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: