Kinerja OJK Bengkulu Dinilai Lemah di Tengah Deretan Kasus Perbankan
Rendra Edwar Fransisko-IST-
BENGKULUEKSPRESS.COM - Rentetan kasus perbankan yang terjadi di Bengkulu tuai sorotan publik. Dimulai dari kasus korupsi salah satu bank lokal di Bengkulu, yang menyeret sejumlah pejabat internal bank daerah tersebut dalam dugaan kredit fiktif. Kerugian yang timbul mencapai miliaran rupiah yang kemudian berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat.
Tak hanya itu, kasus dugaan penyalahgunaan dana dan kelalaian pelayanan yang melibatkan salah satu bank syariah di Bengkulu juga menjadi perhatian. Sejumlah nasabah melaporkan kehilangan saldo hingga Rp 9,8 miliar. Kasus ini berujung divonisnya mantan teller bank syariah tersebut, Tiara Kania Dewi 9 tahun penjara.
Sementara kasus serupa juga menimpa bank BUMN dalam perkara manipulasi fasilitas kredit pembiayaan perkebunan sawit PT Desaria Plantation Mining di Kabupaten Kaur. Kasus yang ditangani Kejati Bengkulu ini telah menetapkan 9 orang tersangka dengan kerugian negara mencapai Rp 119 Miliar.
Melihat rangkaian persoalan itu pengamat hukum kebijakan publik, Rendra Edwar Fransisko, menyatakan bahwa rangkaian kasus perbankan yang terjadi di Bengkulu merupakan indikator adanya maladministrasi pengawasan serta ketidakefektifan fungsi regulasi dan supervisi yang menjadi mandat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, berulangnya pola pelanggaran menunjukkan adanya cacat struktural dalam sistem pengawasan yang seharusnya berjalan preventif dan responsif.
BACA JUGA:Pemkot Bengkulu Terbitkan NIB Gratis Mulai 4-9 Desember di MegaMall dan Benmall
“Rentetan kasus perbankan ini menunjukkan bahwa fungsi pengawasan OJK tidak dijalankan secara optimal sesuai kewenangan atribusi yang diberikan Undang-Undang. Ketika pelanggaran dengan pola serupa terus berulang, terdapat dugaan kuat adanya kelalaian pengawasan (negligence of supervision). OJK tidak boleh hanya menjadi observator otoritas yang diberikan undang-undang mensyaratkan tindakan konkret, tegas, dan proporsional,” tegas Rendra.
Ia menegaskan bahwa OJK memiliki kewenangan regulatif, supervisory, dan enforcement yang bersifat independen dan mengikat seluruh lembaga jasa keuangan. Oleh karena itu, publik berhak mempertanyakan mengapa bentuk-bentuk penyimpangan seperti manipulasi data, penyalahgunaan kewenangan, dan kerugian nasabah tidak mampu terdeteksi sejak tahap awal, padahal OJK memiliki instrumen pengawasan berkala dan pengawasan berbasis risiko.
“Secara normatif, OJK memiliki otoritas penuh melakukan tindakan pengawasan, pemeriksaan khusus, hingga pengenaan sanksi. Apabila fungsi ini dijalankan sesuai standar pengawasan prudensial, maka pelanggaran yang menimbulkan kerugian besar dapat dicegah. Fakta bahwa kasus-kasus ini lolos dari radar pengawasan merupakan bentuk inkonsistensi pelaksanaan kewenangan,” tambahnya.
Rendra juga menyampaikan bahwa penegakan hukum administratif oleh OJK selama ini belum memberikan deterrent effect. Ia menilai bahwa sanksi administratif yang tidak disertai tindakan lanjutan dalam ranah pidana justru berpotensi menimbulkan moral hazard.
“Setiap temuan yang mengandung unsur tindak pidana perbankan seharusnya wajib dilimpahkan kepada aparat penegak hukum. Ini untuk memastikan adanya efek jera (deterrence) serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,” ujarnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin, S.H., Bengkulu itu menegaskan bahwa lemahnya kinerja pengawasan OJK membawa konsekuensi langsung terhadap perlindungan konsumen jasa keuangan, yang merupakan core obligation dari regulasi keuangan modern. Kerugian finansial, hilangnya kepercayaan publik, dan terganggunya akses layanan perbankan merupakan bentuk nyata tidak terpenuhinya hak-hak nasabah yang dilindungi undang-undang.
“Setiap kegagalan perbankan pada akhirnya berdampak kepada masyarakat sebagai pemegang kepentingan utama (primary stakeholders). Karena itu, OJK wajib hadir melakukan perlindungan hukum preventif dan represif, bukan sekadar mencatat atau merespons setelah terjadi kerugian,” tegasnya.
Ia mendorong agar OJK Bengkulu melakukan langkah penataan menyeluruh, mulai dari penguatan sistem pengawasan internal, peningkatan transparansi, perbaikan manajemen risiko perbankan, hingga penerapan sanksi tegas terhadap seluruh bentuk pelanggaran.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

