Terima THR Rp 1 Miliar, RM-Lily Banyak Berkelit

Rabu 04-10-2017,11:05 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - PN Tipikor Bengkulu menggelar persidangan keempat terdakwa, Jhoni Wijaya penyuap Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti (RM) dan Lily Martiani Maddari.

Persidangan dipimpin oleh Hakim Ketua Admiral SH MH didamping Hakim Anggota Rahmad SH MH dan Nich Samara SH MH tampak penuh sesak dengan puluhan orang yang ingin menyaksikan RM dan Lily bersaksi di Pengadilan.

Pada Persidangan Jhoni Wijaya kali ini, JPU menghadirkan 3 orang saksi yaitu Gubernur Bengkulu nonaktif RM dan Istrinya, Lily Martiani Maddari beserta Direktur Utama PT Statika Mitra Sarana, Soehinto Sadikin.

Saat persidangan yang digelar kemarin (3/10) Lily Martiani Maddari lebih banyak berkelit, dan mengaku tak mengenal Jhoni Wijaya.

Lily mengaku hanya mengenal Jhoni sesaat pasca kejadian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat dirinya saat nain Pesawat Batik Air tanggal 20 Juni 2017 dari Polda Bengkulu ke kantor KPK di Jakarta.

\"Setelah diperiksa KPK, saya baru tahu kalau Jhoni pemberi uang Rp 1 miliar kepada Rico Dian Sari (RDS), saya kaget kenapa uang tersebut dari Jhoni, itupun saya tahu setelah di periksa KPK,\" ujar Lily memberi kesaksian.

Lily mengaku, tidak tahu uang Rp 1 Miliar tersebut sebelumnya diterima dari Jhoni yang kemudian diberikan ke RDS. Lily juga mengaku tidak tahu kalau uang itu terkait uang proyek.

Bahkan meski berkali-kali Hakim Ketua, Admiral SH MH mendesak Lily untuk mengatakan uang tersebut uang apa, Lily hanya menjawab itu uang proyek sesuai bacaan dakwaan. \"Saya tidak tahu apa proyeknya, saya juga tidak tahu berapa nilai proyeknya,\" tutur Lily.

Ia juga menambahkan RM sama sekali tidak akrab dengan RDS. Meski, mengenal RDS sudah lama. \"RDS tidak mengenal RM dan sama sekali tidak akrab. Saya juga hanya mengenalnya karena sesama kontraktor,\" sambung Lily.

Lily mengaku dirinya meminta RDS ke datang rumahnya dengan alasan ada oleh-oleh pulang umroh untuk Ibunya RDS. Saat itu RDS datang menjelang magrib dan kemudian Lily berpesan ke RDS, jangan lupa THR karena sebentar lagi Lebaran.

\"RDS sudah seperti adik tapi bukan adik kandung. RDS biasa ke rumah, dan setahu Saya RDS adalah kontraktor dan memiliki banyak usaha,\" ujar Lily.

Lily mengungkapkan kronologi kejadian pada tanggal 20 Juni lalu. Saat itu RDS mengantarkan THR pukul 10.30 WIB. Saat itu RDS mengaku tidak bisa lama bertamu sebab harus mengantarkan THR ke tempat lain.

\"Saat itu dia bilang Yuk ini THR, saya tidak bisa lama bertamu karena ingin mengantarkan THR ke tempat lainnya. Setelah 2 jam hingga 3 jam dari RDS menyerahkan uang Rp 1 Miliar, baru KPK datang, KPK menanyakan dimana uang yang diserahkan RDS,\" ungkapnya.

Lily melanjutkan, KPK lantas mencari uang yang ditanyakan tersebut dan meminta Lily membuka brankas tempat uang tersebut disimpan. Kemudian dirinya digiring KPK ke Polda Bengkulu dan pada sorenya dibawa ke Bandara Fatmawati.

\"Saya tidak tahu apa masalahnya, setelah turun di Bandara, saya bahkan sempat kaget kalau suami saya juga sudah di bawa KPK,\" lanjut Lily.

Lily mengungkapkan, dirinya sempat bertanya kenapa dirinya dibawa oleh KPK. Di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Penyidik KPK dan memberitahu bahwa dirinya terkena OTT KPK. \"Saya sempat bertanya kenapa saya dibawa dan dijawab penyidik kalau saya terkena OTT. Saya sama sekali tidak tahu sebelumnya,\" ungkap Lily.

Dikatakan Lily, Pada 2 Juni 2017, Lily bertemu dengan RDS dan Rico Kadafi di Coffe Club. Saat di Coffe Club, RDS bercerita pada bahwa pada 1 Juni 2017 RDS bertemu Gubernur Bengkulu RM dan Kuntadi di Pemprov membahas kinerja.

\"Saat itu RDS bilang Pak Kuntadi itu tidak benar yuk sudah ada yang memberikannya fee. Selain itu RDS cerita kalau Kabid Bina Marga, Syaifudin minta fee 15, saya jawab tidak benar itu tidak ada fee atau apapun itu,\" terang Lily.

Kemudian diakui Lily, di Restoran di Senyan City Jakarta, RDS bilang akan memberi uang muka THR Rp 500 juta dulu dan nanti kalau ada rekan lain yang mau memberikan THR, RDS segera mengabarinya lagi.

\"Padahal saya bilang saya cuma mau THR dari RDS saja tidak mau dari kontraktor lainnya. Saya pikir ukuran uang sebesar itu wajar untuk THR,\" sambung Lily.

Lebih lanjut Lily mengatakan, saat pemeriksaan di Kantor KPK, pada 5 Juli 2017 lalu, Lily mengaku dirinya kurang konsentrasi sehingga pada 10 Juli 2017, Lily kembali merevisi BAPnya kepada penyidik KPK.

Lily mengubah jawaban pertanyaan di persidangan dan tidak sesuai dengan BAP yang dilakukan penyidik KPK, sementara Lily mengatakan itu adalah kenyataan. \"Memang ada perubahan BAP karena saat itu saya kurang berkosentrasi,\" lanjut Lily.

Lily juga mengungkapkan, saat itu adiknya Rico Kadafi bercerita kepadanya bahwa kepala dinas PUPR Kuntadi mengatakan Gubernur Bengkulu RM ingin Bertemu Kontraktor di Jakarta. Lily meminta Rico Kadaffi untuk ikut ke Jakarta.

\"Saat itu saya bilang ke adik saya kalau jadi ke Jakarta pertemuan itu, ikut saja dek, koordinasikan dengan Kuntadi ada tidak daftar RDS ikut ke Jakarta,\" ungkap Lily.

Terkait pertemuan di Jakarta, Rico Kadafi memberitahu pada Lily tidak ada yang menyampaikan kepada kontraktor sehingga yang datang hanya sedikit.

Sementara ditanya terkait kuitansi fiktif, Lily mengaku tidak tahu. Ia juga mengaku uang Rp 1 M yang diterimanya untuk keperluan pribadi, namun sesungguhnya Lily tidak meyangka kalau RDS akan memberinya sebanyak Rp 1 M.

\"Uang itu hanya untuk keperluan pribadi seperti membeli baju dan biaya kesehatan pribadi. Namun saya tidak tahu jumlah yang diberikan RDS sampai sebanyak itu,\" terang Lily.

Sementara itu, Gubernur Bengkulu nonaktif, Ridwan Mukti juga dimintai keterangannya. RM tampak duduk dengan tenang dengan mengenakan kopiah hitam dan kemeja putih polos. Serupa dengan Lily, RM juga berkelit saat memberikan keterangan dipersidangan.

Dalam persidangan itu, RM mengaku dirinya mengenal RDS sejak tahun 1982 dimana RM pernah tinggal dengan pamannya Yulian Hamid saat berkuliah di Universitas Islam Indonesia.

RDS diketahuinya sebagai kontraktor proyek jalan, namun RM mengaku tidak tahu nama perusahaannya.

\"Saya kenal RDS dari kecil dan dari Istri saya karena sesama kontraktor saat masih di Sumatera Selatan,\" sambung RM.

RM mengaku bahwa RDS tidak pernah berkomunikasi dengan dirinya. RDS memang pernah menghadiri rapat di Kantor Gubernur Bengkulu bersama rekan Jhoni Wijaya, Irfansyah dan Haryanto. \"Saya memang minta tolong dipanggil kepada Dinas PUPR, Kuntadi dan Kabidnya, Syaifudin untuk memanggil kontraktor dan diminta datang menghadap ke Jakarta. Saya memanggil atas inisiatif dan sebagai salah satu kontrol kegiatan di PU dan memastikan kontraktor yang bekerja sungguh-sungguh,\" terang RM.

RM mengaku, pertemuan di Jakarta adalah hanya ingin mengatakan dan menanyakan apakah kontraktor pemenang lelang memiliki peralatan, kompetisi dan sebagainya. Meskipun sudah menang LPSE dirinya mengaku harus mengecek dan memastikan kalau pekerjaan baik nantinya.

\"Kalau hasil pekerjaan jelek maka saya akan menegur Kadis PUPR karena ia yang menandatangani kontraknya. Maka dari itu pertemuan ini hanya membahas terkait hal itu,\" sambung RM.

Dikatakan RM, ada sembilan kontraktor yang sudah menandatangani kontrak dan RM memanggil semuanya Kontraktor untuk ke Hotel Mulya Jakarta tepatnya di Coffe Shop Hotel Mulya Lantai 5.

\"Tetapi yang datang cuma sedikit, saya kecewa padahal tujuannya adalah agar proyek sukses secara administrasi dan kalau ada temuan BPK kontraktor siap mengembalikan kerugian,\" tutur RM.

Lebih lanjut dikatakan RM, saat pulang ke Bengkulu dirinya memang sempat marah dan memanggil beberapa kontraktor di Kantor Gubernur untuk menghadapnya di Ruangan Kerja Gubernur pada 5 Juni 2017 sore hari. Dirinya memanggil kontraktor karena RM merasa ada yang ditutupi. \"Saya marah karena yang dikirim adalah pekerjanya saja padahal saya ingin bicara dengan bosnya karena terkait investasi agar Bengkulu semakin baik,\" lanjut RM.

Terkait kemarahan RM yang menyampaikan kepada kontraktor terkait Pilkada 2015 lalu, RM mengatakan banyak kontraktor yang jadi tim suksesnya pada pilkada 2015 lalu dan RM mengaku di Dinas PUPR ada yang main mata dengan para kontraktor sehingga membuat dirinya marah.

\"Saya hanya mengecam jangan main-main, nama baik Bengkulu dipertaruhkan jika tidak WTP,\" sambung RM.

Sementara satu saksi terakhir, Direktur Utama PT Statika Mitra Sarana (SMS), Soehinto Sadikin (65) mengatakan, dirinya kenal Jhoni Wijaya sebagai Kepala Perwakilan PT Statika Mitra Sarana Bengkulu. Soehinto mengaku mengetahui kasus yang menimpa Jhoni dari pemberitaan di televisi.

\"Saya mengenal Jhoni, namun saya hanya tahu kasus OTT Jhoni pada 20 Juni lalu dari Televisi,\" ujar Soehinto.

Dijelaskan Soehinto, untuk wilayah Bengkulu, PT SMS dikelola oleh Jhoni mulai dari melakukan sampai penyelesaian proyek, tetapi untuk pendanaan seluruhnya dikelola pusat yakni di Padang.

\"Untuk Bengkulu memang Jhoni yang pegang kendali, namun pendanaan tetap dari pusat,\" jelas Soehinto.

Soehinto mengaku PT SMS sudah melakukan pelelangan sesuai prosedur LPSE. Proyek Curup-Tes dan Tes-Muaraman diakuinya sudah sesuai prosedur. Soehinto mengatakan kontrak juga sudah ditandatangani pada April 2017. \"Kami menang lelang sesuai prosedur, kontrak sendiri saya yang menandatanganinya,\" sambung Soehinto.

Soehinto juga mengaku, pada 19 Juni PT SMS pernah mengirim uang sebesar Rp 1.64 Miliar ke Jhoni karena Jhoni memintanya. Namun hal itu diakui untuk mengakomodir permintaan Jhoni sebelumnya pada 15 Juni 2017, Jhoni mengirim Fax ke kantor PT SMS untuk mengajukan permohonan uang muka keperluan pembayaran upah, gaji, dan peralatan.

\"Uang yang diminta kemudian ditransfer oleh kasir ke Bank Mandiri KCP Curup,\" tutur Soehinto.

Soehinto menambahkan, dirinya tidak tahu menahu terkait sumber uang yang diberikan Jhoni kepada RDS yang kemudian diterima Lily dengan jumlah yang cukup besar mencapai Rp 1 Miliar tersebut.

\"Terkait uang yang diberikan kepada RDS untuk Lily tersebut saya sama sekali tidak tahu baik sumber dan tujuannya,\" tukas Soehinto.

Ketua Tim JPU KPK, Fitroh Rohcahyanto SH mengatakan, Lily dan RM di posisi saksi ada kecendrungan sedikit tidak mau mengaku.

Fitroh menilai hal ini ada rentetan peristiwanya, hal tersebut terlihat dari ungkapan fakta RM yang mengaku pernah menyuruh istrinya mencari kontraktor di Bengkulu. \"Bisa dipahami kalau RM melakukan itu karena itu bukan peristiwa yang berdiri sendiri karena saling berhubungan. Pemenang di PUPR juga bukan tim suksesnya pada pilkada, jadi tidak ada hubungannya kemarahannya dengan Pilkada 2015, ada rentetan peristiwa yang membuktikan RM dan Lily bersalah.\" terang Fitroh.

Fitroh menambahkan, untuk membuktikan kalau RM dan Lily memang bersalah, pihak KPK pada hari yang sama sudah melimpahkan berkas perkara Gubernur Bengkulu non aktif Ridwan Mukti, Lily Martiani Maddari, dan Rico Dian Sari (RDS) ke Pengadilan Negeri (PN)/PHI/Tipikor Bengkulu.

\"Sidang perdana belum diketahui kapan dilaksanakan. Kita tunggu penetapan dari pengadilan. Kemungkinan minggu depan, RM dan Lily sudah disidangkan,\" tutup Fitro.

Sementara itu, Hakim Ketua, Admiral SH MH mengatakan, sidang selanjutnya selasa 10 Oktober 2017 dengan agenda sidang adalah pemeriksaan terdakwa Jhoni Wijaya. \"Agenda sidang selanjutnya mendatang dengan agenda pemeriksaan terdakwa Jhoni,\" singkatnya.(999)

Tags :
Kategori :

Terkait