KPK Tegur DPRD Provinsi Bengkulu

Jumat 04-11-2016,09:30 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

BENGKULU, BE - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana melayangkan surat teguran kepada DPRD Provinsi Bengkulu. Surat teguran itu dikarenakan sejauh ini baru 1 orang anggota dewan yang menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)-nya kepada KPK, sedangkan 44 anggota dewan lainnya enggan menyampaikan laporan tersebut.

Ketua Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi KPK, Aldiansyah M Nasution mengatakan, surat tersebut bertujuan agar anggota DPRD Provinsi segera menyampaikan LHKPN tersebut sebagai langkah awal pecegahan tindak pidana korupsi.

\"Suratnya akan kita layangkan kepada DPRD Provinsi Bengkulu dalam waktu dekat ini,\" kata Aldiansyah saat menggelar konfrensi pers usai menandatangani rencana aksi pemberantasan korupsi dan penyerahan source code aplikasi e-planning dan perizinan terpadu di Hotel Santika Bengkulu, kemarin (3/11).

Pria yang akrab dipanggil Coky ini menjelaskan, surat permintaan penyerahan LHKPN kepada anggota DPRD Provinsi Bengkulu merupakan kali ke-duanya di tahun 2016 ini. Rencananya, surat kedua ini akan ditujukan langsung ke pimpinan DPRD Provinsi Bengkulu.

\"Sebenarnya sudah dua kali dengan ini surat kita layangkan kepada DPRD. Mudah-mudahan surat kedua ini bisa ditindaklanjuti,\" harapnya.

Terkait alasan dewan bahwa LHKPN diwajibkan untuk pejabat negara, bukan pejabat daerah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggaran Negara, Coki menegaskan, semua pejabat, baik di daerah maupun di pusat semuanya pejabat negara. Karena pejabat tersebut digaji dari uang rakyat.

\"Kalau gajinya masih dari negara, artinya pejabat negara. Pejabat negara ini ada di pusat dan ada di daerah. Jadi jelas diatur bahwa LHKPN juga wajib untuk semua anggota dewan, baik di pusat maupun didaerah,\" beber Coky.

Terkait tidak adanya blanko LHKPN dari KPK seperti yang dijadikan alasan oleh anggota dewan selama ini, Coky menerangkan bahwa blanko LHKPN sudah diberikan kepada pemerintah daerah. Jika kurang, pemda bisa meminta lagi ke KPK atau bisa saja blangko yang asli diperbanyak atau difotocopy.

\"Kalau alasan blanko, itu teknis. Bisa saja difotocopy yang aslinya, lalu ditulis dengan tanda tangan asli. Saya kira tidak ada masalah terkait itu dan anggota dewan di provinsi lain juga telah melakukan hal yang sama,\" tambahnya.

Bukan hanya anggota DPRD Provinsi saja, KPK juga telah berkerjsama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu untuk mewajibkan pejabat eselon II dan III untuk menyerahkan LHKPN. Tak hanya itu, 5 kabupaten kota, yaitu Kota Bengkulu, Kepahiang, Rejang Lebong, Bengkulu Utara dan Seluma telah menandatangani kesepakatan untuk menyerahkan LHKPN bagi pejabat eselon II dan III.

\"Pemprov Bengkulu sudah mengeluarkan peraturan gubernur (Pergub) untuk LHKPN ini dan 5 kabupaten/kota juga ikut menyusul,\" ujar Coky.

Setidaknya ada 6 kesepakatan rencana aksi pemberantasan korupsi ditangani oleh pemprov dan 5 kabupaten/kota, kemarin, yakni implementasi aplikasi e-planning, emplementasi sistem perizinan dan non perizinan berbasis elektonik, melaporkan LHKPN, penguatan aparat pengawasan internal pemerintah dan pengendalian tunjangan perbaikan pengawasan (TPP).

Penandatanganan rencana aksi ini dilakukan oleh Walikota dan Sekda Kota Bengkulu Helmi Hasan SE dan Marjon MPd, Bupati dan Sekda Rejang Lebong, Ahmad Hijazi dan R.A Denni, Bupati dan Sekda Bengkulu Utara, Ir Mi’an dan Said Idrus Albar, Bupati dan Sekda Seluma Bunda Jaya dan Irihadi, serta Bupati Kepahiang Hidayatullah yang diwakili Wakil Bupati Neti Herawati dan Sekdanya Zamzami Zubir.

\"Dari 11 rencana aksi pemberantasan korupsi, 6 telah disepakat, sisanya diterapkan pada tahun 2017. Sementara untuk kabupaten lain telah menyanggupi tahun 2017 akan mulai diterapkan,\" katanya.

Disisi lain, Pelaksana tugas (Plt) Sekdaprov Bengkulu, Dr Sudoto MPd mengatakan, Pergub LHKPN untuk pejabat eselon I, II dan III telah ditandatangani oleh Gubernur Bengkulu, Dr H Ridwan Mukti MH.

\"Pergub-nya sudah ada tinggal diterapkan,\" ujar Sudoto.

Untuk penerapannya, tentu akan dilakukan sosialisasi kepada pejabat tersebut. Dimana pengisian LHKPN ini dilakukan minimal dua tahun sekali. Namun jika pejabat pindah jabatan, maka pejabat tersebut wajib kembali mengisi LHKPN.

\"Setiap menduduki jabatan, harus kembali mengisi LHKPN walapun belum sampai 2 tahun. Karena langkah ini dilakukan untuk melakukan pencegahan dini tindak pidana korupsi,\" tandasnya. (***)

Tags :
Kategori :

Terkait