JAKARTA, BE – Dunia kesehatan tengah digemparkan dengan serangan Virus Zika di Amerika Latin, terutama Brasil dan Kolombia. Beberapa negara pun tengah bersiap untuk mengantisipasi adanya penularan virus baru ini, termasuk Indonesia.
Kemunculan Virus Zika sendiri sudah menjadi perhatian dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Bahkan, diakui oleh Ratna Budi Hapsari, Kepala Sub Direktorat Surveilans dan Respons Kejadian Luar Biasa, Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes, kewaspadaan pada virus ini sudah dilakukan sejak lama. Pasalnya, sudah ada beberapa kasus diduga akibat serangan Virus Zika yang terjadi di Indonesia. ”Tapi memang, sangat jarang sekali. Tidak pernah sampai ada kejadian luar biasa dan kebanyakan tidak sampai di rumah sakit (pengobatannya, red),” tuturnya. Menurut penuturannya, virus ini memiliki kekerabatan dekat dengan Virus Dengue dan virus Cikungunyah. Penularannya pun sama. Ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Meski begitu, masyarakat tidak perlu khawatir. Sebab, dari manifestasi klinis yang dikumpulkan, penyakit akibat serang Virus Zika ini tidak separah yang penyakit demam berdarah (DB), yang disebabkan oleh virus Degue. Tak ada gejala shock, demam tinggi hingga berujung kematian. ”Dari literature yang kami kumpulkan, manifestsasi klinisnya lebih ringan dari DB. Gejalanya demam, nyeri otot hampir mirip seperti cikungunya memang,” tuturnya. Tapi tak berarti masyarakat boleh menyepelekan keberadaan virus ini. Kemenkes tetap menghimbau masyarakat untuk terus waspada. Apalagi pada musim penghujan saat ini. Sama seperti antisipasi penyakit DB, masyarakat diminta untuk terus menjaga kebersihan. Melakukan gerakan 3M plus, yakni menguras, menutup dan mengubur. Kemudian, bila memiliki bagian-bagian rumah dengan genangan air, disarankan disertai dengan adanya pemakan jentik. ”Penangananya tidak perlu dibedakan. Ini kan virus belum ada obatnya sama dengan DB, jadi sasarnnya tentu vektor penyakitnya,” jelas perempuan berkerudung itu. Disinggung kesiapan Kemenkes menangani wabah akiabt virus ini, Ratna meyakinkan bila pihaknya siap. Hal itu bisa dibuktikan dengan penanganan penyakit DB yang kini bisa diturunkan angka kematiannya. ”Penyakit DB saja sudah bisa kita tangani. Apalagi zika yang notabenenya lebih ringan. Saya berani jamin siap,” tegasnya. Menular Pada Janin Virus zika yang menghantui masyarakat Amerika Selatan sejak akhir tahun lalu masih terus menebar ’’teror’’. Persebaran virus berbahaya yang bisa mengakibatkan cacat pada janin itu membuat Brasil sibuk. Amerika Serikat (AS) pun menerbitkan larangan bepergian ke negara-negara terjangkit. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau masyarakat, khususnya mereka yang bermukim di Benua Amerika, lebih waspada terhadap virus zika. Sangat mungkin virus yang menyebar lewat gigitan nyamuk itu menginfeksi seluruh Amerika. Kecuali, Kanada dan Cile. Tidak jelas mengapa WHO menyebut dua negara itu sebagai perkecualian. Sejak awal tahun ini, AS merilis larangan bepergian ke 14 di antara total 21 negara yang terjangkit zika. Larangan itu khususnya ditujukan kepada para perempuan hamil. Sebab, virus yang kali pertama ditemukan di Danau Victoria, Uganda, pada 1947 itu bisa menular pada janin. Akibatnya, bayi yang dilahirkan akan mengalami cacat bawaan. Salah satunya microcephaly. ’’Sejak November lalu sampai sekarang, ada sekitar 3.893 kasus microcephaly akibat virus zika di Brasil,’’ terang WHO. Kementerian Kesehatan Brasil melaporkan, karena infeksi virus zika pada ibu hamil, bayi yang dilahirkan mengalami kelainan otak. Yakni, ukuran otaknya lebih kecil. Akibatnya, kepala bayi yang terinfeksi virus zika cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan bayi normal. Akhir tahun lalu, seorang perempuan AS yang baru kembali dari Brasil positif terjangkit virus zika. Dia lantas melahirkan bayi dengan kelainan microcephaly di Hawaii. Namun, sejauh ini, belum ada laporan tentang kasus zika di Negeri Paman Sam. ’’Kita tidak punya obat dan vaksinnya. Ini seperti deja vu dengan ebola. Penyakit sepele yang tidak kita pahami, namun mewabah dan mematikan,’’ kata Trudie Lang. Lang yang merupakan pakar kesehatan global pada University of Oxford mengusulkan pengembangan vaksin zika secepatnya. Imbauan itu direaksi cepat oleh Butantan Institute di AS, GlaxoSmithKline di Inggris, dan Sanofi di Prancis. Saat ini, tiga produsen obat tersebut sedang menjajaki pembuatan vaksin zika. Namun, proses itu tetap membutuhkan waktu yang panjang. Minimal tiga tahun.(jpg)Teror Baru Virus Zika
Sabtu 30-01-2016,08:43 WIB
Editor : redaksi
Kategori :