Dalam rapat tersebut masing-masing SKPD menyampaikan laporan kinerjanya selama 2 bulan terakhir termasuk pencapaian program dan penyerapan anggaran yang dikoordinir langsung oleh Plt Sekda Kota Bengkulu, Fachruddin Siregar.
\"Dari tingkat kecamatan saya melihat dari 9 kecamatan angka serapannya cukup baik yaitu antara 33 sampai 44 persen. Sedangkan untuk kepala bagian di sekretariat sebanyak 12 Kabag hasilnya bervariasi. Yang paling kecil yaitu Kabag Kesra karena ada beberapa kendala. Namun yang lain antara 26 sampai 40,7 persen,\" simpul Fachruddin.
Selain itu, diantara tingkat SKPD masih ada yang penyerapan anggarannya masih minim. Diantaranya, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan. Berkaitan dengan penyerapan anggaran yang minim di beberapa SKPD ini, Walikota Bengkulu Helmi Hasan mengharapkan agar kinerja lebih ditingkatkan sehingga program-program yang telah direncanakan dapat direalisasikan tepat waktu. Seharusnya memasuki pertengahan tahun 2015 ini penyerapan anggaran sudah mencapai 50 persen.
\"Ternyata masih banyak SKPD yang serapannya masih sangat rendah. Bahkan ada program-program yang seharusnya sudah bisa selesai, tetapi karena tidak ada tindakan apa-apa kemudian program itupun sampai hari ini belum jelas bagaimana duduk perkaranya,\" ungkap Helmi.
Namun demikian, masing-masing SKPD dalam pelaksanaan anggaran diharapkan juga sesuai aturan dengan tetap mengutamakan tertib administrasi dan tertib anggaran agar kedepan tidak bermasalah hukum.
\"Program yang tidak selesai ini tidak bisa dibiarkan, karena program yang sudah di APBD kan dan dibahas dengan proses yang panjang bersama DPRD Kota maka harus direalisasikan. Kecuali ada benturan hukum yang tidak diperkenankan,\" jelasnya.
Selain itu, Helmi juga menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan BPK RI per 29 Mei 2015 terhadap APBD Kota Bengkulu tahun 2014 lalu hasil laporan keuangan Pemda Kota Bengkulu belum WTP. Dalam hal ini Helmi meminta agar seluruh pihak terkait bekerja secara maksimal. Terutama dalam mendapatkan kembali Adipura karena hal ini menjadi sebuah bentuk ukuran yang sudah digariskan oleh pemerintah pusat dalam mengukur kinerja aparatur pemerintah daerah, apalagi tanpa adanya keterlibatan aktif masyarakat maka setiap pekerjaan pun akan sulit mendapatkan hasil yang maksimal maka koordinasi, evaluasi dan pengawasan itu menjadi hal yang sangat penting.
\"Kerja kita ini bukan kerja individual, tetapi kerja kita ini adalah kerja sistem dimana yang satu dan yang lainnya itu memiliki keterkaitan yang sangat tinggi, dalam hal ini saya akan membedah betul struktur mana yang ternyata kerjanya tidak maksimal sehingga kita tidak mendapatkan WTP itu,\" sampainya.
Selain membahas tentang penyerapan anggaran Helmi Hasan juga menggarisbawahi tentang nota kerjasama Pemerintah Kota Bengkulu dengan pihak manajemen PTM Mega Mall yang dinilai sampai saat ini belum ada perkembangan berarti, dan dirinya meminta agar periode tahun ini harus selesai.
\"MOU dengan PTM itu sudah cukup lama berjalan, dan hal ini harus punya batas waktu agar tidak berlarut-larut karena waktu berjalan terus, dari 3 poin tersisa itu segera mungkin diadakan pertemuan antara semua pihak dengan PTM untuk duduk bersama agar kita semua tahu apa kendala dan kelihatan siapa yang bermasalah,\" tandas Helmi.
Koreksi Status DPO
Di bagian lain status daftar pencairan orang terhadap Walikota Bengkulu Helmi Hasan dinilai tidak layak dan perlu dikoreksi ulang. \"Harus kita luruskan sama-sama. Mari kita buka kamus hukum, pada dasarnya DPO itu tidak diwilayahkan pada tersangka melainkan untuk orang yang sudah terpidana yang kabur. Profesor Herlambang dalam kajian hukumnya pun mengatakan hal seperti itu,\" ungkap Kabag Humas Pemkot Salahudin Yahya.
Menurutnya, DPO itu diberlakukan kepada orang yang sudah terpidana kemudian tidak ketahuan jejaknya atau kabur. Sedangkan untuk Walikota tidak kabur tetapi sedang menjalani pengobatan terhadap penyakit yang dideritanya.
\"Jadi bagaimana ini bisa dikatakan DPO, statusnya saja masih tersangka, kemudian setiap kali pemanggilan selalu ada laporan dan penyampaian,\" ujarnya.
Selain itu, pihaknya mengaharapkan untuk lebih mendalami lagi hal ini, dan dikatakannya masyarakat jangan hanya mengacu kepada satu kiblat saja (Kajari), tetapi juga harus mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada pihak-pihak lainnya.
\"Saya kira ini harus dikoreksi ulang secara bersama apakah istilah yang digunakan itu tepat apa tidak, karena kalau tidak saya rasa itu menyalahi aturan,\" tandasnya.
Dalam hal ini pihaknya telah melakukan koordinasi baik pihak Polda maupun kepada beberapa pakar hukum lainnya, bahwa Walikota sangat tidak tepat menggunakan istilah itu.
\"Kalau pak Wito mengatakan DPO coba kita konfirmasi kepada pakar hukum yang lain , ada Kajati, ada Profesor hukum di Unib, UMB, Unived apakah istilah itu sudah layak dipergunakan apa tidak, supaya ada perimbangan opini,\" tegasnya.
Belum Bisa Bertindak Sementara itu Kejari Bengkulu saat ini juga belum bisa memberikan penjelasan dan tindakan apa-apa. Pasalnya, Kajari Bengkulu yang baru I Made Sudarmawan SH MH belum bertugas di Bengkulu. Pasalnya, Made belum melakukan sertijab di Kejati Nusa Tenggara Barat (NTB) sehingga masih bertugas di Mataram. Sedangkan Kajari di Bengkulu saat ini dipimpin pelaksana harian yakni Asisten Pidum Kejati Bengkulu Azhari SH MH.
Saat diminta tanggapannya terkait kasus Bansos tersebut, Aspidum pun belum bisa memastikan hal tersebut. \"Kita akan rapat terlebih dahulu mengenai itu,\" singkatnya.
Kasi Intel Kejari Bengkulu Darma Natal SH MH yang biasanya selalu bisa memberikan informasi pada awak media, saat ini juga enggan berbicara banyak. \"Saya tidak dikasih mandat sama bapak, jadi saya tidak berani. Kalau sewaktu Pak Wito saya sudah dikasih mandat,\" katanya saat sebelum melakukan rapat dengan Plh Kajari pada Senin sore lalu. (927/cw3)