BENGKULU, BE - Masih banyaknya jalan rusak dan berlubang di Provinsi Bengkulu mendapatkan kritikan keras dari Guru Besar Ekonomi Universitas Bengkulu (Unib), Prof Lizar Alfansi SE MBA PhD. Menurutnya, kondisi ini harus segera diatasi bila ingin memperbaiki iklim investasi di Provinsi Bengkulu.
\"Dari seluruh Sumatera Bagian Selatan, ekonomi kita tergolong yang paling rendah. Kita hanya di atas sedikit dari Bangka Belitung. Meski dari pertumbuhan ekonomi kita naik, tapi daya saing kita lemah. Persoalan terbesar kita adalah infrastruktur jalan yang tidak memadai,\" kata Prof Lizar kepada BE.
Ia menuturkan, masih belum memadainya infrastruktur jalan ini bukan hanya pada wilayah yang menjadi tanggung jawab Pemda Provinsi. Namun juga terletak di kabupaten-kabupaten dan kota.
\"Jalan kita ini hancur semua. Jalan kota saja masih banyak yang hancur dan bertanah. Pernah ada tamu dari Malaysia datang ke sini. Saya ajak untuk keliling Kota Bengkulu. Komentar mereka, jalan kami menuju kebun karet masih lebih bagus dari jalan di kota ini,\" sampainya.
Ia memaklumi bahwa Bengkulu tidak memiliki pendapatan yang besar untuk membangun infrastrukur yang memadai dengan cepat. Karenanya ia menilai bahwa pada tahap awal Bengkulu harus dibangun dengan melakukan kerjasama dengan pihak investor.
\"Anggaran pemerintah harus lebih banyak di dorong untuk perbaikan infrastruktur. Untuk birokrasi fokuskan peningkatan sumberdaya manusia. Produktifitas pekerja kita juga harus ditingkatkan,\" paparnya.
Ia menuturkan, bila Bengkulu hanya mengandalkan sumberdaya alam, maka provinsi ini akan tetap tertinggal jauh. Menurut dia, Bengkulu memiliki kekayaan alam yang terbatas dengan kualitas yang lebih rendah dari provinsi-provinsi lain.
\"Minyak dan gas kita tidak sekaya daerah lain. Batubara pun kualitasnya kalah dengan Kalimantan misalnya. Sektor pertanian dan perkebunan kita tidak akan mampu menopang pembangunan karena nilai ekspor cenderung terus merosot,\" ungkapnya.
Oleh karena itu ia mengimbau agar pemerintah daerah dapat meningkatkan daya saing perusahan di daerahnya masing-masing. Kebijakan ini harus dimulai dari upaya membenahi infrastruktur agar dapat menekan biaya produksi yang tinggi.
\"Kita harus ramah terhadap investasi. Tapi bagaimana orang mau berinvestasi kalau di kita ini tidak ada yang menarik? Bagaimana investasi mau masuk kalau biaya produksi kita tinggi? Kenapa tinggi? Karena infrastrukturnya jelek,\" pungkasnya. (026)