Ketika Alat Tangkap Pukat Dilarang

Rabu 04-03-2015,09:50 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Nelayan Terbelah, Aparat Hukum Dilema Larangan demi larangan yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti, bikin nelayan Bengkulu kerap mengalami rasa resah dan gelisah. Terlebih sejak larangan penggunaan pukat diberlakukan, mayoritas nelayan berhenti melaut. Belum menemukan solusi yang tepat, aparat hukum pun mengalami dilema. ==================== RUDI NURDIANSYAH, Kota Bengkulu =================== Syarifudin (50) tengah membenarkan jaringnya ketika ditemui ditengah terik udara panas Pantai Tapak Padri, Kelurahan Malebero, kemarin (3/3). Pria beranak dua ini mengaku senang dengan kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti. Sebab, sejak Susi menerapkan larangan penggunaan alat tangkap jenis pukat, omset warga Kelurahan Pintu Batu ini meningkat. \"Kalau trawl dilarang, tangkapan kami meningkat. Kalau trawl berjalan, tangkapan kami berkurang. Sebab, trawl itu menangkap semuanya ditengah, kami yang dipinggir tidak dapat apa-apa,\" katanya. Tak terkecuali dirasakan Ujang (37), nelayan yang tinggal di Kelurahan Malabero. Menurut dia, bila trawl yang menggunakan alat tangkap pukat turun ke laut, ia hanya mendapatkan ikan 4 sampai 5 kilogram. Selama ini, Ujang sehari-hari menangkap ikan hanya melalui jaring ditepian laut Pantai Panjang. \"Pencaharian kami satu-satunya hanya dengan menjaring ikan begini. Kalau trawl dibasmi, kami makmur,\" ungkapnya. Namun sikap yang berbeda ditunjukkan Kelompok Nelayan Bina Bersatu (KNBB) Bengkulu. Meski setuju penggunaan alat tangkap pukat dihentikan, namun ia berharap nelayan diberikan kesempatan waktu untuk mengganti alat tangkapnya hingga mendapatkan alat tangkap yang baru. \"Masa transisi ini dapat memberikan kesempatan kepada para nelayan untuk bernafas sejenak hingga mampu membeli alat tangkap yang baru,\" kata Sekretaris KNBB Bengkulu, Muammar Syarif SH. Bilamana aturan transisi ini diterapkan, lanjutnya, ia berharap pemerintah daerah dapat menyiapkan sejumlah perangkat administrasi agar dapat menelurkan kebijakan anggaran penggantian seluruh alat tangkap nelayan tradisional se Provinsi Bengkulu. \"Silahkan dibuka berapa anggaran yang dimiliki pemerintah saat ini dalam APBD. Hampir Rp 3 triliun. Silahkan di cek sendiri berapa anggaran untuk nelayan dan berapa anggaran untuk pejabat. Jauh sekali selisihnya. Makanya kami harapkan anggaran untuk mengganti alat tangkap nelayan ini dianggarkan dalam APBD perubahan,\" tegasnya. Komandan Lanal Bengkulu, Letkol Laut (P) Amrin Rosihan Hendrotomo, mengamini usul masa transisi tersebut. Namun ia mengaku tidak mendapatkan adanya regulasi yang membenarkan diterapkannya masa transisi tersebut. Disisi lain, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs M Ghufron MM MSi mengutarakan, upaya untuk penegakan hukum yang baik memerlukan sistem yang baik. Ia memberikan ilustrasi mengenai dilema larangan kapal trawl saat ini. Ia mengaku berkali-kali didatangi keluarga nelayan yang mengeluh tidak bisa makan bila dilarang menggunakan kapal yang dikenal dengan istilah ‘pukat harimau’ tersebut. \"Saya pun sulit mencari solusi yang tepat. Saya datang ke salah satu Bank menanyakan soal pinjaman lunak yang mungkin bisa digunakan nelayan, kata mereka sulit. Saya tanya dinas kelautan mereka bilang harus diusulkan dulu dari sekarang dan 2 tahun lagi baru mungkin terealisasi. Karenanya bagi saya, sistem harus diperbaiki kalau kita ingin memperbaiki masyarakat,\" demikian Kapolda. (**)

Tags :
Kategori :

Terkait