Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Renaldy dalam jumpa pers Siang tadi (19/01) menyampaikan\" kami dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu dan kota bersama Pihak berwenang lainnya akan terus melakukan tindakan represif dalam memberantas keberadaan pukat harimau di wilayah Bengkulu ini, menindaklanjuti permasalahan Illegal Fishing yang sampai sekarang masih sering kita temui di Bengkulu ini terutama mengenai kapal-kapal yang menggunakan Alat Pangkap Ikan (API) yg tidak benar sesuai dengan peraturan UU Kelautan dan Perikanan. kami menghimbau kepada para nelayan yang masih menggunakan pukat harimau Pukat Harimau (Trowl) khususnya di perairan laut Bengkulu, Marilah kita gunakan Alat Penangkap Ikan yang sah dan benar sesuai UU, tinggalkan kebiasaan yang selama ini masih ada yang menggunakan pukat harimau (Trowl), karena apabila masih ada yang menggunakan alat tangkap terlarang \"Trowl\" efek negatifnya sangat banyak bagi kita semua selain merusak ekosistem laut, ikan kecil-kecil maupun ikan yang tidak bisa dikonsumsi akan ikut tertangkap disinilah efek negatif Jaring Pukat harimau sangat kuat untuk merusak lingkungan dan perairan laut Bengkulu\" Katanya. Salah satu contoh lain dampak negatif dari Penggunaan Pukat Harimau (Trawl) yang saat ini terjadi yakni terhambatnya bantuan yang turun dari pusat untuk Kelautan dan Perikanan Bengkulu dan membantu kepentingan para nelayan senilai Rp. 16 Milyar dari pusat terkait masih maraknya penggunaan Kapal Trawl (Pukat Harimau ini di Perairan Laut Bengkulu.Sebelumnya dikatakan oleh Presiden Jokowi yang juga ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti bahwasanya pemerintah pusat tidak akan memberikan program bantuan untuk nelayan di Provinsi Bengkulu, jika di daerah Bengkulu masih ada kapal Trawl (Pukat Harimau) beroperasi.
Simatupang (Ketua dari kelompok nelayan Jangkar Emas) menyampaikan \"Kami dari Nelayan berharap kepada para stakeholder yang hadir dan berwenang menangani permasalahan Kelautan dan perikanan di Provinsi Bengkulu ini, semoga kedepannya data-data tentang penyalahgunaan Alat Penangkap Ikan, Kelengkapan Surat-surat dan Ukuran-ukuran kapal yang kita lihat sama-sama di Pelabuhan Pulau Baai ini bisa lebih diakuratkan, karena apabila ada permasalahan yang nantinya ditemui dilapangan berakibat tidak beroperasinya Satu Kapal Nelaya, al-hasil ini juga berakibat akan menelantarkan 5 orang yang bisa saja lebih jika dikalikan 2 beserta istri nya menjadi 10 orang ditambah lagi yang mempunyai anak yang butuh biaya dari hasil melaut kami ini\". Jelas Simatupang.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Bengkulu, Iswandi Ruslan yang diwakili Wakil ketua 1 juga meminta kepada para nelayan\" Harus memaklumi dan mengikuti UU Kelautan dan Perikanan sesuai Keputusan dari Pusat (kementerian Kelautan dan Perikanan) tentang larangan menggunakan Alat Penangkap Ikan berupa Pukat harimau (Trawl) yang merugikan Ekosistem Laut khususnya Perairan Laut Bengkulu. beliau juga berharap kepada Dinas Kelautan dan perikanan beserta pihak-pihak berwenang lainnya untuk bisa menyelesaikan permasalahan Kelautan dan Perikanan kedepannya dengan mengadakan beberapa sosialisasi seperti Penggunaan Alat Penangkap Ikan (API) Yang benar dan sosialisasi-sosialisasi lainnya tentang kelengkapan surat-surat kapal dan lainnya agar kedepannya tidak terjadi lagi kesalahan yang dianggap pelanggaran nelayan. karena dengan diadakannya sosialisai-sosialisasi tentang Alat Penangkap Ikan yang sah sesuai UUD dan Kelengkapan surat-surat kapal, para nelayan tidak lagi terkejut apabila diadakan razia yang berkaitan mengenai hal tersebut \" Ujarnya. Tentang ukuran kapal Kepala Dinas Perhubungan Laut JF Hut Tasoit menjelaskan\" kapal-kapal yang wajib di ukur adalah apabila 7 GT tidak perlu surat ukur akan tetapi apabila ukuran kapa di atas 7GT maka itu wajib di ukur, dan harus memilki surat-surat lengkap yang dulu namanya Surat Ijin Berlayar (SIB) sekarang sudah diganti Surat Persetujuan Berlaya (SPB) tapi di atas 30 GT izin nya lagsung ke pusat apabila ditemukan ada kapal-kapal yang belum memiliki surat-surat lengkap sesuai peraturan Perundang-undangan maka akan dikenakan denda 600 juta. dan untuk para nelayan dalam waktu dekat imi akan perlu melengkapi kelengkapan surat kapal, Tutupnya\". ( Andri )