DPR Bengkulu Diperiksa KPK

Sabtu 24-08-2013,13:15 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BE - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota DPR dari Dapil Bengkulu Rully Chairul Azwar terkait kasus dugaan suap perubahan Perda pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Riau tahun 2012. Rully akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Riau non-aktif Rusli Zainal. \"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka RZ (Rusli Zainal),\" ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha di Jakarta, Jumat (23/8). Rully Chairul Azwar saat dikonformasi usai pemeriksaan mengaku diperiksa sebagai saksi. \"Tadi diperiksa megenai PON Riau, proses penganggaran. Lalu saya jawab bahwa proses penganggaran sesuai dengan mekanismenya dan saya sendiri sudah tidak terlibat lagi karena pada saat itu saya sudah di bidang legislasi,\" kata Rully usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (23/8). Rully menjelaskan tentang proses pembahasan penambahan angran untuk proyek PON. Dia mengaku tidak banyak tahu dengan dalih tidak intens mengikuti rapat pembahasan anggaran. \"Saya tidak intens soal itu (penambahan anggaran PON). Itu selalu anggaran dibahas berdasarkan soal RKKL. Pasti, usulan pemerintahnya ada, dari situlah diusulkan ke Banggar, dapat nggak optimalisasi. Nah optimalisasi itu di Banggar,\" jelasnya. Masuk Audit Hambalang Hasil audit investigasi tahap kedua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengerjaan proyek Hambalang menyebut 15 inisial nama anggota DPR yang meloloskan pengucuran dana ratusan miliar proyek Hambalang tanpa proses semestinya. Hal tersebut terungkap dalam dokumen yang beredar di kalangan wartawan, Jumat (23/8), disebutkan sejumlah anggota DPR, memberi persetujuan alokasi anggaran APBN Kemenpora 2011, tak sesuai aturan. \"Hal itu melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 96,\" tulis hasil audit itu di halaman 7. Dana ratusan miliar disetujui tanpa proses yang semestinya. Hasil audit BPK tahap dua setebal 77 halaman mengungkap, ada orang-orang di DPR yang memang meloloskan anggaran itu. Kelimabelas inisial anggota DPR dimaksud adalah  MNS (Mahyuddin NS), RCA (Rully Chairul Azwar), HA (Herry Ahmadi), AHN (Abdul Hakam Naja), APPS (Angelina Patricia Pingkan Sondakh), WK (Wayan Koster), KM (Kahar Muzakir), MI (Mardiana Idraswari), JA (Juhaidi Alie), UA (Utut Adianto), MI EHP (Eko Hendro Purnomo), MY (Mahmud Yunus), MHD (Muh. Hanif Dakhiri), HLS (Herry Lontung Siregar). Dalam hasil audit yang ditandatangani penanggung jawab J Widodo H Mumpuni itu juga tertuang kejanggalan bahwa ada persetujuan alokasi anggaran APBN Kemenpora 2011 meski tambahan anggaran optimalisasi Rp920 miliar belum dibahas dan ditetapkan dalam raker antara Komisi X dengan Kemenpora. Selama tahun 2010 dan 2011 anggaran ratusan miliar milik negera  mengucur tanpa adanya pengawasan. Kerugian Rp 463,67 M Dalam audit Investigastif Tahap II Hambalang  menemukan, kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp 463,67 miliar. \"Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan tahap I dan II, mengakibatkan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan negara untuk pembayaran proyek tahun 2010 dan 2011, sebesar Rp 471,71 miliar dikurangi dengan nilai uang yang masih berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar,\" kata Ketua BPK Hadi Poernomo saat konferensi pers di gedung DPR, Jakarta, Jumat (23/8). Ia menjelaskan, dalam laporan hasil pemeriksaan tahap I ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan pengerjaan konstruksi dan proses pencairan uang muka yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON. Indikasi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang itu lanjut Hadi, mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-sekurangnya Rp 243,66 miliar. \"Ini tahap pertama,\" katanya. Selanjutnya, menurut Hadi, berdasarkan laporan audit investigatif tahap II Hambalang, BPK menemukan berbagai tambahan indikasi penyimpangan yang melengkapi laporan Tahap I. Keduanya lanjut dia, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang dalam dugaan P3SON Hambalang. Dalam laporan audit investigatif tahap II, kata Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung unsur pidana. Tindakan itu dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang. \"Pada proses pengurusan hak atas tanah, proses pengurusan izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RKA-KL, persetujuan kontrak tahun jamak, pelaksanan pengerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang diikuti dengan rekayasa akuntansi,\" katanya. Sudah Diperiksa BPK Sementara itu  Rully Chairul Azwar yang disebut dalam laporan audit BPK menjelaskan keputusan komisi merupakan hasil bersama dan bukan perseorangan. \"Kalau putusan komisi tetapi hanya pimpinan yang merumuskan, pasti bakal digugat apalagi beda partai pollitik,\" kata mantan Wakil Ketua Komisi X itu di Jakarta, Jumat (23/8). Rully menjelaskan saat menjabat sebagai wakil ketua tidak pernah memutuskan tanpa persetujuan anggota lainnya. Selain itu, mengenai anggaran, kata Rully, pihaknya selalu berkomunikasi dengan kementerian mitra kerja. \"Termasuk mengenai anggaran pembangunan Hambalang dulu,\" kata Rully. Ia menjelaskan  semua anggota komisi bertanggung jawab atas persetujuan anggaran termasuk yang tidak hadir. Rully pun mengakui sempat dimintai keterangan oleh BPK terkait anggaran proyek Hambalang. Mengenai tanda tangan pencairan anggaran, Rully menganggap tidak melanggar aturan. \"Kalau itu yang dipermasalahkan BPK, berarti semua komisi juga salah ketika melakukan legalisasi,\" katanya.(jpnn/net)

Tags :
Kategori :

Terkait